Strategi Pemasaran Kaos Lucu

Strategi Pemasaran Kaos Lucu

Stres memang sering diderita beberapa orang nan memiliki banyak masalah. Akibatnya, paras penderita selalu terlihat tegang tanpa senyum, jawaban nan tak mengenakkan jika ditanya tentang sesuatu, sampai meluapkan kemarahan. Selain merugikan diri sendiri, stres juga merugikan orang lain. Salah satu hal nan dapat mengusir depresi ialah kaos lucu . Apakah itu?

Berbagai upaya dilakukan buat mengatasi stres. Antara lain dengan Mencari hiburan, HIburan nan paling efektif buat mengatasi stres ialah dengan mencari sumber humor buat membuat tertawa. Saat ini, telah banyak cara buat mengekpresikan humor. Dapat lewat film, pementasan, buku, bahkan nan belakangan sangat marak dilakukan oleh para pemuda yaitu dengan menciptakan kaos lucu.

Kaos menjadi pilihan bagi mereka buat "media penebar kelucuan" sebab kaos dianggap sebagai baju nan paling sering dikenakan. Saat kita santai niscaya pakain nan kita kenakan ialah kaos oblong dan celana pendek. Maka dengan alasan tersebut, kaos lucu terus diproduksi dalam segala ukuran. Sasarannya ialah segala umur nan dapat terkena stres. Mengingat, anak-anak termasuk ke dalam kelompok rawan stres dampak padatnya pelajaran dan kegiatan nan mereka ikuti di dalam dan di luar sekolah.

Memproduksi kaos lucu ialah kegiatan nan sangat menyenangkan. Produksi ini selain mempunyai tujuan buat memperoleh profit, juga bertujuan buat menghibur para konsumen. Dengan asa kaos nan mereka produksi bisa menghibur mereka nan lagi galau. Dengan harapan, ke depannya konsumen bisa menjadi pelanggan setia nan terus membeli produk mereka.



Tulisan Lucu pada Kaos

Kaos dengan tulisan lucu banyak beredar di Indonesia. Mulai nan tulisannya pendek, sampai nan tulisannya "bejubel" hampir memenuhi seluruh bagian punggung atau dada nan biasanya menjadi "tempat strategis" di kaos. Mulai tulisan nan bernada insinuasi sampai nan jelas-jelas lucu tanpa meminta pembacanya buat berpikir, ialah hasil kreativitas produsen kaos jenis ini.

Sebut saja Dagadu Jogja, nan mengawali produksi kaos lucu di Indonesia. Di susul berikutnya oleh Dadung Jogja, nan mengklaim sebagai kaos peka jaman. Peka jaman di loka ini memang telah dibuktikan oleh Dadung dengan terus memproduksi kata-kata humor nan sinkron dengan keadaan saat ini.

Setelah itu, lahir Joger di Bali dan Cuk di Surabaya. Joger memakai moto Pabrik Kata-kata. Karena Joger menggunakan kekuatan kata-kata sebagai dagangan primer mereka. Sedangkan nama Cuk diambil dari umpatan bahasa Jawa khas Surabaya.



Omzet Kaos Lucu

Saat ini, bisnis kaos lucu sedang digandrungi anak muda. Penjualan kaos dengan kata-kata nan menggelitik ini makin hari makin meningkat. Tentu saja hal tersebut membuat produsennya semakin giat dalam memproduksi barang dagangannya. Memang persaingannya cukup ketat, tapi nan patut membanggakan ialah sampai saat ini persaingan mereka tetap sehat.

Mereka bersaing dengan cara lebih meningkatkan kreativitas dalam produksi. Menariknya ialah sampai saat ini satu sama lain mempunyai karakteristik khas dan taktik pasar tersendiri.

Kemampuan merangkai kata buat menjadi humor nan segar ialah kata kunci dalam bsnis kaos lucu. Kemampuan ini juga nan membuat para penciptanya saat ini boleh disebut pengusaha sukses.

Bagaimana tidak? Berkat menjual kata-kata pada kaos oblong, beberapa kelompok anak muda nan melakoni bisnis ini dapat mendapatkan uang jutaan rupiah per hari. Dagadu, misalnya. Setiap hari, produsen kaos asal Yogyakarta ini menggaet pemasukan 55 juta rupiah.

Pemasukan sebesar itu diperoleh dari penjualan sekitar 200 pangkas kaos ditambah aksesori lain nan juga menampilkan kata-kata sebagai daya pikatnya. Sedangkan Dadung omzetnya mencapai 1,5 miliar sebulan.

Di Bali kita mengenal Joger. Joger ialah suatu brand kaos oblong nan teramat tenar dari Pulau Dewata. Teknik pemasaran nan digunakan adalah dengan memosisikan Joger sebagai satu cinderamata khas Bali. Selain kaos lucu sebagai oblong sebagai produk primer nan dipasarkan Joger, mereka juga membuat sandal jepit, gantungan kunci, stiker, dan pernak-pernik lainnya.

Bila kita cermati, jargon Joger sangat mewakili holistik rangkaian produk mereka, yaitu Pabrik Kata-kata. Ya, Joger menggunakan kekuatan kata-kata sebagai dagangan primer mereka.

Menarik sekali membandingkan dengan beberapa merek-merek busana nan lain memilih komposisi warna, teknik jahitan, keunggulan bahan baku, atau citarasa kemewahan. Joger bermain di kelas tengah-bawah dengan harga per item T-shirt antara 60-100 ribuan. Joger menjual kata-kata, dan itu laku lumayan mahal. Hingga, tak aneh jika omzet Jogger pun tak jauh berbeda dengan dua produsen kaos homogen asal Yogyakarta tadi.

Kesempatan buat memproduksi kaos lucu juga dilakukan oleh arek Suroboyo dengan nama Cuk. Memang dari segi pemasukan, Cuk masih kalah dengan pesaingnya dari Yogyakarta. Meski hanya meraih penghasilan rata-rata 5 juta rupiah per bulan, JSC tidak dapat dipandang enteng oleh Dagadu maupun Dadung.

Cuk, nan berdiri dengan kapital 30 juta rupiah, kini telah memiliki dua counter di dua plasa terbesar Kota Pahlawan, yaitu Delta Plaza dan Tunjungan. Kunci berhasil Dagadu, Dadung, maupun Cuk sederhana saja: menampilkan desain nan selalu memperhatikan situasi dan kondisi nan ada dalam masyarakat.



Strategi Pemasaran Kaos Lucu

Dagadu sudah mematok Smile, Smart, dan Djokdja sebagai moto bisnisnya. Beberapa kaos kata-kata Dagadu nan lumayan banyak diminati antara lain United Colours of Keraton dan Everyday is Sunday in Djokdja. Maklum, sinkron motonya, Dagadu nan berdiri lima tahun lampau sengaja mengenakan konsep pemasaran sebagai cindera mata Yogyakarta.

Karena itu, produsen kaos nan didirikan dengan kapital awal 4 juta rupiah itu sengaja membatasi outlet-nya. Kini, Dagadu dapat dijumpai di lantai dasar Harta benda Malioboro nan diberi nama Posyandu (Pos Pelayanan Dagadu) dan di Jalan Pakuningratan nan mereka sebut sebagai UGD alias Unit Gawat Dagadu. Yang terakhir ini dimaksudkan agar wisatawan nan segan berbelanja ke Malioboro.

Satu hal nan unik dari kedua counter Dagadu ialah persyaratan bagi pegawainya. Setiap calon pegawai harus berstatus mahasiswa nan menguasai peta Yogyakarta, paham bahasa Jawa dan Inggris. Selain itu, seperti halnya syarat nan dipatok perusahaan-perusahaan gede Dagadu pun menetapkan IPK minimal. Yaitu 2,75 buat mahasiswa perguruan tinggi negeri, dan 3,00 buat mahasiswa perguruan tinggi swasta. Subordinat IPK itu dapat dipahami.

Meski syaratnya cukup berat, namun masih banyak pelamarnya hingga saat ini. Anehnya lagi, setiap delapan bulan para pegawai
harus menanggalkan statusnya buat kemudian dilempar kembali kepada para pelamar nan lain.

Dadung tak kalah dalam hal pemasaran. Kecuali di Yogyakarta, saat ini Dadung telah memiliki 150 outlet nan mencakup Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Lombok. Menurut Dirut PT Mondrian Hari Pramono, banyaknya outlet memang merupakan taktik Dadung menghadapi para pesaing. Kalau Dagadu atau Joger lebih menjadi suvenir nan hanya bisa diperoleh di kota loka pembuatnya, Dadung lebih menekankan kemudahan konsumen buat memperoleh di kota masing-masing-masing.

Outlet penjualan Joger disengaja hanya disediakan terbatas. Secara generik produk Joger hanya dijual di Pulau Bali saja, tak di loka lain. Namun justru inilah kiat krusial dalam menambah sisi eksklusifitasnya. Didukung dengan harga jual nan beberapa persen di atas rata-rata merek T-shirt lokal lainnya, Joger merupakan buruan bagi mereka nan ingin menyempurnakan jalan-jalan di Bali-nya.

Sebagaimana pendahulunya, Cuk juga sengaja menampilkan tema-tema plesetan khas Surabaya tanpa melebarkan sayap ke kota-kota lain. Karena pemilik berpendapat bahwa jika kaos lucu pasarkan ke kota lain akan hilang kekhasannya.