Yang membedakan roman klasik dengan roman baku adalah, unsur disparitas budaya dan disparitas seting waktunya sangat ditonjolkan oleh si penulis. Bahkan, kadang kisah cintanya dapat saja berakhir tragis bila memang wajarnya harus demikian. Sementara
Karya fiksi apakah itu berjenis puisi maupun prosa, merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Para pengarang atau penulis karya fiksi, beranjak dari kehidupan sebagai tema, kemudian mengolahnya berdasarkan pandangan-pandangan hidupnya, pengalaman hidup, teori-teori tentang kemanusiaan, kejiwaan dan lain sebagainya. Kemudian setelah mengalami pengolahan dan perenungan itulah kemudian muncul karya fiksi berupa puisi dan prosa. Spesifik pada prosa, terbagi lagi menjadi novel, cerita pendek dan drama. Sebenarnya novel sendiri terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu ada novel romance, novel misteri, novel sejarah, novel fantasi dan lain sebagainya.
Karena dalam bahasan ini akan menceritakan tentang salah satu jenis novel yaitu novel romance, ada baiknya anda mengetahui novelis nan kerap kali menulis novel romance. Di Indonesia sendiri misalnya dikenal nama novelis romance seperti Mira W, NH Dini dan E. Rokajat Asura. Nama terakhir beberapa tahun belakangan mulai menekuni novel sejarah, beberapa diantaranya best seller seperti Dwilogi Prabu Siliwangi misalnya.
Kembali kepada novel romance, banyak penulis novel global dari jenis ini nan terkenal dan kemudian karyanya diangkat ke dalam film.Karya fiksi berupa novel romance memang dianggap paling realistis, mengangkat kehidupan nyata, padahal tidak selamanya novel romance mengangkat kisah nyata. Sedikit sekali nan berasal dari kisah konkret dan selebihnya ialah khayalan pengarang semata. Soal novel romance itu kemudian terasa nyata, nama dan loka kejadian benar-benar nyata, semua itu tidak lain dari kepintaran dan kecerdikan pengarang novel romance dalam menggarap detail dan menggarap informasi nan tersedia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa cinta ialah salah satu tema nan paling sering diangkat pada sebuah karya fiksi. Bahkan, sebenarnya tak hiperbola jika tema cinta selalu ada di setiap karya fiksi. Hanya nan membedakan ialah porsinya, apakah tema cinta itu menjadi konflik primer atau tidak. Tapi kali ini ada baiknya jika kita berkonsentrasi pada novel romance saja.
Pada novel muncul satu aliran nan sering disebut sebagai roman. Aliran ini pada jaman sekarang sering juga disebut sebagai novel cinta, novel romantis, novel romance, atau sering disingkat menjadi romance saja. Pada novel romance, romansa menjadi dominan dan juga menjadi konflik utama. Yang membedakannya hanya latar belakangnya, dapat politik, budaya, atau agama tergantung selera dan latar belakang penulisnya. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa latar belakang sosial, kultur, agama, pendidikan, pekerjaan dan pengalaman hayati dari penulisnya turut serta memberi rona pada setiap novel, demikian pula dengan novel romance.
Karena novel romance itu berubah menjadi sangat banyak, maka perlu dibuat pembagiannya. Ini tentu akan memudahkan banyak pihak dalam memahaminya. Misalnya penerbit, penulis dan tentunya pembaca. Pembagian ini antara lain:
Roman Standar
Dinamakan seperti ini sebab isinya memang berupa alur baku kisah cinta, dimana tanpa konflik nan rumit biasanya tokoh laki-laki dan perempuan sudah dikenalkan pada pembaca sejak awal dan pada akhirnya mereka berjodoh. Entah dengan pernikahan, berpacaran, atau sekedar bertunangan. Cara menyelesaikan konflik juga sebenarnya dapat menarik, tergantung kepada kecerdikan dan kepintaran pengarang dalam mengatur dan menjalin cerita.
Pada sisi ini biasanya penulis "mengakali" novelnya agar terlihat menarik dari beberapa hal, misalnya cara kedua tokoh itu bertemu, konflik ketika mereka bertemu, konflik ketika mereka jatuh cinta, dan seterusnya. Itupun konfliknya tak terlalu rumit sebab romansa kedua tokoh tetap harus ditonjolkan. Pada kisah-kisah seperti ini kemudian muncul istilah lain yaitu roman picisan. Disebut picisan sebab memang gampang ditebak, tapi sebagai sebuah bacaan tetap saja menarik. Setidaknya buat pembaca nan berusia remaja atau awal dewasa.
Roman Keluarga
Sinkron dengan namanya, roman nan satu ini mengangkat romansa dalam keluarga. Tapi biasanya beberapa penerbit lebih suka bila keluarga itu dibangun dari pasangan muda nan baru menikah. Tentu ini berhubungan dengan sasaran pembaca. Apalagi pada pasangan pengantin baru dapat saja muncul kemungkinan konflik nan lucu dan menarik. Biasanya buat menarik pembaca, penulisnya akan bermain di area konflik nan berhubungan dengan karier, uang, tetangga, anak, atau mertua.
Masalah-masalah nan muncul diangkat dari kehidupan sehari-hari nan seringkali menjadi sumber konflik. Kemudian konflik itu dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi jalinan cerita nan menarik. Kedewasaan pengarang dalam menggarap tema ini, akan menentukan apakah novelnya itu menjadi berbobot atau tetap ringan dan menjadi roman picisan. Tapi penulis senior seperti YB Wangunwijaya atau NH Dini misalnya, menggarap tema ringan ini menjadi kuat dan berbobot, sehingga nan muncul ialah esensi dari kehidupan secara umum. Memang benar, semua ini tergantung kepada pengalaman, kepintaran dan kedewasaan penulis novelnya sendiri.
Roman Klasik
Kata klasik di sini dapat berhubungan dengan waktu. Biasanya roman klasik dibagi menjadi dua kategori lagi. Yang pertama ialah roman nan mengambil setting waktu lampau, misalnya jaman kerajaan atau jaman penjajahan Belanda. Sementara nan satu lagi ialah setting waktunya di jaman sekarang, tapi novel ini memiliki unsur budaya nan sangat kuat. Misalnya tentang romansa berbeda suku, atau berbeda agama.
Yang membedakan roman klasik dengan roman baku adalah, unsur disparitas budaya dan disparitas seting waktunya sangat ditonjolkan oleh si penulis. Bahkan, kadang kisah cintanya dapat saja berakhir tragis bila memang wajarnya harus demikian. Sementara buat roman standar, ada kesamaan penulis buat "memaksa" kedua tokohnya berjodoh di akhir cerita. novel romance klasik banyak diangkat ke layar lebar terutama hasil karya para penulis Amerika. Kekuatan cerita dengan latar belakang sejarah ini memang memberi tantangan tersendiri kepada penulisnya agar cerita benar-benar seperti sebenarnya terjadi. Dan ketika novel romance klasik ini diangkat ke dalam film, tantangan terbesar bagi pengarah adegan ialah bagaimana memvisualisasikan narasi cerita agar sinkron dengan jaman. Tentu saja bukan perkara mudah apalagi kalau tak ada data komplit tentang segala sesuatu nan terjadi pada masa dimana setting cerita itu dibuat. Namun bila sukses menghadirkannya, akan menjadi daya tarik tersendiri. Salah satu diantaranya ialah film Titanic nan bersetting pada tahun 1920-an.
Roman Remaja
Sengaja roman nan ini dipisahkan sebab secara isi, tokoh nan terlibat di loka ini ialah remaja usia SMA atau bahkan SMP. Tentu maksudnya gaya bahasa, penyebab konflik, penyelesaian konflik, dan target pembaca menjadi sangat berbeda dibanding ketiga kategori nan lain. Di Indonesia sendiri aliran ini dikenal dengan nama teenlight, dengan pasar nan dominan ialah para remaja.
Biasanya sebab "tidak terlalu banyak" variasi konflik nan dimungkinkan dari roman remaja, maka penulis cenderung tak terburu-buru membuat para tokohnya jatuh cinta. Mereka mempermainkan emosi pembaca lewat pertemuan-pertemuan para tokoh nan canggung, dan lain-lain. Sampai akhirnya proses "jadian" memang hampir selalu jadi ending roman remaja. Kehidupan remaja nan penuh gejolak, penuh kejutan, keinginan tahu nan tinggi, modis, melek teknologi dan hal-hal lain nan berkaitan erat dengan global remaja memang dihadirkan secara gamblang, sehingga pembaca merasa bahwa semua tokoh nan ada dalam novel tersebut benar-benar sangat dekat dengan kehidupannya. Bahkan tidak sporadis para pembaca itu sendiri nan mengidentikan tokoh idolanya dengan dirinya sendiri, sehingga ada kecenderungan dan seolah ada interaksi batin nan kuat.