Selain Makanan, Minuman Juga Penyebabnya
Yang Paling Bertanggungjawab
Pihak nan paling bertanggung jawab ialah pembuat makanan tersebut (maaf langsung nuduh). Tidak sedikit di antara mereka entah sebab tak mengerti atau tidak mau mengerti tetap saja memakai bahan-bahan berbahaya bagi manusia.
Berjalan-jalanlah di sekitar sekolah-sekolah dasar nan berada agak di pinggiran kota, maka Anda akan menemukan betapa banyaknya penjaja makanan nan ada di sekeliling sekolah-sekolah tersebut. Perhatikanlah makanan nan dijajakan oleh para penjual tersebut.
Warna-warna makanan nan sangat menyolok, seperti, merah, pink, kuning dan sebagainya. Ambil contoh, nan katanya nugget, sosis nan ditusuk lalu digoreng dengan minyak goreng nan sudah menghitam dan diberi saos nan juga berwarna mencolok. Harganya hanya Rp 500. Apa nan mau diharapkan dari harga segitu buat makanan nan bernama nugget atau sosis?
Bila makanan tersebut dirasakan dengan saksama, niscaya ada rasa pahit. Tetapi, saosnya nan manis pedas bisa menutupi rasa pahit. Makanan seperti inilah nan setiap hari sering dikomsumsi oleh anak-anak.
Sekali dua kali, tubuh anak masih kuat menahan semua zat kimia nan dipakai dalam makanan itu, namun setelah beberapa kali, tubuh anak mulai bereaksi negatif dan menimbulkan keracunan. Selain nugget-nugget-an dan sosis-sosisan, masih ada lagi bakso nan mengandung borak.
Modal nan tak terlalu banyak dan perasaan takut merugi, telah membuat para pembuat makanan menggunakan zat nan sebenarnya buat mengawetkan mayat tersebut.
Kini, tak hanya keracunan makanan nan mengancam anak-anak, penyakit ginjal akut pun telah 'mengintip' dan menunggu waktu saja. Tidak sporadis ditemukan kasus gagal ginjal nan menyebabkan kematian pada anak-anak usia dibawah 12 tahun.
Selain Makanan, Minuman Juga Penyebabnya
Penyebabnya selain makanan juga minuman nan anak-anak beli. Minuman dengan rona nan juga tak kalah menyoloknya. Rasa manis nan sangat hiperbola tentunya bukan dari gula pasir murni.
Para orangtua hendaknya mulai sadar akan bahayanya jajanan sembarangan nan ada di sekitar sekolah. Harga nan murah dengan tak adanya agunan kebersihan dari penjaja makanan, sudah merupakan sebuah frekuwensi bahwa orangtua harus berhati-hati.
Ada baiknya bahwa pihak sekolah menerapkan peraturan spesifik bagi para penjual makanan atau bila perlu sekolah mempunyai kantin sendiri. Bisa dipahami bahwa tak mudah bagi sekolah-sekolah eksklusif buat mempunyai kantin sendiri.
Apalagi bila sekolah tersebut berada di pinggiran kota dengan murid nan begitu banyak, memakai sistem shift pula –pagi dan sore, buat anak-anak nan berbeda. Bagi para penjual, sistem ini membuat mereka bisa meraih laba berlipat ganda.
Perlunya Sidak DIKES dan Balai POM
Bila saja semua makanan itu baik dikomsumsi dan tak berbahaya, tak akan menimbulkan permasalahan baru. Tapi, sebab sudah menyebabkan keracunan makanan, maka pihak nan berkepentingan, seperti, Balai POM, Dinas Kesehatan, dan instansi terkait, harus mengambil tindakan demi menjaga kesehatan anak-anak nan masih belum mengerti mana makanan sehat dan mana makanan nan tak sehat.
Pihak nan berkepentingan hendaknya melakukan penelitian, jangan menunggu ada nan keracunan baru menelurusi penyebabnya. Hendaklah melakukan pemeriksaan mendadak. Sehingga pedagang nan sengaja membuat makanan nan tak sehat atau mengandung racun dapat terdeteksi dengan langsung.
Jika diinformasikan kepada pihak sekolah secara langsung, maka bukan tak mungkin ada nan membocorkan kepada para pedagang. Sehingga apa nan menjadi penyebab keracunan sangat sulit dideteksi.
Atau, jika pun pihak Dinas Kesahatan (Dikes) tak melakukan penelitian, maka pihak kepala sekolah dengan guru nan mengajarkan bidang studi IPA dan Olahraga dapat bekerjasama dalam hal ini. Mereka dapat dengan sendirinya melakukan penelitian.
Namun nan membuat miris, terkadang pihak kepala sekolah terlibat dalam hal ini. Karena mendapatkan pendapatan dari penjualan makanan atau minuman nan dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan di sekolah. Namun, mencoba pretensi tak memahaminya.
Apa nan penulis katakan bukanlah hal nan baru. Kasus seperti ini sudah banyak terjadi. Persis macam konduite korupsi di perkantoran pemerintahan. Selama ada uang epilog mulutnya, maka tidak akan terungkap kejahatan nan kecil tapi berdampak besar.
Keracunan makanan di sekolah kelihatan kecil, tapi efeknya luar biasa. Siswa menjadi terhambat belajar dan kesehatan mereka pun bakal terganggu seterusnya. Namun pihak pedagang dan pihak sekolah terkadang kurang memahaminya. Hanya melihat laba nan didapat sehingga dengan berani melakukan perbuatan nan tercela tersebut.
Karena itu, penulis menyarankan pihak Dikas maupun Balai POM langsung saja melakukan penyelidikan, tanpa harus memberikan informasi terlebih dahulu. Pasalnya, bila diinformasikan bukan tak mungkin hasil penelitian terhadap makanan tersebut dapat tak menunjukkan hasil negatif.
Guru Mesti Berperan Aktif
Sejatinya, buat menyalamatkan siswa dari keracunan makana di sekolah nan terjadi melalui penjualan makanan di kantin bisa juga dilakukan melalui klarifikasi guru bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (untuk anak SD) dan Biologi (untuk SMP dan SMP).
Apalagi saat ini, sudah cukup mudah bagi guru menampilkan contoh jenis makanan nan mengandung racun dengan tak racun. Pasalnya ada gambar-gambar jenis makanan nan beracun dan menjelaskan rasa makanannya.
Di sinilah guru menjadi lebih produktif. Ia dapat menjelaskan dengan detail makanan nan layak di makan oleh siswa. Sungguh, peran guru dalam kelas buat menyelamatkan siswa dari keracunan makanan sangat potensial sekali.
Penjelasan guru memang akan lebih berarti, jika ada nan sampai keracunan makanan. Namun siapa pun tidak mengharapkan ini terjadi. Jangan sampai terjadi, sebab menjadi suatu nan bertentangan dengan harapan dan miris sekali bila benar-benar terjadi.
Peran Orang Tua Juga Penting
Setelah pihak Dinas Kesehatan, Balai POM dan peran pihak sekolah, maka tugas terakhir nan mengingatkan anak-anak agar tak keracunan makanan ialah orang tua. Orang tua harus selalu menyampaikan pesan kepada anak-anaknya buat hati memakan makanan. Jangan sembarang makan.
Meski kelihatan menarik, tapi jika tak mengandung kesahatan maka makanan tersebut tak baik. Jika memakan makanan nan tak baik, sangat mungkin munculnya penyakit. Jika penyakit sudah menyerang, maka tidak dapat berolahraga dan sangat mungkin dirawat inap di rumah sakit.
Tentu saja, nasehat-nasehat menjaga kesahatan menjadi hal nan akan sering diingat anak-anak. Pasalnya, di sekolah ia mendapatkan pesan gurunya buat tak sembarang memakan makanan. Plus, diberikan contoh makanan nan tak sehat. Di rumahnya, siswa pun diberikan nasehat oleh orang tuanya buat tak sembarang memakan makanan juga.
Maka, pesan tersebut bakal membekas di pikirannya. Hingga akhirnya, ia pun menjadi orang nan sangat berhati-hati saat memakan makanan.
Alangkah lebih baiknya, bila orang tua juga menyiapkan makanan sendiri dari rumah. Artinya, siswa bontot makanan dari rumah. Karena orang tua niscaya menjaga kesehatan anaknya dan hanya memberikan makanan nan baik kepada anaknya.
Hanya orang tua nan malas memask saja nan tak mau melakukannya. Ia lebih baik menyuruh anaknya membeli makanan nan didagangkan oleh orang lain, padahal di dalam makanan tersebut terdapat kandungan makanan nan tak sehat. Misalnya saja penyedap rasa.
Orang tua nan terlalu sibuk umumnya melakukannya. Padahal, ketika anaknya harus dirawat di rumah sakit lantaran keracunan baru ia menyadari, bahwa kesibukannya sangat tak berarti dibandingkan kesehatan anaknya nan mesti dirawat inap di rumah sakit beberapa hari.
Maka jadilah orang tua nan dapat berbagi. Jangan jadi orang tua nan hanya sibuk mencari uang, tapi tidak pernah memikirkan bagaimana kondisi kesehatan anak. Ini pernah penulis saksikan sendiri. Orang tua nan tidak pernah berpikir tentang kesehatan anaknya.
Bahkan di hari libur pun, ibunya sporadis masak. Ia lebih memilih buat membeli makanan di warung. Meski ia tahu bahwa makanan tersebut mengandung penyedap. Bahkan, ia tega membiarkan suaminya nan terjangkit penyakit diabetes, nan mestinya menjaga makanannya, tidak menjadi perhatiannya. Ia biarkan saja begitu. Untung saja, Tuhan memberikan rezeki lebih kepada keluarga tersebut.
Namun, gara-gara sikapnya tersebut ia pernah menunggu selama empat hari lantaran anaknya mengidap keracunan makanan. Meski bukanlah penyebab keracunan makanan di sekolah, tapi di pedagang keliling nan dibeli ketika pulang sekolah. Penulis tetap saja melihatnya tidak pernah "kapok".
Semoga sobat Ahira nan membaca artikel ini tak termasuk orang tua nan tidak perduli terhadap kesehatan anaknya.