Antara Pengembangan Dan Bisnis di Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi sebagai media nan menjembatani minat spesifik para siswa nan ingin melanjutkan studinya harus selalu berkembang agar tak tertinggal oleh kemajuan zaman dan teknologi.
Pengembangan perguruan tinggi bisa dilakukan melalui variasi dan terobosan buat meningkatkan minat para mahasiswa nan belajar di dalamnya, sehingga juga akan berdampak positif bagi terciptanya ekuilibrium dalam global pendidikan.
Perguruan tinggi nan notabene ialah loka orang-orang terpelajar harus dilengkapi dengan fasilitas nan mendukung, sebab jika tidak, maka para mahasiswa akan ketinggalan informasi sebab wahana nan tak lengkap. Perguruan tinggi juga harus membuka kolaborasi dengan pihak-pihak lain agar informasi teraktual mengenai global luar dapat diakses oleh mahasiswa.
Terobosan dalam Pengembangan Perguruan Tinggi
Ada beberapa hal nan harus dilakukan oleh penanggung jawab perguruan tinggi agar perguruan tinggi nan dikelolanya menjadi berkembang dan selalu mengalami kemajuan dalam segala bidang. Terobosan nan harus dilakukan ialah sebagai berikut.
1. Wahana dan prasarana nan memadai
Sarana dan prasarana nan memadai sangat mendukung dalam terciptanya minat belajar para mahasiswa. Wahana dan prasarana di lingkungan kampus akan dimanfaatkan oleh mahasiswa buat mengembangkan ilmu nan dimilikinya, agar ilmu itu tidak sekadar hanya menjadi teori, tetapi juga dipraktikkan.
Misalnya, pengadaan laboratorium komputer dan internet, tentu akan memfasilitasi kemampuan mahasiswa di bidang teknologi. Atau misalnya adanya ruang perpustakaan, tentu akan sangat bermanfaat agar para mahasiswa mau membaca sehingga pengetahuannya semakin luas.
2. Tenaga pengajar nan mumpuni
Tenaga pengajar nan mumpuni ialah kunci primer agar perguruan tinggi dapat berkembang. Para pengajar itu bertugas sebagai pengayom, pentransfer ilmu, dan juga sebagai motivator agar mahasiswanya bersemangat buat belajar. Peran tenaga pengajar sangat vital, sebab merekalah nan akan membimbing mahasiswa. Jika para pembimbingnya tak profesional atau tak mumpuni, maka mahasiswanya juga akan sulit buat mengembangkan diri.
3. Lingkungan belajar nan kondusif
Lingkungan belajar nan nyaman dan aman akan sangat membantu meningkatkan semangat mahasiswa buat belajar. Lingkungan belajar juga sangat berpengaruh agar tercipta suasana belajar dan mengajar nan tenang. Misalnya gedung nan nyaman, lingkungan nan tak riuh, tentu akan sangat mempengaruhi minat belajar mahasiswa.
4. Mengadakan kerja sama
Kerja sama dengan pihak luar harus diadakan, agar informasi dari luar dapat masuk ke dalam lingkungan perguruan tinggi itu. Kolaborasi juga berfungsi sebagai relasi, sehingga kelak mahasiswa tak akan kesulitan menentukan masa depannya setelah keluar dari perguruan tinggi.
Itulah beberapa hal nan harus dilakukan buat mengembangkan perguruan tinggi. Pengembangan perguruan tinggi harus selalu dilakukan secara konstan agar semakin meningkatkan minat terutama di mata mahasiswa.
Koneksitas dengan Swatantra Perguruan Tinggi
Persoalan pengembangan perguruan tinggi sejatinya bagian dari mobilitas opini swatantra perguruan tinggi. Karena sulit buat melakukan pengembangan jika masih berada di standarisasi anggaran atau program pemerintah. Pengembangan bisa dilakukan, jika pihak perguruan tinggi diberi kebebasan dalam menentukan mata kuliah nan relevan dan nan dibutuhkan di lingkungan tersebut. Tentunya dalam melakukan ini, pihak perguruan tinggi harus mengkaji dengan konsep need asssesment (analisis kebutuhan).
Dalam melakukan analisis kebutuhan, pihak universitas mesti melihat secara bijak di samping melihat kompetensi dosen nan mengajar. Pasalnya, tidak semua dosen menguasai materi perkuliahan. Maka dari itu, ada standarisasi dosen nan harus ditetapkan oleh perguruan tinggi jika ingin melakukan pengembangan di bawah payun swatantra perguruan tinggi.
Jika perguruan tinggi ingin menghasilkan mahasiswa nan berkualitas, maka nan dilakukan ialah pengembangan pada bidang nan dinyatakan bakal menghasilkan, bukan sekedar pengetahuan. Misalnya Fakultas Agama Islam. Maka materi kuliah nan tidak berhubungan dengan pendidikan hendaknya dihapuskan. Lebih baik pihak fakultas fokus pada mata kuliah-mata kuliah nan berhubungan dengan kependidikan.
Misalnya saja, apakah relevan mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar. Jika ditinjau dari sisi penggunaannya di global pendidikan tentu saja tak sesuai. Pasalnya mahasiswa nan tamat dari Fakultas Agama Islam mestinya mengusai metode mengajar nan baik dan pengetahuan tentang Agama Islam. Apalagi, tamatan dari Fakultas Agama Islam umumnya menjadi guru agama. Maka, pihak Fakultas mestinya fokus mekar mata kuliah tersebut.
Inilah paras pengembangan perguruan tinggi nan mesti dilakukan dalam lingkup swatantra perguruan tinggi. Tanpa melakukan hal ini, cukup sulit menghasilkan mahasiswa nan memumpuni di bidangnya. Namun sudah pihak perguruan tinggi di Indonesia ini memahaminya?
Antara Pengembangan Dan Bisnis di Perguruan Tinggi
Sejak munculnya wacana swatantra pendidikan di perguruan tinggi dan pengembangannya, paras perguruan tinggi pun berubah menjadi ajang bisnis. Pihak perguruan tinggi menampung sebanyak-banyaknya mahasiswa, meski mereka sendiri tidak arahnya mau ke mana dibentuk mahasiswa tersebut. Bukan tak aneh, bila mahasiswa nan tamat kuliah akhirnya menjadi pengangguran.
Padahal bila dikaji, banyak sekali nan dapat dihasilkan oleh mahasiswa setelah menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Apalagi, jika masing-masing fakultas di perguruan tinggi mampu mampu mengembangkan apa nan menjadi ranahnya. Namun semua itu sangat kecil terwujud saat ini.
Kita ambil contoh sederhana saja. Di setiap mata kuliah di perkuliahan, hampir dapat dipastikan mahasiswa diminta buat membuat makalah. Sudah jamak dimaklumi bahwa makalah sendiri ialah sebuah tulisan. Mesti dengan terbiasa membuat makalah, mahasiswa belum pun tamat kuliah sudah dapat menghasilkan uang melalui tulisan-tulisannya.
Karena tulisan makalah hanya memiliki disparitas kecil dengan artikel di surat kabar. Jika mahasiswa mampu memanfaatkan tulisan saja sebagai pekerjaannya, sudah niscaya ketika tamat kuliah ia tidak akan pernah merasa menjadi pengangguran. Ia dapat memanfaatkan peluang menjadi penulis sebagai ladang pekerjaannya. Apalagi saat ini sudah banyak sekali surat kabar dan sudah banyak penerbitan. Hanya dengan lebih memfokuskan sedikit saja, maka ia sudah memiliki pekerjaan.
Nah, alur berpikir seperti ini kurang diajarkan oleh perguruan tinggi, khususnya para dosen. Dosen pun tidak dapat disalahkan secara totalitas. Dapat jadi lantaran honormengajarnya nan kecil membuatnya menjadi kurang bersamangat memotivasi mahasiswanya. Atau pun dapat jadi, dosennya sendiri kurang memiliki pengalaman bahwa dengan menulis dapat menghasilkan uang.
Pengembangan pola pikir mahasiswa seperti ini nan mesti dimunculkan berbarengan dengan pengembangan perguruan tinggi. Agar paras swatantra perguruan nan dielu-elukan selama ini menjadi benar-benar memiliki nilai positif. Bukan malah, dengan adanya swatantra perguruan tinggi melahirkan pola pikir bisnis nan tidak baik. Pasalnya, cukup banyak muncul perguruan tinggi nan tidak begitu memperhatikan kualitas mahasiswanya. Yang terpenting bagi mereka adalah, seberapa banyak mahasiswa nan masuk di perguruan tinggi tersebut.
Padahal, jika pun memiliki mahasiswa nan sedikit, namun menghasilkan dan siap pakai dalam bekerja tentu lebih baik. Bahkan bukan tak mungkin banyak pihak nan ingin melakukan kolaborasi dengan pihak perguruan tinggi. Hanya saja cara berpikir seperti ini belum dimiliki oleh kebanyakan universitas. Kebanyakan perguruan tinggi lebih sibuk memikirkan laba nan sesaat.
Penulis berani mengklaim bahwa dibalik pengembangan perguruan tinggi tersimpan niat bisnis. Bisnis pendidikan silahkan saja, tapi jangan lupa buat tetap meningkatkan kualitas. Jika hanya niat bisnis maka nan akan terjadi akan muncul mahasiswa nan pengangguran. Mahasiswa nan mendapatkan pekerjaan nan tak layak dan tak sinkron dengan pendidikan nan ditempuhnya.
Bahkan banyak mahasiswa nan bekerja di global perbankan mesti ijasahnya sendiri bukanlah mahasiswa ekonomi atau mahasiswa perbankan. Munculnya kerangka berpikir nan krusial memiliki ijasah inilah nan menciptakan muncul masalah di kemudian hari. Salah satu masalahnya adalah, banyak nan membuka perguruan tinggi tujuannya hanyalah buat ‘menjual ijasah’. Meski proses nan dijalani mahasiswa berjalan sinkron aturan.
Namun dari sisi kualitas mahasiswa nan dihasilkan tak bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, penulis sejak awal mencoba menceritakan pengembangan perguruan tinggi baru kemudian memberikan opini tentang pelaksanaannya. Tak ada bukti nan dapat menunjukkan bahwa semua perguruan tinggi dapat menjalankan tugasnya sebagai forum pendidikan nan baik. Meski sudah diberikan swatantra perguruan tinggi agar lebih mudah melakukan pengembangan. Namun hasilnya, tetap saja tak memberikan hasil nan maksimal.
Maka dari itu, pencerahan mahasiswa sendiri nan menjadi titik tolak terciptanya pengembangan perguruan tinggi. Ia harus sadar apa nan mesti dilakukannya agar pengembangan kampusnya dapat tercipta dengan baik. Semoga ke depan dengan munculnya wacana swatantra dan pengembangan perguruan tinggi nan lebih semangat lagi melahirkan perguruan tinggi nan memiliki bukti mampu menyelamatkan mahasiswa dari pengangguran, setelah tamat kuliah.