Cipto Mangunkusumo
Berbicara mengenai pahlawan konvoi nasional , tentu muncul nama-nama pahlawan dalam benak kita. Ada banyak pahlawan nan telah banyak memberikan kontribusi jiwa dan raganya demi kemerdekaan negeri ini. Setiap pahlawan terutama pahlawan konvoi nasional memiliki latar belakang serta cara sendiri-sendiri dalam usahanya buat kemerdekaan Indonesia.
Ada tiga nama pahlawan nan cukup sering kita dengar dan memiliki jasa masing-masing dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ketiga pahlawan tersebut ialah Abdul Muis, Ki Hajar Dewantara, dan dr. Cipto Mangunkusumo.
Abdul Muis
Dunia sastra merupakan salah satu global nan digeluti oleh Abdul Muis. Bagi mereka nan kuliah khususnya di bidang Sastra Indonesia ataupun mereka nan menggemari karya-karya sastra tentunya tak asing lagi dengan pengarang novel Salah Asuhan ini. Abdul Muis merupakan salah satu dari beberapa pahlawan konvoi nasional nan juga aktif di global kepenulisan karya sastra.
Ia dilahirkan di Sungai Puar, dekat dengan Bukittingi, Sumatera Barat pada tanggal 3 Juli 1883. Ia pernah mengecap pendidikan di sekolah kedokteran di STOVIA tetapi tak sampai tamat. Ia pun bekerja sebagai wartawan dan banyak membuat warta nan mengecam Belanda.
Ia menyadari bahwa negaranya harus terlepas dari pengaruh dan penjajahan Belanda. Berkat tulisan-tulisannya, Abdul Muis pun mulai dikenal dan akhirnya terjun ke global politik dengan bergabung bersama Sarekat Islam (SI) dan diangkat menjadi anggota pengurus besar.
Bersama SI, ia berjuang demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ia dan beberapa pahlawan lainnya berada dalam sebuah komite nan bernama Komite Bumiputera nan bertujuan buat menentang maksud Belanda nan hendak melakukan seremoni terbebasnya Belanda dari penjajahan Prancis pada tahun 1913. Ia pun pernah diutus ke Belanda sebagai anggota dari Komite Indie Weerbaar nan membicarakan masalah pertahanan Indonesia menghadapi perang global I.
Dalam kesempatan itu, Abdul Muis mulai memengaruhi para tokoh-tokoh besar di Belanda buat mendirikan sekolah teknik di Indonesia. Akhirnya hal tersebut sukses dan dibangunlah sebuah sekolah teknik bernama Technische Hooge School di Bandung nan sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ia merupakan salah satu anggota SI nan selalu tak berhenti bergerak. Ia berkunjung ke beberapa daerah buat melakukan berbagai perjuangan . Ia pernah menjadi pemimpin pemogokan kaum buruh di Yogyakarta pada tahun 1922. Dampak dari hal tersebut, ia akhirnya diasingkan ke Garut, Jawa Barat, oleh Belanda.
Akan tetapi, pengasingan tersebut tak membuatnya menjadi diam, ia pun turut berjuang di bumi priangan dengan mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan. Abdul Muis pun masih dapat merasakan manisnya kemerdekaan. Ia meninggal di Bandung 17 Juni 1959.
Ki Hajar Dewantara
Berbicara tentang global pendidikan, kita tak dapat terlepas dari nama pahlawan konvoi nasional ini, Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan pelopor pendidikan bagi pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ki Hajar Dewantara pun merupakan pendiri dari perguruan Taman Siswa, nan memang diperuntukkan bagi pribumi buat dapat merasakan pendidikan seperti nan dikenyam oleh para keturunan priyayi dan Belanda.
Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1899. Ia merupakan Bapak Pendidikan Nasional. Tanggal lahirnya pun, 2 Mei, dijadikan sebagai hari pendidikan nasional di Indonesia nan selalu kita peringati.
Ki Hajar Dewantara telah banyak berjasa dalam memperjuangkan pendidikan dan kemerdekaan bangsa ini. Ia pernah belajar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), dan ke STOVIA tetapi tak sampai tamat sebab ia sakit. Ia pun pernah bekerja di beberapa surat kabar dan terkenal sebab tulisan-tulisannya nan mampu membangkitkan semangat antikolonial para pembacanya.
Selain aktif sebagai wartawan, ia pun aktif dalam global politik dan sempat tergabung ke dalam Boedi Oetomo dan aktif di bagian propaganda dan bertugas menyosialisasikan pentingnya rasa persatuan dan kesatuan kepada rakyat Indonesia pada masa itu. Ia pun dengan dua rekannya Ernest Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo nan terkenal dengan sebutan "Tiga Serangkai", mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912 nan memiliki tujuan buat kemerdekaan Indonesia.
Akibat dari aksinya di Indische Partij , ia dan kedua rekannya diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Selama masa pengasingan tersebut, ia memanfaatkan kesempatan tersebut buat lebih mendalami global pendidikan serta pedagogi dan sukses mendapatkan Europeesche Akte. Ia kembali ke Indonesia pada 1918 dan mulai mencurahkan perhatiannya pada global pendidikan di Indonesia. Ia pun bersama rekannya mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922.
Setelah Indonesia memasuki masa kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai posisi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan nan pertama. Ia pun memperoleh gelar Doctor Honoris Causa pada tahun 1957 dari UGM atau Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapatkan gelar tersebut, ia meninggal pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan juga dimakamkan di sana.
Akan tetapi, perjuangan serta cita-cita dari Ki Hajar Dewantara tak pernah padam sebab para penerus pengurus Perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta. Museum tersebut bertujuan buat melestarikan nilai-nilai pendidikan nan pernah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Di dalam museum tersebut juga dapat dilihat benda-benda serta sejarah mengenai perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam usahanya merebut kemerdekaan Indonesia terutama perjuangannya dalam bidang pendidikan sampai terbentuknya Perguruan Taman Siswa ini.
Cipto Mangunkusumo
Pahlawan konvoi nasional ini merupakan seorang dokter nan banyak berjasa tak saja dalam global kedokteran dan kesehatan, tetapi juga dalam usahanya merebut kemerdekaan bangsa. Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Pecangakan, dekat dengan Ambarawa pada 1886. Ia belajar di STOVIA dan sukses mendapatkan gelar dokternya dan bekerja sebagai dokter pemerintah.
Ketika ia ditugaskan di Demak, ia banyak menulis tentang penderitaan rakyat Indonesia dampak dari penjajahan Belanda nan banyak dimuat di harian De Express . Dampak dari tulisannya tersebut, ia pun dipecat dari jabatannya sebagai dokter pemerintah. Tetapi pada tahun 1910 berkat jasanya nan sukses membasmi endemi pes nan terjadi di Malang, namanya semakin terkenal.
Semakin lama dr. Cipto Mangunkusumo semakin aktif di global politik. Bersama dua rekannya, yaitu Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, mereka mendapatkan julukan "Tiga Serangkai" nan aktif menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan menentang pemerintahan Belanda.
Ia pun merupakan salah satu tokoh nan duduk di dalam Indische Partij nan merupakan sebuah partai nan penuh dengan ide pemerintahan sendiri nan dicetuskan oleh penduduk setempat dan bukan dari Belanda. Ia pun sempat diasingkan ke Belanda pada tahun 1913 sebab kegiatan politiknya nan semakin menjadi dan baru kembali ke Indonesia pada tahun 1917.
Dokter Cipto Mangunkusumo menikah dengan seorang gadis keturunan Belanda, Marie Vogel, seorang pengusaha batik pada tahun 1920. Ia tetap berkarir di bidang politik ketika kedua rekannya di "Tiga Serangkai" lebih aktif di global pendidikan. Ia pun akhirnya menjadi anggota dari Volksraad . Dampak dari sikap radikalnya, ia dibuang ke Banda pada tahun 1927 oleh pemerintah Belanda. Ia meninggal pada tahun 1943 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Ambarawa.