Merantau ke Jakarta

Merantau ke Jakarta

Bagaimanakah kisah pengusaha berhasil satu ini mampu memberikan inspirasi kepada banyak orang? Seorang laki-laki nan menjual burger ala Indonesia satu ini mengalami berbagai hal nan dianggap sebagai suatu penderitaan. Bagaimanakah ia dapat mengubah nasibnya hingga ia sukses menjadi seperti sekarang? Suatu kisah nan sangat menarik buat dicermati.



Made Ngurah Bagiana

Dulu, Made Ngurah Bagiana bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah lelaki pengangguran nan bekerja serabutan di tengah belantara Jakarta. Berbagai profesi pernah ia kerjakan, tukang cuci pakaian, kuli bangunan, kondektur bis PPD, jualan telur, sampai sopir omprengan mobil pick-up rute Kampung Melayu–Pulogadung–Cililitan. Perantauannya dari Bali seakan hanya menambah derita hayati nan memang sudah susah di kampung halamannya.

Beruntung, pria kelahiran 12 April 1956 ini memiliki tekat kuat buat dapat bertahan hidup. Ia tetap mempunyai mimpi. Mimpi latif mempunyai rumah sendiri, mobil sendiri dengan anak-anak nan tidak harus bekerja sekeras dirinya. Mimpi itu telah terlihat nyata. Sekarang, ia memiliki lebih dari 10 pabrik dan 2.000 outlet Edam (diambil dari namanya nan dibaca terbalik). Saat ini, outlet-outlet burger Edam dengan mudahnya kita temui di pelataran ruko-ruko kota Jakarta. Bahkan, kota-kota besar lainnya se-Indonesia.

Masyarakat Indonesia nan seolah sangat bahagia dengan makanan nan berbau kebaratan, ternyata memang membuktikan kalau mereka menyukai makanan itu dengan sepenuh hati. Buktinya ialah walaupun rasa burger itu diganti dengan selera Indonesia, mereka tetap suka. Apalagi dengan harga nan lebih murah sebab bahan-bahannya diproduksi dari dalam negeri. Rasa burger nan cukup enak ini membuat bisnis burger Edam berkembang dengan pesat.

Made menuai berhasil secara finansial. Tentu saja laki-laki satu ini tak lupa dengan perjuangannya berusaha mendapatkan kehidupan nan lebih baik. Ia mengajak banyak orang lain buat berbisnis bersamanya. Ia tidak mau berhasil sendirian. Tentu saja bukan sesuatu nan menyenangkan kalau menjadi kaya seorang diri. Made ingin orang lain juga menikmati kemudahan hayati dengan penghasilan nan cukup lumayan. Ia pun menjual hak penjualan Edam dengan cara waralaba. Inilah cara nan paling cepat menyebarkan burger Edam ke seluruh nusantara.

Bahkan di pinggiran kota Palembang, tepatnya di Maskarebet, penjual burger Edam ini dapat ditemukan. Para pembelinya ialah anak-anak sekolah. Harganya nan nisbi murah dan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga burger KFC atau burger lainnya nan dijual di restoran cepat saji, membuat penjualan burger ala Indonesia ini cukup disenangi. Rasanya tak terlalu mengecewakan. Inilah cara mengindonesiakan makanan luar negeri. Sama dengan pizza nan dibuat menjadi pizza rasa Indonesia nan dinamai Pizza Rakyat.

Pizza Rakyat ini lebih berisikan bahan makanan seperti sayur mayur dari Indonesia, misalnya buncis, wortel, dan sayuran lainnya. Saosnya pun dibuat dengan menyesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Tentu saja adonan pizza tak terlalu garing sebab orang Indonesia kurang menyukai adonan pizza nan garing seperti adonan pizza orisinil dari Italia nan sangat pipih, agak keras, dan garing.



Masa kecil

Kisah pengusaha sukses , Made Ngurah Bagiana bermula dari perjuangan hidupnya nan luar biasa. Ia terlahir sebagai anak ke-6 dari 12 bersaudara. Masa kecilnya di Singaraja, Bali, terbilang sulit. Dengan, keluarga besar seperti ini bukanlah perkara mudah bagi kedua orangtuanya buat memberi kehidupan layak. Tak seperti anak kecil lainnya, Made kecil tidak pernah diberi uang jajan, makan saja sudah susah. Made kecil niscaya ingin seperti teman-temnanya nan lain nan dapat jajan dan makan dengan makanan nan ia sukai.

Untuk dapat mendapatkan uang, ia harus berjualan dulu di pasar sebelum pergi ke sekolah. Mulai dari daun pisang, buah-buahan, telur. Pokoknya, apapun nan dimiliki keluarganya dan dapat dijual, ia lakoni buat dapat menyambung hidup. Tak pernah terbayangkan olehnya waktu itu buat menjadi pengusaha burger, makan burger saja ia tidak pernah tahu. Pikirannya saat itu ialah bagaimana caranya mendapatkan uang dan ia dapat makan dengan sedikit agak kenyang. Tentu saja ia harus berbagi dengan saudara-saudaranya nan lain.

Sebagai laki-laki Bali tulen, rasa tanggung jawabnya nan sangat besar kepada keluarga dapat diacungi jempol. Ia tak mengeluh. Seperti orang Bali kebanyakan nan memang bahagia bekerja keras, Made pun seperti itu. Tiadak konsep menyerah dengan keadaan. Otaknya selalu berputar bagaimana caranya mendapatkan cara agar ia dan keluarganya dapat hayati dengan layak. Apalagi berbagai upacara adat Bali membutuhkan dana nan tak sedikit. Kesulitan ternyata membuat Made terus bergerak dan tak akan berhenti hingga ia mendapatkan apa nan ia inginkan. Ia merasa bahwa mungkin Bali bukan tempatnya berladang. Oleh sebab itu ia berangkat ke ibukota, Jakarta.



Merantau ke Jakarta

Selepas menamatkan sekolahnya di STM bangunan, Made merantau ke Jakarta pada 1975. Di Jakarta, ia menumpang di rumah kakaknya di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur. Di rumah kontrakan sederhana itu, ia harus rela bekerja apa saja selama tak melanggar hukum. Sejak saat itu, dimulailah era petualangannya menempuh kerasnya kehidupan di ibukota. Made muda tetap mempunyai jiwa nan kuat dan tubuh nan tidak kalah kuatnya. Ia rela melakukan apapun demi mendapatkan selembar demi selembar rupiah nan ia butuhkan buat hidupnya.

Pekerjaan pertamanya di Jakarta ialah tukang cuci pakaian. Made nan lulusan STM bangunan itu harus berkutat dengan seabrek baju kotor setiap harinya dengan bayaran tak seberapa. Namun, Made tak berkecil hati. Semua ini ia lakoni demi sesuap nasi. Bukannya ia tak berusaha mengubah nasibnya. Setelah itu, ia sempat berganti-ganti pekerjaan menjadi kuli bangunan, kondektur, pengecer telur, dan supir omprengan. Berbagai pekerjaan itu ia coba dengan asa bahwa ada dari salah satu pekerjaan itu nan memberikan penghasilan nan lebih besar dari hanya sekedar tukang cuci pakaian.

Ia mempunyai impian. Ia ingin menikah dan membangun keluarga. Tentu saja ia tidak mau istri dan anak-anaknya menderita. Namun memang terkadang perjuangan harus diperpanjang.. Bukannya Tuhan tak sayang dengan umatNya, tetapi itulah cara Tuhan memperlihatkan kasih sayangnya. Tuhan ingin Made tetap merasa rendah hati dan tetap bekerja keras.



Menikahi Teman Sekampungnya

Saat Made menjadi sopir omprengan, ia menikahi Made Arsani Dewi pada 25 Desember 1985. Made Arsani Dewi ialah teman sekampungnya di Singaraja. Setelah menikah, kehidupannya mulai membaik. Ia sempat membeli rumah kecil di sapta Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Bahkan, Made dapat membeli mobil pick-up sendiri. Dari hasil omprengan mobil bak terbuka itulah, Made menafkahi keluarganya. Made mulai menaruh asa bahwa hidupnya mulai menunjukkan arah nan terang. Teryata perjuangan hayati itu harus terus dilakukan dan tak boleh berhenti walaupun terasa agak sedikit menyenangkan.

Namun, cobaan hayati kembali menerpanya. Usaha mobil omprengan nan semula lancar akhirnya bangkrut dampak deflasi melanda Indonesia saat itu. Made terpaksa harus menjual rumah dan mobil sumber nafkah satu-satunya tersebut. Made kembali menjadi “kontraktor”, ia dan keluarganya mengontrak sebuah rumah di daerah Klender. Ia tak mengeluh. Istrinya nan orang Bali itu juga sangat paham bahwa kehidupan niscaya ada turun naiknya. Ia pun tabah dan terus mendampingi suaminya dengan setia.

Tuhan memang tidak akan membuat umatNya bersedih terus-menerus. Niscaya ada satu titik ketika umatNya tersenyum sebab mendapatkan kebahagiaan berupa harta nan memang sangat diharapkan. Kejadian ini juga menimpah Made dan keluarganya. Berangsur pemasukan dan pendapatan Made meningkat seiring dengan perubahan bentuk bisnis nan dilakoninya. Made mulai berani mengambil resiko. Ia tahu bahwa tidak ada kesuksesan kalau ia tidak mau mencoba terus.



Tuhan Maha Adil

Semua cobaan hayati nan menerjangnya monoton ternyata berujung manis. Pada 1990, Made meminjam uang ke temannya buat usaha. Ia terinspirasi oleh pedagang burger keliling dengan menggunakan gerobak. Dari uang pinjaman sebesar 1,5 juta rupiah itulah, ia membeli berbagai perlengkapan dan bahan nan dibutuhkan. Tak disangka, usaha burgernya ternyata laris manis.

Berawal dari satu gerobak nan ia jalankan sendiri, akhirnya ia memiliki 40 gerobak dalam waktu hanya 2 tahun. Tak puas dan berhenti di sini saja, Made pun mengembangkan citarasa burger nan diciptakannya sendiri sekaligus membangun pabrik rotinya. Sejak saat itulah, burger Edam banyak dikenal masyarakat hingga saat ini. Sungguh Tuhan Maha Adil. Kisah pengusaha sukses ini memang cukup menyentuh.