Faktor Pendukung Kualitas Belajar
Pernahkah kita sempat bertanya, bagaimana kualitas belajar siswa sekarang? Seorang sahabat suatu kali pernah bercerita tentang kesibukan anaknya ikut berbagai les tambahan padahal masih duduk di bangku SMP. Orangtua mengeluh sebab harus mengeluarkan biaya lebih buat pelajaran tambahan itu.
Belum lagi waktu nan tersita buat mengantarkan dan menjemput anak-anak mengikuti pelajaran tambahan. Cerita seperti ini bukanlah cerita nan pertama terdengar. Bukan hanya orangtua nan mengeluhkan beratnya beban pendidikan saat ini tetapi banyak pula anak-anak nan merasa berat dengan tuntutan beban belajar.
Anak-anak nan duduk di sekolah dasar pun sudah menerima pekerjaan rumah nan bertumpuk-tumpuk setiap hari dengan jam pelajaran sekolah nan semakin panjang. Akibatnya waktu bermain semakin bergeser, hari-hari lebih banyak dikuasai dengan buku-buku dan keharusan buat belajar. Global bermain anak-anak nan pelan-pelan hilang membuat anak-anak membenci sekolah dan kegiatan belajar.
Sekolah dan belajar menjadi hal nan membosankan dan menakutkan. Lebih tersentuh lagi saat melihat anak-anak kecil nan duduk di taman kanak-kanak. Taman nan seharusnya dipenuhi dengan kegiatan bermain telah menjelma menjadi kegiatan belajar nan serius. Anak-anak di taman kanak-kanak telah diajarkan cara membaca dan berhitung seperti layaknya anak-anak nan duduk di sekolah dasar . Nah, pertanyaan nan selanjutnya muncul ialah bagaimana kualitas belajar siswa sekarang? Apakah dengan beban belajar nan semakin berat ini dapat diartikan kualitas belajar siswa semakin tinggi pula?
Tujuan belajar ialah buat meningkatkan kemampuan seseorang dalam bidang tertentu. Di sekolah proses belajar membutuhkan partipasi aktif dari para siswa dan guru. Belajar dapat dilakukan dengan banyak cara, tak hanya dengan menghafal dan membaca buku-buku tetapi juga melalui diskusi, percobaan bahkan melalui permainan-permainan. Belajar menjadi semakin efektif dan menghasilkan sesuatu nan positif bila dilakukan dengan riang gembira tanpa paksaan. Kebebasan nan dirasakan saat belajar menimbulkan rasa tertarik buat terus belajar dan kenyamanan.
Dari kenyamanan ini, seluruh potensi seseorang dapat tergali dengan maksimal. Lantas apakah nan menjadi indikator kualitas belajar siswa? Dalam lembar kompetensi penilaian pendidikan, keberhasilan pembelajaran diartikan sebagai ketuntasan dalam belajar dan dalam proses pembelajaran. Ketuntasan dalam belajar ditandai dengan tercapainya seluruh kompetesi yakni pengetahuan, keterampilan , sikap dan nilai. Ketuntasan dalam belajar bisa dilihat dalam Norma berpikir dan bertindak di kehidupan sehari-hari. Tentu saja masing-masing jenjang pendidikan memiliki ketuntasan belajar nan berbeda-beda.
Faktor Pendukung Kualitas Belajar
Menuntut kualitas belajar nan baik tanpa memperhatikan faktor-faktor nan mendukung tercapainya kualiatas belajar tersebut sama saja mengharap sebuah pohon dapat berbuah tanpa pernah memberinya pupuk. Fakta nan terdapat saat ini ialah siswa semakin tak menyukai kegiatan belajar. Kegiatan menjadi kegiatan nan menakutkan dan membosankan. Akibatnya ketika ujian tiba muncul rasa ketakutan nan luar biasa. Guru pun semakin sulit menciptakan suasana belajar nan nyaman dan penuh semangat.
Lantas di manakah letak kesalahannya? Apakah kesalahan terletak pada kurikulum ataukah pada ketidakmampuan guru menjadikan kegiatan belajar sebagai kegiatan nan menyenangkan? Nah, buat menjawab pertanyaan bagaimana kualitas belajar siswa sekarang ini, mari kita urai terlebih dahulu faktor-faktor pendukung kualitas belajar.
1. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia di sini ialah guru, siswa dan orangtua karena peran guru, siswa dan orangtua tak dapat dilepaskan dari terciptanya kualitas belajar nan baik. Guru sebagai tenaga pengajar wajib memiliki wawasan nan luas, kreativitas nan tinggi dan kepekaan terhadap para siswa nan diajarnya. Wawasan nan luas bila tak diikuti kreativitas saat mengajar hanya akan menimbulkan kebosanan atau kejenuhan bagi para siswa nan diajar.
Sebaliknya, seorang guru nan kreatif dapat menyampaikan materi nan sangat membosankan sekalipun menjadi sesuatu nan menyenangkan. Selain itu, seorang guru juga harus memiliki semangat dan antusias dalam mengajar. Semangat dan keantusiasan seorang guru akan menular pada siswa-siswanya. Siswa pun jadi lebih bersemangat dalam belajar.
Peran siswa dalam mendukung kualitas belajar juga tidak kalah pentingnya. Siswa nan memiliki semangat tinggi, disiplin dan kreatif menjadikan proses belajar menjadi menyenangkan buat para guru dan teman-temannya. Di sinilah orangtua dapat berperan buat mendorong anak-anak memiliki semangat buat belajar dan mendukung proses kreatif belajar tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah.
Sedari dini orangtua perlu menanamkan betapa pentingnya proses belajar buat anak-anak dan masa depan mereka. Orangtua juga dapat mendorong semangat buat belajar dengan menciptakan suasana nan mendukung proses belajar di rumah nan merupakan kelanjutan dari proses belajar di sekolah.
2. Fasilitas
Tidak semua sekolah di pelosok tanah air punya keberuntungan memiliki fasilitas-fasilitas nan memadai. Sekolah-sekolah di pinggiran dan di daerah-daerah terpencil harus puas belajar dengan fasilitas kelas seadanya, tanpa kehadiran ruang laboratorium , lapangan olahraga dan perpustakaan nan memadai. Fasilitas nan serba terbatas ini tentu saja menjadi hambatan bagi para guru buat menyampaikan materi pelajaran.
Para siswa pun terhambat dalam memahami materi pelajaran sebab disampaikan dengan fasilitas-fasilitas nan terbatas. Selain fasilitas pendidikan nan memandai, kelengkapan penunjang seperti buku-buku juga perlu diperhatikan. Bahkan, banyak di sekolah pelosok jumlah guru sangat tak memadai dengan jumlah murid nan harus diajar. Bahkan kerp kita jumpai di berota-berita tentang adanya sebuah sekolah didaerah nan tak ada gurunya.
3. Materi Belajar atau Kurikulum
Materi belajar atau kurikulum terus mengalami perombakan dari tahun ke tahun. Pergantian menteri pendidikan biasanya diikuti dengan perubahan kurikulum pula. Materi belajar atau kurikulum ini turut mempengaruhi kualita belajar siswa. Kurikulum nan disusun dengan baik membuat pengajar mudah memahami, mengolah dan menyampaikannya kepada para siswa.
Sebaliknya, kurikulum nan membingungkan, membatasi kreativitas para guru pengajar bisa menghambat peningkatan kualitas belajar siswa. Kurikulum nan tak tepat menjadi pemicu guru-guru kehilangan semangat mengajar dan siswa kehilangan semangat belajar.
Guru nan berkualiatas ialah guru nan dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi sebuah pembelajaran nan dapat diterima para siswa tanpa mengenal batasan. Tentu saja dengan catatan kurikulum tersebut harus membuka ruang nan selebar-lebarnya bagi guru buat berkreativitas sehingga guru memiliki kesempatan buat mengolah kurikulum semenarik mungkin bagi proses pembelajaran.
Masing-masing jenjang pendidikan sekolah memiliki kurikulum pembelajaran nan berbeda-beda. Karena itu jenjang pendidikan sekolah dikelompokkan berdasar umur tertentu. Tujuan pembelajaran buat anak usia taman kanak-kanak tentu tak sama dengan tujuan pembelajaran buat anak-anak usia sekolah dasar. Bila tujuan pembelajaran digeser, tentulah anak-anak akan menanggung beban berat nan tak sinkron dengan umur dan kemampuannya. Akibatnya, proses belajar tak lagi menyenangkan dan prestasi siswa pun semakin menurun.
Nah, bila salah satu faktor pendukung di atas belum ada atau belum terpenuhi secara maksimal, lantas bisakah pertanyaan bagaimana kualitas belajar siswa sekarang dapat dijawab? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab bila faktor-faktor pendukungnya telah terpenuhi sehingga evaluasi tentang kualitas belajar siswa bisa dilakukan secara adil dan tepat. Sebab bila ada pertanyaan bagaimana kualitas belajar siswa sekarang sudah niscaya tak dapat tercapai secara maksimal faktor-faktor pendukungnya tak tersedia atau tak terpenuhi.