Seorang Pujangga W.S. Rendra

Seorang Pujangga W.S. Rendra

Siapa tak kenal W.S. Rendra, sastrawan kawakan nan menggeluti global sajak dan puisi selama bertahun-tahun? Lewat kata-katanya, Rendra memberitahu kita tentang hakikat dari berbagai hal nan selama ini terjadi di sekitar kita, termasuk sajak perjuangan.

Kata-katanya tak hampa, melainkan mengajak kita merenung tentang humanisme dan menuntut kita bertanya tentang apa nan harus kita lakukan buat sekitar kita. Hingga walaupun dia telah tiada, sajak-sajaknya masih "berbicara" dengan kita, mengajak buat turut berpikir tentang hal-hal nan selama ini luput dari pikiran.



Sajak Perjuangan W.S. Rendra

Salah satu sajak nan dia tulis ialah sebuah sajak perjuanganberjudul “Aku Tulis Pamplet Ini”. Dalam sajak ini, dia menyuarakan sebuah jeritan hati kaum terpinggir nan selalu terhalang buat menyampaikan aspirasinya. Arti perjuangan dalam sajaknya ini bukanlah sekadar perang melawan penjajah dan semacamnya, melainkan juga sebuah upaya buat menyuarakan pembelaan hak-hak nan dikebiri.

Ketidakadilan nan dirasakan sebagian masyarakat Indonesia, terutama dalam hal mendapatkan kehidupan layak, seakan membuka mata kita bahwa kita telah mengabaikannya selama ini. Telah berulangkali kita mendengar masih banyak masyarakat nan belum merasakan kehidupan nan sejahtera, tapi tidak terlihat wujud peduli nan nyata.

"Diam ialah emas". Pepatah ini merupakan pepatah nan sangat populer, tapi jika diam nan dilakukan tak melakukan apa-apa, sama saja dengan membiarkan keadaan semakin tak kondusif.

Puisi sekiranya dapat Anda tempuh buat menyampaikan kritik nan cerdas terhadap keadaan sosial kita. Membuat kritik nan cerdas melalui sebuah puisi merupakan cara nan cukup elegan dan modern. Bahasa puisi nan sarat makna dan tajam, seakan dapat menggugah nurani.

Seperti apa kritik cerdas buat keadaan sosial kita melalui sebuah puisi? Apakah berisi semua aspirasi, keberatan, protes kita belaka? Mengkritik melalui puisi tidak perlu secara lugas, tetapi dapat dengan menggunakan bahasa kiasan, seperti nan dapat Anda lihat dalam sajak perjuangan W.S. Rendra berikut ini.

Di awal sajak ini, Rendra mengeluhkan betapa saluran-saluran aspirasi negara sudah tak memadai lagi buat menyuarakan hak rakyat kecil. Dia menyayangkan sikap penguasa nan tak mau mendengar suara rakyat nan diperintahnya. Namun, di sisi lain, dia miris terhadap mental rakyat kecil nan diliputi ketakutan ketika seharusnya berani memperjuangkan hak-haknya. “Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?” tulisnya.

Karenanya, di akhir sajak nan dia tulis pada 1978 ini, dia menyadarkan kita bahwa tak ada nan perlu ditakuti. Justru sebaliknya, setiap warga negeri ini harus berani menyuarakan kebenaran. Karena, katanya, “ternyata, kita toh manusia!” Lebih lengkapnya, inilah sajak nan dimaksud.

Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra

Aku tulis pamplet ini
sebab forum pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an

Apa nan terpegang hari ini
dapat luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hayati akan menjadi sayur tanpa garam
Forum pendapat generik tak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
sebab pamplet bukan tabu bagi
penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran nan merdeka.

Matahari menyinari airmata nan berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
nan teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
sebab mitra dan versus ialah
saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari nan tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi niscaya terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
saya melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !



Seorang Pujangga W.S. Rendra

Rendra ialah seorang sastrawan Indonesia nan melegenda. Rendra mulai terlihat bakatnya ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama. Pada waktu itu, ia mulai menunjukkan kemampuan menulis karya sastra dengan menghasilkan puisi, cerita pendek, dan naskah drama buat berbagai kegiatan di sekolahnya.

Selain itu, Rendra juga berbakat di atas anjung dengan menampilkan karya dramanya dan ia juga tampil buat membacakan puisi karyanya sendiri. Karyanya tersebut dinilai sangat bagus oleh para penonton.

Pada tahun 1952, Rendra pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa melalui majalah “Siasat”. Kemudian, karya-karya puisinya nan lain pun ikut menghiasai berbagai majalah pada saat itu, seperti pada majalah Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Karya-karya Rendra sejak saat itu terus mengalir sampai dasa warsa selanjutnya. Terutama pada majalah tahun 60-an dan 70-an nan saat itu terbit.

Selain puisi, Rendra juga bisa menghasilkan karya sastra lainnya, yaitu drama. Drama nan pertama kali dipertunjukkan ialah drama nan berjudul “Kaki Palsu” nan ditampilkan ketika ia di bangku SMP.

Pada waktu Rendra duduk di bangku SMA, drama nan berjudul “Orang-Orang di Tikungan Jalan” ialah karya drama Rendra pertama nan mendapatkan sebuah penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Penghargaan nan di dapatkan oleh Rendra tersebut menjadi pemicu buat terus menghasilkan karya-karya baru nan bagus dan berkualitas.

Di dalam buku Sastra Indonesia Modern II , tahun 1989, Prof. A. Teeuw berpendapat bahwa dala sejarah kesustraan Indonesia modern, Rendra tak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok angkatan ’45, angakatan ’60, atau angkatan ’70. Akan tetapi, Rendra memiliki kepribadian dan kebebasannya sendiri dari hasil karya-karyanya.

Rendra menghasilkan karya sastra nan berkualitas, sehingga karya-karyanya terkenal di luar negeri. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya karya sastra Rendra nan dterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India. Selain itu, Rendra juga aktif dalam mengikuti banyak festival di luar negeri. Festival tersebut di antaranya ialah sebagai berikut.

  1. International Poetry Festival tahun 1971 dan 1979,
  1. The Valmiki International Poetry Festival di New Delhi tahun 1985,
  1. Berliner Horizonte Festival di Berlin tahun 1985,
  1. The First New York Festival of The Arts tahun 1988,
  1. Spoleto Festival di Melbourne,
  1. Vagarth World Poetry Festival di Bhopal tahun 1989,
  1. World Poetry Festival di Kuala Lumpur tahu 1992, dan
  1. Tokyo Festival tahun 1995.

Sebuah karya memang bisa menghasilkan sebuah ide nan cerdas buat membangun keadaan sosial di negeri ini. Keadaan sosial negara ini semakin hari semakin terpuruk. Apakah sistem pemerintahannya nan salah atau masyarakatnya sendiri nan salah menjalani sistem di negeri ini.

Apabila saling menyalahkan satu sama lainnya, maka persoalan nan menyangkut kesejahteraan negeri ini tak akan selesai. Mulailah memperbaiki diri sendiri dan mensejahterakan diri sendiri.

Mulai memperbaiki diri dengan peduli pada lingkungan sosial sekitar kita. Peduli dengan keadaan sosial di lingkungan kita dan membantu kepada orang nan memerlukan donasi kita.

Dengan menghasilkan sebuah karya sastra, kita bisa membantu memperjuangkan hak asasi manusia, terutama di Indonesia ini. Dengan berkaya saja, kita bisa memperjuangkan hak kita dalam berkarya.

Di zaman reformasi ini, seseorang bebas buat berkarya. Berbeda dengan zaman orde lama dan orde baru. Para sastrawan dibatasi dalam berkarya, bahkan sampai ada hasil karya sastranya dilarang diterbitkan.

Untuk itu, bersyukurlah pada saat ini nan tak ada embargo dalam menghasilkan sebuah karya sastra. Kita bisa menghasilkan berbagai macam karya, trmasuk sajak nan bertema perjuangan ini.

Akan tetapi, meskipun ada kebebasan dalam berkarya, bukan berarti tak ada anggaran atau etika dalam berkarya. Anggaran dan etika dalam berkarya juga harus tetap diperhatikan, seperti memperhatikan kebiasaan nan berlaku di masyarakat Indonesia.

Demikian sajak perjuangan nan ditulis oleh W.S Rendra nan merupakan sebuah kritik sosial bagi pemerintah. Semoga informasi tersebut bermanfaat dan bisa menambah wawasan Anda buat terus berkarya dan menghasilkan karya sastra nan berkualitas. Selamat mencoba.