Kumpulan Puisi Wiji Thukul

Kumpulan Puisi Wiji Thukul

Karya sastra kerap mengilhami banyak orang buat melakukan berbagai kegiatan, termasuk kegiatan di luar sastra. Misalnya saja kelompok musik nan tiba-tiba menggubah teks puisi menjadi sebuah lagu nan lazim disebut dengan musikalisasi puisi. Puisi nan mereka musikalisasi, umumnya memang terdapat dalam sebuah buku kumpulan puisi , entah apakah itu kumpulan puisi perorangan entah kumpulan puisi bersama.

Puisi memang seolah-olah tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Entah orang tersebut memang pada dasarnya menyukai puisi atau tidak. Entah pandai menulis puisi atau tidak. Namun nan pasti, ia tak asing dengan puisi, dan pastilah memiliki riwayat nan berhubungan dengan puisi. Riwayat tersebut dapat secara akademis atau pun sifatnya empiris, berdasarkan pengalaman.

Misalnya saja menulis rentetan kata nan ia kategorikan sebagai sebuah teks puisi buat seseorang nan dicintainya atau sekedar merefleksikan perasaannya pada suatu waktu tertentu. Secara tak sadar, ia sebetulnya telah membuat sebuah kumpulan puisi, meskipun jumlahnya hanya sedikit. Katakanlah hanya 5 atau 10 bahkan 15 puisi, minimal puisi tersebut berisi ungkapan perasaan terhadap seseorang nan dipuja, nan dicinta.

Banyak nan memberikan definisi mengenai puisi. Ada nan berpendapat bahwa puisi merupakan sederet kata-kata indah, ada pula nan menyatakan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan penulisnya, dalam hal ini penulis puisi disebut sebagai penyair. Ada pula nan menyebutkan bahwa puisi merupakan deretan kata nan membentuk suatu bunyi dalam pola-pola tertentu.

Bahkan dalam sebuah film keluaran Hollywood, yakni Poet Dead Society , dinyatakan bahwa puisi adalah buat membuat wanita pingsan. Apapun definisinya, siapa pun dapat saja membuat pengertian mengenai puisi. Ada pula nan berpendapat, tidak krusial lagi mengenai definisi puisi, nan krusial adalah kata tersebut memiliki makna, mewakili sesuatu, dan bisa diapresiasi oleh siapa pun nan membacanya.

Saat ini, rasa-rasanya banyak pula nan menulis puisi. Media publikasi nan semakin canggih dan majemuk memudahkan seseorang buat benar-benar mempublikasikan teksnya sebagai teks puisi. Mulai dari internet, media massa, atau jurnal-jurnal kebudayaan nan diterbitkan secara berkala.

Pembuatan puisi secara bersama-sama pun atau lazim disebut kumpulan puisi atau antologi puisi sedang naik daun saat ini. Kumpulan puisi tersebut mulai dari kumpulan puisi-puisi orang per orang dalam satu buku atau kumpulan puisi nan memuat sejumlah penyair.

Setiap kumpulan puisi nan dibukukan pastilah memiliki satu judul. Untuk kumpulan puisi pribadi, judul puisi akan dipilih dari salah satu puisinya nan ia anggap sebagai puisi andalan. Bagi kumpulan puisi bersama, judul kumpulan puisi dapat dipilih dari salah satu penyair atau ditentukan judul baru nan mewakili holistik puisi para penyair tersebut.

Judul baru nan tak ada sangkut pautnya dengan judul salah satu puisi dalam kumpulan dianggap paling adil sehingga tak ada rasa prioritas atas salah satu puisi. Namun, semuanya tergantung kepada para penyair nan tergabung dalam kumpulan puisi tersebut.

Jika dahulu kita hanya mendapati kumpulan puisi dari penyair terkenal nan memang tidak diragukan lagi sisi kepenyairannya, saat ini banyak sekali kumpulan puisi dari penyair-penyair muda atau bahkan nan mengklaim dirinya sebagai penyair. Dahulu, kita menemukan kumpulan puisi nan terdiri atas beberapa penyair dalam kumpulan puisi berjudul Tonggak.

Kumpulan puisi ini terdiri atas empat jilid, yakni Tonggak 1, Tonggak 2, Tonggak 3, dan Tonggak 4. Kumpulan puisi Tonggak disunting oleh seorang penyair juga, yakni Linus Suryadi AG. Para penyair nan karyanya masuk dalam kumpulan puisi Tonggak memang penyair nan benar-benar penyair. Dalam kumpulan puisi Tonggak, masing-masing penyair memuat 10 buah karya puisinya.

Kumpulan puisi Tonggak dilengkapi pula dengan biodata formal masing-masing penyair nan disajikan secara singkat, namun lengkap. Melalui kumpulan puisi Tonggak, setiap pembaca dapat mendapat bahan studi banding, memperoleh citra gambaran penyair, dan pembaca dapat menelusuri lebih jauh mengenai puisi dan penyairnya sebagai bahan referensi. Kumpulan puisi Tonggak diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia.



Kumpulan Puisi Wiji Thukul

Banyak sekali kumpulan puisi karya penyair terkenal. Aku ingin Jadi Peluru adalah kumpulan puisi seorang penyair besar nan lahir dari kalangan orang melarat. Dia hanya seorang tukang sablon, istrinya buruh jahit, dan mertuanya tukang rongsokan. Dia ialah Wiji Thukul nan dengan keras mengkritik sistem pemerintahan orde baru nan sangat korup sehingga memiskinkan jutaan rakyat Indonesia seperti dirinya.

Namun, dirinya nan bersahaja menolak ketika disebut seorang pahlawan sebab kumpulan puisinya membela kaum nan lemah, orang-orang miskin dan terkucilkan atas ketidakadilan nan dilakukan pemerintah. Kumpulan puisi penyair ini hanya membela dirinya, katanya, "hanya kebetulan saja jika ada nan berempati terhadap kumpulan puisi saya, yaitu orang-orang pinggiran nan senasib dengan saya."

Puisi-puisi nan terangkum dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru , hampir semua bertemakan tentang kekerasan terhadap orang-orang miskin, kejahatan jalanan, ketidakadilan pemerintah, kritik sosial nan tajam, juga global pendidikan nan penuh kemunafukan.

Dia telah menciptakan kumpulan puisi sebagai empiris nan terbangun sebagai tafsir baru, sebuah empiris nan dihadapi rakyat Indonesia saat orde baru berkuasa. Kita akan melihat sebuah wacana buram dalam kumpulan puisi nan dia ciptakan.

Realitas nan muncul dalam berbagai bentuk kekerasan, ketidakadilan, kemunafikan, bersama dengan ketidakberfungsian bahasa tafsir nan sudah dijadikan alat rekayasa demi kepentingan pihak-pihak penguasa.

Kumpulan puisinya menyampaikan gagasan bahwa rakyat Indonesia merasa semakin terbelenggu oleh kepentingan pihak penguasa atas empiris nan penuh rekayasa. Kekerasan dan ketidakadilan mungkin menjadi tema krusial dalam kumpulan puisi ini. Karena Penyair melihat dan merasakan apa nan terjadi pada dirinya dan pada lingkungan sosialnya.

Bahwa saat orde baru berkuasa eufimisme bahasa masih terus berlangsung demi kepentingan penguasa nan sulit dimengerti. Kita dapat melihat berbagai peristiwa di masa itu nan tak diungkap secara gamblang tetapi malah ditimbun oleh wacana-wacana tafsir nan ambigu sehingga empiris sebenarnya makin kabur dan terkubur.

Cermati kumpulan puisi berikut.

Nyanyian Akar Rumput

Jalan raya dilebarkan
Kami terusir
Mendirikan kampung
Digusur
Kami pindah-pindah
Menempel di tembok-tembok
Dicabut
Terbuang

Kami rumput
Butuh tanah
Dengar..!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi jelek presiden

Dalam puisi dari kumpulan puisi Wiji Thukul di atas ialah sebuah bertentangan dengan harapan tentang penggusuran rumah-rumah orang miskin demi kepentingan elite eksklusif dengan alasan pelebaran jalan sehingga orang-orang miskin kehilangan huma buat bermukim. Dalam puisi dari kumpulan puisi Wiji Thukul juga ada sebuah ajakan terhadap orang-orang miskin buat menjadi mimpi jelek untuk presiden.

Kumpulan puisi Wiji Thukul nan subversif menjadikan dia hilang sampai saat ini. Dia tak pernah ditemukaan lagi keberadaannya. Ketika 1998 saat musim penculikan berlangsung entah ke mana dia. Mungkinkah dia diculik oleh kelompok eksklusif sebab dianggap karya-karya berbahaya.

Wiji Thukul muncul dalam sebuah konfik kekerasan di tengah wacana nan serba ditutup-tutupi. Dia ialah penyair nan gigih dalam memperjuangkan gagasannya. Dia ingin mengungkap semua kebenaran-kebenaran nan diyakininya. Dia juga membela mereka nan selalu dihadapkan dengan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Dia berkata dalam salah satu puisinya nan berjudul Hanya Satu Kata (kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru) seperti berikut.

Hanya Satu Kata

Lawan...!

Selain dua puisi di atas, dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru, terdapat beberapa puisi lain nan menarik dan opaling khas dari Wiji Thukul. Kumpulan puisi tersebut hanya menggunakan kata-kata nan pendek, tegas, tidak, berbunga-bunga, namun tetap sarat makna. Berikut ialah beberapa puisi khas Wiji Thukul dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru nan menjadi favorite penulis.

Bunga dan Tembok

Seumpama bunga
Kami ialah kembang nan tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami ialah kembang nan tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami ialah kembang yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau ialah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun tirani harus tumbang!

Wiji Thukul : "Aku Ingin Jadi Peluru"

***

PERINGATAN

jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran niscaya terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986
Wiji Thukul : "Aku Ingin Jadi Peluru"

***

Aku Menuntut Perubahan

Seratus lobang kakus
Lebih berarti bagiku
Ketimbang mulut besarmu
Tak penting
Siapa nan menang nanti
Sudah bosen kami
Dengan model urip kayak gini
Ngising bingung, hujan bocor
Kami tak butuh mantra
Jampi-jampi
Atau janji
Atau sekarung beras
Dari gudang makanan kaum majikan
Tak dapat menghapus kemlaratan
Belas kasihan dan derma pakaian bekas
Tak dapat menolong kami
Kami tidak percaya lagi pada itu
Partai politik
Omongan kerja mereka
Tak dapat bikin perut kenyang
Mengawang jauh dari kami
Punya persoalan
Bubarkan saja itu komidi gombal
Kami ingin tidur pulas
Utang lunask
Betul-betul merdeka
Tidak tertekan
Kami sudah bosan
Dengan model urip kayak gini
Tegasnya=
Aku menuntut perubahan.

Wiji Thukul : "Aku Ingin Jadi Peluru"

***

Suara Dari Rumah-Rumah Miring

di sini kamu dapat menikmati cicit tikus
di dalam rumah miring ini
kami mencium selokan dan sampan
bagi kami setiap hari ialah kebisingan
di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat
bersama tumpukan gombal-gombal
dan piring-piring
di sini kami bersetubuh dan melahirkan
anak-anak kami
di dalam rumah miring ini
kami melihat matahari menyelinap
dari atap ke atap
meloncati selokan
seperti pencuri
radio dari segenap penjuru
tak henti-hentinya membujuk kami
merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran
sandiwara obat-obatan
dan berita-berita nan meragukan
kami bermimpi punya rumah buat anak-anak
tapi bersama hari-hari pengap nan menggelinding
kami harus angkat kaki
karena kami ialah gelandangan

Solo, oktober 87
Wiji Thukul: Aku Ingin Jadi Peluru

***

Lingkungan Kita Si Mulut Besar

lingkungan kita si mulut besar
dihuni lintah-lintah
yang kenyang menghisap darah keringat tetangga
dan anjing-anjing nan taat beribadah
menyingkiri para panganggur
yang mabuk minuman murahan
lingkungan kita si mulut besar
raksasa nan membisu
yang anak-anaknya terus dirampok
dan dihibur film-film kartun amerika
perempuannya disetor
ke mesin-mesin
industri
yang membayar murah
lingkungan kita si mulut besar
sakit perut dan terus berak
mencret oli dan logam
busa dan plastik
dan zat-zat pewarna nan merangsang
menggerogoti tenggorokan bocah-bocah
yang mengulum es
limapuluh perak

kampung kalangan-solo, desember 1991
Wiji Thukul: Aku Ingin Jadi Peluru

***

Pulanglah, Pak

Pulanglah, Pak
Kami sekeluarga menunggumu, Pak
Kawan-kawanmu juga menunggumu, Pak

Pulanglah, Pak
Apakah kamu tak tahu
Indonesia pecah, Pak?

Pipa-pipa menancap ditubuh pertiwi kita
Asap-asap dari pabrik-pabrik mengotori pertiwi kita, Pak
Limbah-limbah membuat sungai-sungai dan kali-kali tercemar
Kami terpaksa tutup hidung, Pak

Pertiwi kita menangis
Pertiwi kita butuh kamu, Pak
Oooh...

Pulanglah, Pak
Apakah kau tak ingat saya lagi?
Aku anakmu, Pak
Aku, adik, ibu dan semua nan merindukanmu, Pak
Apakah hanya dengan doa-doa saja
Aku harus menunggu?

Penguasa...! Kembalikan bapakku...!
PENGUASA...! KEMBALIKAN BAPAKKU...!

Fitri Nganti Wani (putri dari Wiji Thukul)

***

Itulah puisi Wiji Thukul dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru . Semoga artikel tentang kumpulan puisi ini bermanfaat.