Gendang Karo
Apa itu Gendang Karo ? Tanah Karo atau kabupaten Karo merupakan salah satu daerah nan termasuk dalam wilayah provinsi Sumatera Utara. Wilayah ini beribukota Kabanjahe. Secara geografis posisi wilayah ini berada di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara.
Masyarakat Karo sejak dulu dikenal sebagai masyarakat nan mimiliki kekayaan budaya nan tinggi, baik adat istiadat maupun ragam seni nan nan menarik buat dipelajari. Salah satu kekayaan seni masyarakat Karo, ialah Gendang Karo.
Kehidupan Seni Masyarakat Karo
Masyarakat Karo sebetulnya ialah masyarakat dengan entitas masyarakat nan menganggap seni sebagai sebuah hal krusial dalam kehidupanan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, musik tak bisa dipisahkan dari rutinas harian nan dijalani masyarakat Karo sejak dulu kala.
Runtinitas masyarakat Karo nan mayoritas merupakan petani, kerap menjadi pemandangan nan menarik untuk siapapun nan pernah berkunjung ke daerah ini. Mereka merupakan tipikal masyarakat pekerja keras.
Sektor agraris memang menjadi tumpuan hayati masyarakat di daerah ini sebab faktor wilayah nan berbukit-bukti serta dikelilingi oleh dua gunung barah nan aktif. Alhasil, Tanah Karo menyajikan pemandangan nan menakjubkan.
Dalam hal berseni, lebih lanjut masyarakat Karo diketahui mempunyai beraneka ragam alat-alat musik tradisional. Alat-alat ini diwariskan turun-temurun oleh para leluhur di Tanah Karo kepada keturunan-keturunan mereka.
Selain alat musik, karakteristik masyarakat Karo nan pecinta seni bisa kita temukan pada nyanyian-nyanyian, bahkan masyarakat Karo pintar sekali memasukkan seni dalam kegiatan-kegiatan bertani nan mereka lakukan. Contohnya seperti ketika mereka bernyanyi buat memanggil angin dalam ritual memisahkan padi dari residu batangnya ketika panen tiba Ritual ini dalam bahasa mereka disebut Ngangin Page.
Demikian halnya dalam acara-acara seremoni adat, masyarakat Karo selalu mampu menghadirkan sesuatu nan berharga, sehingga seremoni bukan hanya sekedar perayaan, tapi lebih dari itu, merupakan bentuk hormat pada para leluhur-leluhurnya. Musik, tari-tarian, ialah beberapa hal nan dipersembahkan dalam perayaan-perayaan tersebut. Bahkan dalam sistem kebudayaan masyakat Karo, seremoni bukan hanya dilakukan saat mereka mendapatkan kebahagian tapi juga saat mereka sedang berduka.
Uniknya, setiap seremoni dapat dilihat perbedaannya, apakah seremoni tersebut diperuntukkan sebagai seremoni pernikahan atau kematian lewat musik maupun tarian nan berbeda pula.
Orang-orang Karo nan memainkan alat musik tradisionalnya disebut Sierjabaten . Mereka-mereka inilah menjadi pengiring musik pada upacara-upacara adat suku Karo.
Sierjabaten memegang peran sangat krusial demi terlaksananya sebuah upaya adat. Bahkan kedudukan orang-orang Sierjabaten mendapat loka istimewa di dalam pergaulan masyarakat Karo. Semakin hebat para Sierjabaten memainkan musik tradisional suku Karo, maka semakin terpendang dan hormatlah orang-orang padanya.
Lantas seperti apa alat-alat musik nan dimiliki masyarakat Karo nan tetap lestari hingga saat ini?
Di antara banyaknya alat musik tradisionla masyarakat karo, Gendang Karo merupakan salah satu alat musik orisinil daerah ini nan paling antik dan menjadi harta nan berharga bagi masyarakat karo.
Gendang Karo
Gendang Karo merupakan satu kesatuan alat musik tabuh nan terdiri dari lima dan tiga perangkat alat musik. Adapun disparitas mengapa ensambel musik Karo ini jumlahnya berbeda, akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
Jadi menurut ensambel musiknya, alat musik masyarakat Karo terdiri dari Gendang Lima Sidalinen dan Gendang Telu Sedalanen
a) Gendang Lima Sidalinen
Merupakan perangkat alat musik tabuh (perkusi) nan terdiri dari lima perangkat alat musik nan dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat alat musik itu terdiri dari: satu penaruné, dua penggual, dan dua si malu gong. Pemberian sebutan Gendang Lima Sidalinen sebab musik ini dihasilkan dari lima instrumen musik nan berbeda. Instrumen musik Gendang Lima Sidalinen terdiri dari:
- Sarune. Merupakan instrumen musik Gendang Lima Sedalanen nan memiliki spesifikasi sebagai berikut :
- Anak-anak Sarune . Bagian ini terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu atau pipa nan berukuran kecil. Diameter pipa-pipa itu sendiri berukuran 1 m dengan panjang nan mencapai 4 m. Untuk membuat anak-anak sarune, daun kelapa nan nan digunakan harus daun kelapa nan telah tua dan kering. Daun kelapa tersebut kemudian dibentuk seperti triangel sebanyak 2 lembar. Selanjutnya salah satu sudut dari 2 lembaran daun nan dibentuk triangel tadi diikatkan pada embulu-embulu dengan posisi sudut-sudut daun tersebut.
- Tongkeh Sarune . Merupakan bagian nan terbuat dari timah. Diperuntukkan sebagai penghubung anak-anak Sarune. Panjang Tongkeh Sarune disesuaikan dengan jeda antara satu lubang nada dengan nada nan lain nan dimiliki Sarune.
- Ampang-ampang Sarune. Merupakan bagian terbuat dari bahan tulang hewan, tempurung maupun perak nan ditempatkan pada embulu-embulu sarune. Kegunaan ampang-ampang sarune ini adala buat menampun bibir pada saat meniup sarune. Ukurannya berdiameter 3 cm dengan ketebalannya 2 mm serta berbentuk lingkaran.
- Batang sarune, Merupakan bagian nan diperuntukkan sebagai loka lobang-lobang nada sarune. Adapun lobang-lobang nada sarune terdiri dari 8 buah lobang nada. Letak 7 lobang nada tersebut ada di atas dan satunya lagi berada di belakang. Bentuk batang sarune ialah konis baik di bagian dalam maupun bagian luar.
- Gundal Sarune. Merupakan bagian nan terletak di bawah batang sarune. Adapun bentuknya hampir sama dengan batang sarune yaitu, konis pada bagian luar, namun berbentuk barel pada bagian dalam. Panjang gundal sarune juga disesuaikan dengan panjang batang sarune.
- Gendang. Gendang nan termasuk dalam instrumen musik Gendang Lima Sidalinen ialah gendang singanaki atau gendang anak dan gendang singindung atau gendang induk. Kedua gendang nan digunakan ini berfungsi sebagai pembawa ritme variasi. Gendang-gendang ini bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok membranofon konis ganda. Cara menggunakannya ialah dengan cara dipukul menggunakan stick . Baik gendang singanaki dan gendang singindung mempunyai bagian-bagaian nan sama dengan ukuran serta fungsi estetis akustiknya nan berbeda-beda. Adapun bagian-bagian gendang tersebut adalah:
- Tutup Gendang . Terbuat dari kulit napuh nan dipasang ke bingkai bibir penampang endang, bagian atas berujung konis. Bingkai tutup gendang sendiri terbuat dari bambu.
- Tali Gendang. Atau disebut juga tarik gendang dan terbuat dari kayu nangka nan dikeringkan.
- Gung dan Penganak. Gung dan Penganak nan termasuk dalam instrumen Gendang Lima Sidalinen ini berfungsi sebagai pengatur ritme musik tradisional Karo. Memainkanya ialah dengan cara digantung, terbuat dari tembaga, serta berbentuk bundar mempunyai pencu. - Kulcapi. Merupakan Instrumen musik pada Gendang Telu Sedalanen nan berbentuk lute. Kulcapi ialah jenis instrumen musik petik nan memiliki 2 buah senar berfungsi sebagai melodi. Senar kulcapi terbuat senar metal seperti gitar modren. Syahdan dahulu kala, senar kulcapi terbuat dari akar pohon aren atau enau. Perubahan bahan pembuat kulcapi ini juga dapat dilihat dari penggunaan tunning peg nya nan telah diganti dari nan tadinya berbahan kayu/bambu menjadi berbahan seperti bahan gitar moderen. Adapun Langkup Kulcapi (bagian depan resonator Kulcapi) tak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator (disebut babah) terdapat pada bagian belakang Kulcapi.
- Keteng-Keteng. Merumakan instrumen musik Gendang Telu Sedalanen nan berfungsi sebagai musik pengiring nan menghasilkan pola-pola ritem nan bersifat kontinu dan repetitif.
- Mangkok. Sama halnya seperti keteng-keteng, mangkok juga berfungsi sebagai musik pengiring. Pola-pola ritem nan bersifat kontinu dan repetitif dihasilkan dengan mumukul-mukul mangkok dengan pukulan kontinu berulang-ulang.
b) Gendang Telu Sedalanen
Merupakan satu kesatuan alat musik tabuh nan terdiri dari 3 instrumen musik nan dimainkan bersamaan. Ketiga instrumen musik tersebut adalah:
Itulah penuturan singkat mengenai gendang Karo nan menjadi salah satu dari banyak sekali kekayaan budaya dan seni di Indonesia. Sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama buat menjaga dan melestarikannya, agar tidak tergerus oleh budaya-budaya modern.