Sungai di Bawah Bahari - Lapisan Haloklin di Cenote Angelita
Artikel ini akan membahas seputar kenyataan sungai di bawah laut. Kenyataan nan terjadi di global banyak macamnya dan terkadang terbentuk oleh sesuatu di luar akal sehat. Tentu saja nan namanya kenyataan seringkali mengandung kejadian luar biasa nan sporadis terjadi nan tak terlepas dari campur tangan Tuhan. Belum lama ini penduduk global dihebohkan dengan ditemukannya sungai di bawah bahari di Meksiko, tepatnya di Cenote Angelita.
Sungai di bawah laut ini disinyalir ditemukan oleh seorang pakar kelautan bernama Jacques Yves Costeau. Ia bersama tim diduga melakukan penelitian buat Discovery Channel. Namun, setelah ditelusuri dokumentasi sungai di bawah bahari kebanyakan berasal dari hasil jepretan seorang fotografer asal Rusia, Anatoly Beloschin. Ia memang mengambil bidang spesifik yaitu mengabadikan kenyataan nan terjadi di bawah air, terutama laut.
Ada tim nan melakukan penyelaman hingga ke dasar laut. Belum sampai ke dasar laut, mereka menemukan rasa air tawar di antara air bahari nan asin. Dari sana, pimpinan peneliti menyimpulkan ada bentuk sungai di bawah laut.
Kemudian penyelaman dilakukan kembali buat kedua kalinya. Keyakinannya semakin kuat bahwa ini memang sungai di bawah laut, sebuah kenyataan nan mustahil terjadi. Sungai di bawah bahari ini merupakan area air tawar nan memiliki kemampuan memisahkan diri dengan air laut. Ini merupakan kenyataan penampakan hidrogen sulfida.
Sungai di bawah bahari ini lengkap ditumbuhi pepohonan dan dedaunan nan jatuh berguguran persis kehidupan di darat. Yang membedakan hanya kandungan sungai di bawah bahari ini disinyalir mengandung zat berbahaya yaitu hydrogen sulfide . Gas bersimbol H2S ini memang tak berbahaya bagi manusia namun berbahaya bagi kehidupan dasar laut.
Sifat hydrogen sulfide nan asam pada satu waktu akan bercampur dengan asinnya air bahari dan dapat membahayakan tumbuhan dan hewan bahari nan tinggal di dalamnya.
Sungai di Bawah Laut, Kenyataan nan Dapat Diteliti
Awalnya kenyataan sungai di bawah bahari ini dianggap sebagai peristiwa nan luar biasa sebab kemunculannya nan terkesan aneh. Suharna Surapranata, Menteri Riset dan Teknologi, mengungkapkan pandangannya tentang sungai di bawah bahari ini pada Pembukaan The 4th GEOSS Asia, Pacific Symposium, Denpasar, Bali pada Maret 2010.
Sungai di bawah bahari ini sebetulnya bagian dari studi tentang gunung berapi, lava, magma dan kenyataan geologi nan saling berhubungan. Karena peristiwa sungai di bawah bahari belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, banyak pihak nan menilai kenyataan ini sebagai kenyataan nan sulit diterima oleh akal sehat.
Fenomena sungai di bawah bahari nan merupakan kenyataan alam ini dapat saja terjadi di mana saja. Yang terjadi di Cenote Angelita, Meksiko, sungai di bawah bahari tersebut telah diteliti dan ditemukan bahwa sungai pada kedalaman 60 meter tersebut bukanlah sungai pada umumnya. Gas hydrogen sulfide pada lapisan paling bawah telah membuat rona air menjadi kecokelatan sehingga mirip seperti air sungai. Gas tersebut juga memberikan rasa tawar pada air bahari nan tercemar.
Bisa disimpulkan kalau sungai di bawah bahari ini merupakan pencemaran dasar bahari sebab gas hydrogen sulfida seringnya dihasilkan dari saluran pembuangan. Sungai di bawah laut nan terletak di Cenote Angelita, Meksiko ini mulanya dikaitkan dengan Costeau Foundation. Organisasi penelitian bawah bahari nan didirikan oleh Jacques Yves Cousteau ini telah memberikan banyak kontribusi pada global bawah laut. Salah satunya dengan diciptakannya alat pernafasan bawah air nan disebut aqua lung atau paru-paru air. Alat praktis ini merupakan kumpulan udara nan disimpan dalam tangki nan mudah dibawa ketika dilakukan penyelaman.
Kontribusi Costeau tak hanya inovasi alat-alat kebutuhan bawah bahari tetapi juga catatan dokumenternya berupa puluhan buku dan ratusan film dokumenter. Untuk alasan ini, tak heran jika nama Costeau muncul kembali ke permukaan ketika secara tak sengaja ditemukan sungai di bawah bahari di kawasan Amerika Tengah.
Sungai di Bawah Bahari - Lapisan Haloklin di Cenote Angelita
Cenote Angelita merupakan wilayah bahari dangkal nan ditumbuhi terumbu karang dan batuan koral nan ketebalannya mencapai 1300km. Di dalamnya juga terdapat gua-gua gamping atau kapur nan membentuk stalaktit dan stalagmit nan saling terhubung.
Seiring dengan berjalannya waktu, bentuk gua kapur ini mengalami proses pelarutan nan disebut dengan karst. Cenote Angelita dari pembentukan alaminya merupakan lubang besar homogen gua nan menampung air. Letaknya 17km dari Kota Tulum dan 12km dari Bahari Karibia. Gua ini juga berada di tengah hutan tropis sehingga sering ditemui runtuhan dedaunan, potongan ranting pohon, dan batang nan ikut terbenam hingga ke dasar gua.
Nama Cenote Angelita sendiri diambil dari bahasa Indian Maya antik yaitu ‘dzonot’ berarti 'gua berair bawah tanah nan disucikan' dan ‘angelita’ berarti 'malaikat kecil'. Gua ini dikenal terletak di Semenanjung Yukatan, Meksiko.
Gua ini terbilang unik sebab pada kedalaman 30km jeda pandang manusia akan terhalang oleh air nan berwarna keruh kecokelatan setebal kurang lebih 1 meter. Air ini mirip dengan lapisan air sungai. Ternyata ini ialah lapisan haloklin yaitu lapisan keruh cokelat nan bergumpal seperti awan nan mengandung hydrogen sulfida bukan dalam bentuk gas. Lapisan haloklin mempengaruhi rasa air menjadi tawar. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan salinitas atau kadar garam nan cepat sinkron dengan kedalaman laut.
Meski berwarna cokelat, air ini tak berbahaya bagi manusia. Lalu jika penyelaman dilanjutkan hingga kedalaman 60km, maka akan ditemukan kembali air bahari nan asin dengan suhu 20 derajat Celcius. Suhu ini sedikit lebih hangat daripada air tawar tadi. Lapisan haloklin juga nan membuat air tawar dan air bahari tak bisa tercampur sehingga bagi orang-orang awam, kemunculan lapisan haloklin ini diterima sebagai kenyataan ajaib seperti sungai di bawah laut.
Ditemukan pula lapisan haloklin di beberapa wilayah lain seperti Cenote Siete nan berada 11 km sebelah barat Puerto Morelos. Cenote ini lebih dikenal dengan ‘deep blue’ sebab kedalamannya mencapai 54km dengan konsentrasi hydrogen sulfida nan lebih tinggi dan berpotensi bisa membakar kulit penyelam.
Dengan adanya lapisan haloklin ini, maka tumbang sudah persepsi masyarakat tentang sungai di bawah laut. Ternyata kenyataan ini dapat diteliti secara ilmiah. Terlebih jika melihat hasil dokumentasi fotografer Belochsin nan menguak tentang flora nan tumbuh dalam cenote tersebut.
Secara ilmiah, flora dan fauna bawah bahari mustahil bisa tumbuh jika tak ada sinar matahari nan masuk dan oksigen. Dalam ruang lingkup lapisan haloklin juga tak ditemukan oksigen sama sekali. Dan dalam blog resminya, Belochsin menambahkan bahwa tak ada kejelasan tentang pola genre sungai juga adanya hulu dan hilir. Di Indonesia sendiri, lapisan haloklin juga ditemukan pada Perairan Kangean, Madura, dan Pantai Pemaron, dan Bali. Hanya saja kenyataan lapisan haloklin baru akan terlihat pada saat bahari sedang surut.