Kemunduran Sepakbola Italia

Kemunduran Sepakbola Italia



Liga Italia Sang Juara

Waktu itu, siapa tidak kenal nama-nama seperti Maradona, Ruud Gullit, Van Basten, Lothar Matheus, nan menjadi pujaan pecinta sepak bola di tanah air? Di era itu, hampir semua pemain sepakbola terbaik global bermain di Perserikatan Italia. Iming-iming gaji nan melimpah, atmosfer penonton nan mendukung, dan prestasi klub-klub sepak bola Italia nan merajai kejuaraan sepakbola di Eropa maupun dunia, menjadi magnet bagi mereka. Belum lagi segala ketenaran itu akan memberi mereka limpahan kepuasan duniawi.

Keadaannya mungkin sama dengan para pemain nan berada di Real Madrid, Menchester United, Barcelona, dan klub dengan uang berjibun lainnya. Teriakan kekaguman dari para wanita cantik juga membuat banyak pemain hebat berusaha dapat main di lapangan rumput nan ada di Italia. Industri persepakbolaan nan luar biasa hebatnya itu benar-benar membius. Tidak ada nan menyangka bahwa Perserikatan Italia dapat terpuruk seperti sekarang.

Pada saat itu, banyak stasiun televisi di seluruh global berlomba-lomba membeli hak siarnya. Iklan dari perusahaan asing berlomba-lomba membiayai perserikatan tersebut. Tradisi masyarakat Italia nan begitu mencintai sepakbola menjadikan sepakbola ibaratnya agama kedua bagi mereka. Sepak bola menjadi cita-cita primer anak-anak negeri pizza ini. Para pemain top menjadi pujaan mereka, diidolakan melebihi seorang seniman tenar bila memenangkan pertandingan. Intinya ialah bahwa sepakbola itu tak ada duanya di Italia. Italia mungkin menjadi ‘Brazinya’ Eropa.

Pecinta sepak bola di tanah air pun niscaya mengenal klub sepakbola mereka, yaitu AC Milan, InterMilan, Juventus, As Roma, Sampdoria. Merekalah klub-klub papan atas di negeri Italia. Kecintaan para bolamania tanah air kepada mereka begitu besar, bahkan banyak di antara mereka mendirikan klub spesifik suporter di tanah air. Lewat berbagai jaringan dan rendezvous di kafe-kafe spesifik nan menyiarkan sepakbola tim kesayangan, mereka menunjukkan identitasnya.

Bahkan sebab besarnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap mereka, pada tahun 1990-an PSSI mendatangkan klub-klub papan atas seperti Ac Milan, Sampdoria, dan Lazio. Ini bukan sesuatu nan mudah pada saat itu. Namun, antusiasme itu telah mendorong par apemilik klub di Italia percaya bahwa begitu banyak penggemar mereka nan ada di Indonesia. Hingga saat ini pun sebenarnya masih banyak penggemar sepakbola nan menanti kebangkitan tim Italia lagi.

Walaupun Italia sempat menjadi salah satu finalis Piala Eropa 2012, Perserikatan Italia tetap tidak dapat dibangkitkan. Terlalu banyak masalah nan harus ditangani sebelum Perserikatan Italia kembali bangkit dan bersinar menjadi kampiun Perserikatan Champions dan perserikatan lainnya. Permainan para pemain dari negeri pizza ini memang berbeda dengan permainan dari klub Eropa atau klub hebat lain nan ada di belahan bumi lainnya. Siapa nan tak mau membangkitkan Perserikatan Italia. Pertandingan dan persaingan di daratan Eropa tetap saja sengit dan panas.

Liga Italia sebenarnya hanya didominasi 5 klub saja nan sering menjadi juara, bahkan dapat mengerucut pada tiga klub saja, yaitu Juventus, AC Milan, InterMilan. Ketimpangan ekonomi nan konkret di Italia (blok miskin di utara dan blok kaya di selatan) menjadikan klub-klub nan tinggal di wilayah ekonomi mapanlah nan sering menjadi juara. Bagaimanapu, para pemain itu butuh makan. Kemiskinan membuat mereka rela melakukan apapun.

Para mafia juga ingin menyaksikan lagi permainan para pemain sepakbola dari negerinya sendiri. Rasa rindu itu beralasan sebab sepakbola ini memang dapat mempersatukan bangsa dan membuat para penggemarnya berkumpul lalu mendiskusikan banyak hal. Tim nasioanl nan mampu memenangkan pertandingan di dalam maupun di luar negeri akan menjadi hiburan tersendiri bagi bangsa nan berduka.



Sepakbola – Penghibur Dikala Lelah

Hal ini telah dirasakan oleh Spanyol. Ekonomi mereka boleh saja terpuruk tetapi tak global sepakbolanya. Timnas Spanyol tetap menjadi tim terkuat di seluruh global saat ini. Setelah menjadi pemenang di World Cup 2010, meraih kampiun Piala Eropa 2012, masih ditambah La Perserikatan nan tetap berjaya, para pemain Spanyol dapat dikatakan sebagai pemain terhebat di global saat ini. Walaupun nan menjadi pemain terbaik dunia, Messi, bukan berasal dari Spanyol, perlu diingat bahwa Messi itu bermain di La Liga.

Kepiawaian Messi tak ada artinya tanpa donasi para pemain Spanyol nan tidak kalah hebatnya. Barca ialah milik Spanyol. Seandainya timnas Indonesia dapat menjadi hebat seperti itu, bangsa ini niscaya akan sangat bangga. Jangankan sehebat timnas Spanyol, baru masuk final Piala AFF saja, sanjungan dan dukungan dari seluruh rakyat telah terlihat. Tidak ketinggalan presiden pun ikut menonton partai itu walaupun Indonesia akhirnya kalah. Apalagi saat ini ketika sepekbola Indonesia juga sedang terpuruk.

Menteri Olahraga nan baru, Roy Suryo, berusaha memberikan jalan keluar nan bijaksana bagi persepakbolaan di Indonesia. Akhirnya semua perserikatan nan ada akan digabung menjadi satu. Kalau tak seperti itu, persepakbolaan Indonesia akan dibekukan dan tak boleh ikut berlomba ke luar negeri. Indonesia akan mendapatkan hukuman dari FIFA. Untungnya sudah ada kata sepakat. Setelah ini, persepakbolaan tanah air akan kembali normal dan prestasi akan lebih difokuskan agar dapat menyubangkan nan terbaik bagi bangsa dan atah air.



Kemunduran Sepakbola Italia

Kemunduran Perserikatan sepakbola Italia sebenarnya bukan hanya sebab faktor dalam negeri. Banyak faktor nan menyebabkan Perserikatan sepakbola Italia tak segemerlap dahulu. Kebangkitan Perserikatan Inggris nan begitu fenomenal dan Perserikatan Spanyol nan semakin menarik ialah salah satu faktornya. Faktor nan lainnya ialah skandal keuangan dan berbagai hal nan menyangkut perjudian dan ketidakadilan para wasit juga membuat para klub Italia ini merasa tak dimanusiaka.

Banyak pemain top global nan akhirnya lebih memilih bermain di negeri Inggris atau Spanyol. Selain gaji nan jauh lebih tinggi, persaingannya pun dianggap jauh lebih menarik. Dengan persaingan nan melibatkan para pemain hebat, pemain nan lain dapat belajar. Kalau ingin hebat memang harus berteman dengan orang hebat juga. Kualitas permainan akan meningkat secara tak langsung. Inilah nan membuat orang semakin semangat menembus celah nan dapat dimasuki.

Selain itu, klub sepak bola dari Italia sering kalah bersaing dengan klub dari Inggris atau Spanyol di kejuaraan Eropa maupun dunia. Akhirnya, banyak stasiun televisi nan tak lagi menayangkan Perserikatan Italia. Padahal hak siar stasiun televisi ialah salah satu penunjang primer kehidupan klub. Banyak perusahaan besar nan akhirnya enggan juga mensponsori Perserikatan Italia. Semakin tak karuanlah kehidupan para pemain. Mereka merantau ke negara tetangga terutama mencoba mendapatkan posisi di tim.

Klub Italia juga masih sangat jelek dalam hal manajemen. Kepemilikan klub hanya dimonopoli usaha keluarga, dan banyak digunakan sebagai alat kampanye politik. Sedangkan klub di Perserikatan Inggris atau Perserikatan Spanyol sudah dikelola secara modern. Klub dikelola seperti perseroaan terbatas, saham dapat dimiliki oleh semua orang dan suporter fanatik klub tersebut. Kalau Italia ingin memiliki perserikatan nan hebat lagi, maka Italia harus berusaha menunjukkan kemampuannya itu.

Keadaan sepak bola Perserikatan Italia semakin mengenaskan, ketika skandal Calciopoli melanda hampir semua klub besar. Skandal nan dikenal dengan pengaturan pertandingan oleh klub-klub eksklusif menjadikan Perserikatan Italia semakin ditinggal peminatnya. Banyak stadion nan mulai sepi ditinggal penonton nan merasa sepakbola perserikatan Italia sudah tak menarik.

Saat ini hal nan sangat menonjol dalam sepak bola Italia ialah kerusuhan antar suporter, nan mirip dengan perserikatan sepakbola Indonesia. Bahkan lesunya perserikatan sepakbola Italia sudah dirasakan di Indonesia. Tahun 2010 ini sudah tak ada lagi stasiun TV nan menayangkannya.

Namun demikian, sepakbola tak akan dapat lepas dari negeri Roma. Kebiasaan menonton pertarungan nan mencurahkan segalanya, sudah menjadi darah daging bangsa Italia.