Kesenian Menyambut Panen Raya di Karanganyar
Aktivitas panen raya memang hal nan sangat ditunggu- tunggu oleh masyarakat baik pedesaan maupun kota, semua orang akan bahagia di masa ini. Majemuk acara dan ritual- ritual nan mereka sajikan hanya buat merayakan panen nan berlimpah saat itu.
Bagi masyarakat pada umumnya, panen raya dimaksudkan sebagai wujud rasa syukur mereka terhadap hasil panen nan berlimpah. Kreativitas masyarakat dalam merayakan tradisi ini secara turun-temurun dari nenek moyang, nan dulu dimunculkan sebelum memahami bentuk ibadah dan syukur dengan makna sebenarnya.
Semakin hari, tradisi ini masih terlihat kelestarianya, tetapi ada satu sisi nan telah hilang ditutupi tradisi lain, tradisi inilah nan masih tersisa dan tetap terjaga kelestariannya. Berikut sedikit citra seremoni panen raya di daerah–daerah.
Kirap Tumpeng Hasil Panen Raya di Kediri dan Ponorogo
Tepat pada 20 Maret 2012 lalu, ratusan petani sangat antusias menggelar syukuran panen padi nan berlimpah. Ratusan petani tersebut bertempat tinggal di Dusun Juron, Desa Plosorejo, Kec. Gampengrejo, Kab. Kediri. Masyarakat selalu melakukan arak–arakan hasil bumi. Hal ini selalu dilakukan warga sebelum melakukan panen padi.
Arak–arakan tersebut menurut masyarakat sebagai wujud syukur terhadap karunia nan diberikan oleh Sang Pencipta melalui hasil panen nan berlimpah. Masyarakat juga menggelar rangkaian prosesi syukuran dengan pergelaran arak- arakan tumpeng dan prosesi sedekah bumi.
Ada hal menarik di prosesi syukuran ini, yaitu adanya satu tumpeng nan cukup tinggi sekitar kurang lebih satu meter dan kemudian dihiasi oelh warga. Warga nan sebagian besar para petani biasanya juga menghiasi tumpeng tersebut dengan majemuk hasil bumi seperti wortel, tomat, cabai, timun dan lainnya. Hasil hiasan tumpeng nan sudah jadi, kemudian diarak bersama warga petani lainnya dan dibawa menuju loka panen.
Setibanya kemudian dilaksanakan doa bersama, kemudian acara santainya, para petani berpanen sambil berjoget dengan iringan musik dan beramai–ramai menyantap arakan tumpeng. Begitu pula nan terjadi di Ponorogo. Rasa syukur dapat diungkapkan pada saat hasil panen raya nan melimpah dan mulai mengecap senyum di pipi para petani.
Ratusan warga Dusun Wuluhan Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan sudah tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Margi Rahayu dengan menggelar tradisi kirab tumpeng keliling kampung. Aktivitas kirab tumpeng dalam rangka panen padi (hasil panen) tersebut langsung menyita perhatian masyarakat sekitar. Tumpengan ini akan terlihat, apabila tumpengan itu terlihat dari pinggir kiri-kanan jalan menuju sawah loka digelarnya ritual tersebut.
Apalagi cukup banyak tumpeng nan dikirab siang itu. Sebanyak 50 tumpeng, telah disajikan dengan berbagai hiasan nan masuk dalam hasil pertanian. Biaya dari tumpengan ini dibuat secara swadaya oleh masyarakat kemudian menjadi kesenangan sendiri setelah tumpengan ini terlaksana. Selain dimeriahkan oleh tumpeng, sewaktu dalam iring-iringan juga ada berbagai kepala gumantung dan bunga setaman. Kesenian Reog Ponorogo pun ikut berpartisipasi meramaikan acara prosesi kirab menuju sawah loka panen padi.
Begitu pula, segenap Muspika Kecamatan Wuluhan juga hadir memeriahkan kirab sebagai upaya syukur dan sudah menjadi semacam tradisi, menjelang panen raya. Bahkan, warga melakukan pada siangnya ialah acara kirab tumpeng, sedangkan pada malam hari disusul dengan aktivitas pementasan wayang kulit sebagai puncak acara dari kirab tumpengan.
Perayaan Wiwitan pada Panen Raya Warga Bantul, Yogyakarta dan Demak
Para petani di Puluhan Sanden, Bantul, Yogyakarta mengupayakan melestarikan budaya wiwitan buat merayakan hasil panennya. Menurut bahasa Indonesia makna tradisi wiwitan berarti memulai. Dimulainya panen raya padi merupakan salah satu indikasi dimulainya wiwitan.
Tradisi wiwitan sendiri dimulai dengan menyiapkan berbagai sesembahan, berupa makanan tradisional dan mudah dicari ke areal persawahan. Biasanya sesembahan itu berupa jenang merah, jenang putih, dan lainnya nan kemudian dibungkus daun pisang, diletakkan dekat areal sawah nan panen.
Seorang tokoh adat setempat, para petani diimbau buat melakukan doa bersama secara khusuk buat memulai tradisi wiwitan. Dalam tradisi ini, proses mutilasi dan penyimpanan tanaman padi dilakukan setelah dipanen, hal ini dimaksudkan buat menjadikan benih pada masa tanam mendatang.
Bagi warga, tradisi wiwitan merupakan wujud syukur kepada Sang Pencipta, nan telah menjadikan hasil tanam tahun ini melimpah ruah.Warga Kampung Puluhan menggelar pentas kesenian gejog lesung buat memeriahkan tradisi panen, ditambah juga dengan tembang-tembang Jawa nan berisi kemakmuran para petani.
Setelah ritual wiwitan selesai dilaksanakan, aneka sesaji nan terdiri dari berbagi makanan tradisional dimakan secara bersama-sama dan dibagikan kepada warga nan datang baik warga nan melihat maupun ikut berperan dalam panen raya. Semua dilakukan sebagai wujud syukur dan tradisi wiwitan ini digelar sebagai bentuk buat melestarikan ritual budaya nan hampir punah di kalangan petani Jawa.
Berbeda istilah nan digunakan namun mirip aktivitas, demikian nan juga terjadi di Demak, tradisi ini bernama wiwit manten. Berdasarkan arti bahasa, wiwit artinya memulai, sedangkan manten , artinya pengantin sehingga wiwit manten ialah memulai manten.
Tanaman padi nan sudah layak digunakan dalam tradisi ini, dipanen kemudian dipotong lalu diikat bersama bunga. Bunga inilah nan menjadikan keunikan tersendiri, di mana padi berbunga inilah nan dinamakan sebagai manten atau pengantin. Padi buat seterusnya disimpan dalam lumbung sebagai bahan makanan pokok, dan sebagian lainnya sebagai benih padi pada musim tanam berikutnya.
Tradisi Wiwit Manten dimaksudkan buat menjaga budaya Jawa dari nenek moyang, juga sebagai wujud syukur kepada sang Pencipta, nan telah memberikan kelimpahan hasil tanam. Aktivitas nan dikerjakan selain memotong padi dalam ritual Wiwit Manten, juga para petani mencuci alat-alat pertanian nan telah digunakan selama ini.
Menurut warga, alat–alat pertanian ini perlu dicuci dan dibersihkan sebab buat mengganti kesialan sebelum panen terjadi dan supaya tahun mendatang akan menghasilkan hasil panen nan semakin berlimpah. Ritual wiwitan selesai maka warga harus makan bersama hasil makanan tadi dan mensyukuri apa nan terdapat selama hasil panen.
Kesenian Menyambut Panen Raya di Karanganyar
Pesta unik digelar oleh warga Karanganyar sebagai upaya dalam mensyukuri panen raya padi, yakni menggelar unsur kesenian. Dalam hal ini kesenian panen raya dikonsep layaknya pergelaran festival, yaitu menabuh lesung atau loka menumbuk padi, menjadi Norma nan lazim di daerah Karanganyar.
Festival ini memuat nilai ketangguhan para peserta dalam hal menabuh lesung masing–masing dalam waktu nan lama (semakin lama peserta festival menabuh lesung maka semakin kuat peserta tersebut dalam emmpertahankan kemenangannya). Acara festival musik lesung nan digelar di komplek Pabrik ula Tasik Madu Karanganyar sungguh menarik.
Alat lesung nan biasanya sebagai alat bantu petani sebagai penumbuk padi ini dan berubah menjadi alat musik tradisional nan cocok di telinga. Dengan demikian seremoni panen raya akan semakin meriah dengan iringan musik dan lagu-lagu campur sari nan didendangkan bersama- sama.
Perpaduan antara bunyi lesung dan tambahan alat musik tradisional lainnya menghasilkan suara musik nan terdengar lebih meriah. Penuh sesak dari masyarakat, warga tua, muda, anak-anak, tak membuat bosan buat memadati kompleks pabrik gula. Mereka rela berdesak–desakkan buat dapat menyaksikan festival buat mengadu ketahanan menabuh lesung itu.
Festival ini sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur warga Karanganyar sebab baru saja panen raya padi. Unsur kesenian lainnya, yakni Bendrong Lesung nan merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Cilegon-Banten. Kesenian ini tumbuh dan dikenal secara turun-temurun dari nenek moyang di masyarakat hingga saat ini.
Kesenian ini berawal dari sebuah tradisi masyarakat setempat dalam menyambut panen raya seperti padi. Tujuan menggunakan seni Bendrong Lesung buat mengungkapkan kebahagiaan dan kesenangan atas jerih payah, perjuangan nan dilakukan sehingga membuahkan hasil berupa hasil panen.
Bendrong Lesung pada masa perkembangannya, tak hanya ditabuhkan pada acara penyambutan panen, tetapi juga dipentaskan pada acara-acara pesta perkawinan atau upacara adat setempat. Kesenian ini bernama Bendrong Lesung akan memadukan musik lesung atau lisung (tempat menumbuk padi) dengan musik tradisional lainnya nan dimainkan oleh beberapa orang secara kompak dan bersama.
Demikian citra betapa ragamnya tradisi suatu masyarakat dalam menyambut hasil panen nan diberikan Sang Pencipta kepada mereka. Namun, kita sebagai seorang nan beriman ke sesuatu nan dibawa oleh agama kita maka perlu sekali buat memilih dan memilah tradisi mana nan dapat diambil suatu masyarakat nan notabene ialah masyarakat muslim.
Apakah tradisi semacam ini, ada di masa Rasulullah saw. atau hanya sebagai tradisi nan berlaku pada masa masyarakat nenek moyang kita saat merayakan panen raya nan berlimpah di suatu daerah. Semoga bermanfaat!