Zuhud - Manfaatnya dalam Kehidupan Sosial

Zuhud - Manfaatnya dalam Kehidupan Sosial

Kata zuhud bukan sesuatu nan asing bagi umat Islam. Namun banyak nan salah mengartikannya sebagai sikap nan anti duniawi, anti materi, dan anti kekayaan. Zahid, orang nan melakukan zuhud, kerap disalahkan jika suatu kelompok atau negara tak sejahtera. Padahal, arti kata ini tak sesempit itu. Bahkan semakin maju dan modern peradaban, suatu negara harus semakin banyak didiami dan dipimpin oleh seseorang zahid.



Dasar Hukum Konduite Zuhud

Dalam arti kata, zuhud dapat diartikan berpaling dari suatu hal sebab tak membutuhkan hal tersebut. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa zuhud merupakan sikap meninggalkan apa nan tak bermanfaat di global ini demi kehidupan akhirat. Sedangkan menurut Al-Hasan Al-Bashri, zuhud bukan sikap mengharamkan nan halal atau menyia-nyiakan harta, namun zuhud di global ialah ketika manusia lebih mempercayai apa nan ada di tangan Allah daripada apa nan ada di tanganmu.

Dengan kata lain, sikap ini bukanlah sikap nan menjauhi materi. Namun, sikap menganggap materi di global ini hanyalah suatu nan sepele. Karena itu, kenikmatan global tak perlu dianggap utama. Nah, di sini kebanyakan kesalahan penafsirannya. Karena dianggap tak utama, bukan berarti tak dapat dimiliki. Karena sepele, maka kenikmatan haruslah dengan mudah ditaklukan oleh zahid. Jadi, seorang zahid bisa meraih kekayaan dengan gampang, sebab hal sepele itu tadi.

Setelah meraih kenikmatan global dengan gampang, orang zahid tak terbuai. Sikap zuhud ditandai dengan tak bergantung kepada kenikmatan global itu. Karena tak bergantung, maka orang zahid lebih hebat dari materi. Karena memang itulah posisi manusia, lebih mulia dari apapun, termasuk kekayaan duniawi.

Karena tak terbuai, maka harta global nan dimiliki tak perlu dipertahankan secara berlebihan. Bahkan tak perlu meraihnya dengan cara nan curang. Jika diberi kekayaan dunia, maka kekayaan itu dikembalikan lagi untuk kesejahteraan bersama. Dan jika tak diberi, atau diambil kekayaannya, tak akan kekurangan suatu apapun. Hal ini sinkron dengan ayat Al Qur’an berikut ini:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan global itu hanyalah permainan dan suatu nan melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan nan tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab nan keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan global ini tak lain hanyalah kesenangan nan menipu” (QS. Al-Hadid: 20).

Dari sini kita lihat salah satu kepribadian zuhud. Sikap ini menuntut manusia tak terlalu girang dan berbangga diri terhadap kemegahan dunia. Semuanya hanya kesenangan nan menipu. Jadi seorang zahid menganggap kenikmatan itu tak dengan berlebihan. Orang zahid menyikapinya dengan bersyukur dan menggunakan kenikmatan itu di jalan Allah.



Zuhud - Kenikmatan dari Zuhud

“Dari Abul ‘Abbas, Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi radhiallahu 'anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan nan jika saya mengerjakannya, maka saya dicintai Allah dan dicintai manusia’ . Maka sabda beliau: ‘Zuhudlah engkau pada dunia, niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah engkau pada apa nan dicintai manusia, niscaya manusia mencintaimu” (HR. Ibnu Majah dan nan lainnya, Hadits hasan).

Dari hadits di atas kita ditunjukkan bagaimana hebatnya praktik zuhud demi mencapai kebahagiaan. Dicintai merupakan suatu hal nan paling membahagiakan. Jadi praktik zuhud dapat mengarahkan orang menuju kebahagiaan. Zuhud pada dunia, Allah akan mencintai manusia nan melakukannya.

Kenapa? Karena cinta Alah tak diduakan dengan cinta kepada kenikmatan duniawi. Tentu Allah akan mencintai orang seperti ini. Bahkan Allah akan melipatgandakan kenikmatan orang nan zuhud terhadap dunia. Logika Islam memang seperti ini. Pertimbangannya, jika kita terlalu bergantung kepada suatu hal nan sementara, maka kita akan cenderung kehilangannya.

Zuhud terhadap global akan memperoleh simpati manusia. Jika kita tulus, hayati sederhana, dan bekerja buat masyarakat, siapa nan tak bakal menghargai. Semua orang akan menghargai orang nan seperti ini. Memang ada sebagian pribadi dursila nan akan menyakiti pribadi semacam ini. Namun, seorang zahid akan tersenyum saja, sebab jika dia disakiti orang jahat, semakin menunjukkan bahwa jalan hidupnya sudah benar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata: “Barang siapa nan menjadikan akhirat sebagai cita-citanya, maka Allah akan menyatukan kemauannya, hatinya dijadikan merasa kaya dan global datang kepadanya dengan memaksa. Sedangkan barang siapa nan bercita-cita mendapatkan dunia, maka Allah menjadikan kemauannya berantakan, kemiskinan senantiasa membayang di pelupuk matanya, dan global hanya didapatnya sekadar apa nan telah ditakdirkan baginya” .

Secara psikologis, manusia zahid memang diuntungkan. Manusia dibekali nafsu nan tak akan pernah terpuaskan. Hal ini membuat rumit jika kita tetap memenuhinya. Kita akan diperbudak oleh harta dan berusaha mengejar harta. Padahal logikanya, manusia itu derajatnya lebih tinggi daripada harta benda, bahkan surga. Jadi, jika manusia merendahkan dirinya demi zat nan lebih rendah derajatnya, maka akan melecehkan Penciptanya.

“Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, pasti ia akan mengharapkan buat mendapatkan bukit nan ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa saja nan bertaubat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).



Zuhud - Manfaatnya dalam Kehidupan Sosial

Zuhud tak memedulikan harta benda, bagaimana dapat sikap ini bisa bermanfaat bagi lainnya? Tentu saja banyak hal. Sikap ini, seperti dijelaskan di atas, memberikan tekad tinggi bagi seseorang buat meraih harta sebanyak-banyaknya, sebab mal itu derajatnya lebih rendah daripada manusia. Namun sebab tak merasa tergantung, maka setelah memerolehnya, seseorang zahid tak berkeberatan sedikit pun membagi dengan sesama nan kurang beruntung.

Seorang zahid juga akan menjadi pribadi nan rendah hati. Karena menurutnya, mal itu bukan sesuatu nan pantas dibanggakan. Semua itu hanya milik Allah dan dipakai buat kesejahteraan bersama.

Jadi, seorang zahid tak akan memamerkan kekayaannya di depan umum. Tidak perlu membeli mal nan berguna. Orang zahid juga tak merasa harus mengadakan pesta-pesta besar atau perkawinan megah bagi anak mereka. “Pandanglah orang nan berada di bawah kalian, jangan memandang nan ada di atas kalian, itu lebih akan membuat kalian tak meremehkan nikmat Allah” (HR. Muslim).

Orang zahid nan kurang beruntung juga bermanfaat bagi sosial. Mereka tak menggantungkan hidupanya dari pemberian sesama. Mereka memiliki kemandirian dan semangat juang. Mereka percaya bahwa rezeki sepenuhnya di tangan Allah. Manusia hanya diberi wewenang buat berusaha. Jadi, tak akan seorang zahid menipu orang lain atau mencuri harta milik orang lain.

Abu Hizam, seorang zuhud pernah ditanya, “Apakah engkau tak takut miskin?” Dia menjawab dengan enteng, “Bagaimana saya takut miskin sedangkan Allah sebagai penolongku ialah pemilik segala apa nan ada di langit dan di bumi, bahkan apa nan ada di bawah gundukan tanah?” Rasa konfiden kepada Allah ini nan harus dilatih buat menjadi seorang zahid.

Pribadi zuhud juga diperlukan di bidang pemerintahan. Kita, apalagi sebagai warga Indonesia ini sangat merindukan pemimpin nan zuhud. Pribadi nan mencontoh kepemimpinannya seperti Rasul. Pemimpin nan zuhud tak akan melakukan money politik agar membuat dirinya terpilih. Mereka juga tak pandang bulu terhadap penegakan hukum. Hal ini sebab mereka tak tergantung pada dunia. Jika mereka dijatuhkan pribadi-pribadi dursila nan merasa dirugikan, maka dia hanya berlindung kepada Allah.

Yang terpenting, pribadi ini tak perlu merasa buat korupsi. Zuhud mengajarkan buat tak memenuhi hawa nafsu, termasuk nafsu keluarga. Nabi Muhammad sebelum melakukan perang, tak pernah berdoa buat meraih kemenangan. Beliau hanya ikhlas diberikan apapun hasilnya dari Allah. Sikap nothing to lose ini memang dibutuhkan di global ini. Allah tak merasa diduakan oleh pribadi zuhud, maka Allah akan memberikan kenikmatan nan berlipat bagi siapa nan mencintai sepenuhnya.