Koleksi Perangko Antik dari Indonesia
Sejarah Perangko
Perangko antik Indonesia menjadi bagian dari sejarah perangko dan pengiriman surat di seluruh dunia. Sekali lagi bisakah Anda membayangkan apa jadinya jika sampai hari ini biaya pengiriman surat masih dibebankan pada penerima surat. Niscaya lembaga-lembaga konservasi konsumen akan kewalahan menampung pengaduan dari para konsumen nan merasa dirugikan sebab harus membayar biaya surat nan tak mereka kehendaki.
Belum lagi perasaan tak adil dan perasaan tak nyaman nan dirasakan oleh para pengirim surat nan mempunyai kepentingan kepada penerima surat. Hal ini tentu saja akan membuat orang semakin tak menyukai global surat-menyurat. Seperti nan terjadi dengan global ponsel beberapa tahun nan lalu. Kalau seseorang pergi ke kota lain, panggilan kepadanya akan dikenai biaya roaming. Hal ini membuat penerima telepon menjadi malas mengangkat teleponnya kecuali kalau sangat penting. Hal tak menyenangkan ini tentu saja sangat mengganggu semua orang.
Akhirnya kini hal itu tak lagi terjadi kecuali kalau ke luar negeri. Itu pun sebenarnya dapat diatasi. Global surat-menyurat malah telah lebih dahulu sukses mengatasi masalah tersebut. Untungnya, pada tahun 1840 Sir Rowland Hill membuat perangko pertama di global nan memecahkan masalah ini. Foto perangko pertama nan dikenal dengan nama The Penny Black ini bisa dilihat di berbagai situs internet atau di Museum Perangko Indonesia. Di museum ini juga bisa dilihat berbagai perangko antik nan berasal dari Indonesia.
Sebagai salah satu negara nan dijajah oleh bangsa Eropa, Indonesia tentu saja menjadi target pengiriman surat dari berbagai negara terutama dari Belanda. Perangko-perangko itu sudah niscaya bukan bergambar raja atau orang terkenal Indonesia pada saat itu. Perangko itu bergambar orang-orang nan dianggap berpengaruh di kerajaan Belanda. Perangko ini cukup unik dan sangat menarik. Harganya tak terlalu mahal.
Untuk perangko nan spesifik tentang Indonesia, tenyata pihak nan berwenang lebih bahagia membuat perangko mengenai pembangunan nan dilakukan di Indonesia. Sudah sejak lama, perangko ini dianggap sebagai pengungkap sejarah atau malah sebagai penyimpan sejarah. Gambar nan ada di perangko membuat orang memahami apa nan sedang terjadi pada saat perangko dibuat. Demi melihat apa nan dapat dipelajari dari perangko inilah, akhirnya banyak orang nan mengoleksi perangko.
Gambar nan latif dengan rona nan menarik serta harga nan tak terlalu tinggi, membuat semakin banyak nan membeli perangko buat disimpan. Bahkan ada nan membeli perangko hanya buat dikoleksi dan tak dipakai. Perangko juga mempunyai sisi lain nan dapat dipelajari sebab gambar nan ditampilkan biasanya cukup detail. Bahkan buat menarik minat orang mengoleksi perangko, kini ada perangko nan bergambar pengirim surat. Dengan teknik kamera digital, perangko memang terlihat lebih modern.
Berbeda dengan perangko kuno. Gambar itu berupa lukisan. Tentu saja lukisan nan sangat indah. Karena estetika inilah nan membuat harga perangko antik menjadi sangat tinggi. Bahkan harganya sama dengan harga lukisan antik nan dibuat oleh seorang penulis hebat pada zamannya. Teknik foto digital memang belum ada. Wajar sekali kalau para pelukis menjadi tulang punggung pembuatan perangko. Global filateli memang istimewa.
Kalau kini orang dapat saja menjadikan suatu lukisan sebagai perangko, pada zaman dahulu ketika komputer belum ada, gambar itu tentu saja harus dibuat satu per satu. Karena bukan protesis mesin, maka bentujnya dapat saja berbeda satu sama lain walaupun tampak serupa. Inilah keistimewaan nan tak dimiliki oleh perangko masa kini. Keberadaan perangko mungkin semakin langka dan mungkin juga banyak orang nan tak lagi mengoleksi perangko. Banyak benda lain nan lebih murah meriah buat menjadi bahan koleksi.
Jarang dapat menemukan anak muda nan bahagia mengumpulkan perangko dan mampu menikmati estetika perangko. Dengan banyaknya aktivitas nan berkaitan dengan global digital, anak muda saat ini lebih menyukai hal-hal nan berbau digital dan penuh dengan teknologi. Perangko nan dianggap antik tak menarik perhatian. Apalagi harganya sangat mahal. Memang berbeda dengan orang-orang nan telah terekspos dengan perangko sejak kecil.
Rasa ingin tahu apa nan terjadi pada saat perangko dibuat dan detail rona serta gambar mungil nan indah, telah membuat hati mereka terikat kepada perangko. Itulah mengapa dengan ketekunan dan kesabaran, mereka merawat perangko dan memelihara perangko antik nan mempunyai harga cukup tinggi. Sekarang komunitas filateli memang masih ada walau tak terlalu banyak. Sistem pengiriman informasi nan telah sangat berbeda, menambah redupnya cahaya perangko. Mungkin akan cukup sulit menaikan pamor perangko lagi.
Walaupun harganya tak mahal, Perangko tak dianggap sebagai sesuatu nan bernilai lagi. Bahan pembuatan perangko mudah didapat dan gambar nan dihasilkan cukup mudah dibuat dengan komputer. Teknologi malah menurunkan makna dan gambar nan dihasilkan tak terlalu menarik buat diperhatikan. Teknologi telah mampu membuat semua gambar menjadi konkret sehingga gambar itu tak dianggap istimewa lagi.
Sejarah Perangko Antik dari Indonesia
Perangko pertama nan terbit di Indonesia, ketika itu masih bernama Hindia Belanda, ialah perangko bergambar Raja Willem III. Perangko ini diterbitkan pada tahun 1864. Dibandingkan dengan perangko nan diterbitkan jauh sebelumnya, Indonesia masih beruntung dapat mempunyai perangko antik pada abad ke-19 tersebut. Negara lain mungkin tak pernah mempunyai sejarah perangko. Hal ini dapat disebabkan sebab negara itu baru merdeka atau penjajahnya tak membuat perangko spesifik buat negera nan dijajahnya.
Seperti halnya perangko-perangko di berbagai belahan dunia, perangko antik dari Indonesia juga menggambarkan sejarah perjalanan bangsa dan negara Indonesia, sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang, Perang Kemerdekaan, dan masa setelah kemerdekaan. Perangko antik dari Indonesia nan diterbitkan pada masa penjajahan Belanda, misalnya, menggambarkan peristiwa-peristiwa krusial nan terjadi pada masa itu, seperti pembuatan Jalan Raya Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 km (tahun 1808).
Pada masa itu, pembangunan sebuah jalan tentu saja sangat istimewa. Ada ribuan orang nan melakukannya. Pembukaan hutan dan peristiwa kelaparan nan mungkin juga terjadi membuat pembuatan perangko ini menjadi sesuatu nan berbeda.
Perangko antik dari Indonesia nan terbit pada masa perang dan setelah kemerdekaan juga mengabadikan peristiwa-peristiwa bersejarah nan terjadi di Indonesia, seperti Konferensi Asia Afrika di Bandung (tahun 1955), Dekrit Presiden (1959), dan sebagainya.
Koleksi Perangko Antik dari Indonesia
Melihat perangko antik nan menggambarkan sejarah Indonesia tidak ubahnya dengan melihat perjalanan bangsa dalam menyusuri kehidupan dari zaman ke zaman. Keinginan buat mengoleksi perangko pun kerap muncul dari sini. Mengoleksi perangko antik dari Indonesia niscaya bukan hal mudah bagi para kolektor perangko pemula. Selain sudah sulit didapat, perangko antik khas Indonesia pun sudah berharga mahal sebab kelangkaan dan kekunoannya.
Bagi para kolektor perangko atau filatelis pemula ini, mengoleksi perangko bisa dilakukan dengan cara mengoleksi perangko dengan tahun terbit nan lebih muda atau perangko nan baru terbit. Perangko seperti ini lebih mudah diperoleh, harganya pun lebih murah. Buang asumsi bahwa mengoleksi perangko seperti ini kurang bergengsi jika dibandingkan dengan mengoleksi perangko antik Indonesia.
Nilai edukatif dan rekreatif nan ada pada kegiatan mengoleksi perangko tak melihat antik atau tidaknya suatu perangko. Lagipula, pada saatnya kelak, perangko-perangko ini pun akan menjadi perangko antik nan bisa diwariskan pada anak cucu. Mengoleksi perangko antik Indonesia berkategori reguler. Perangko antik seperti ini umumnya masih tersedia dalam jumlah cukup banyak dan bisa dibeli di pedagang – pedagang perangko. Lain halnya dengan perangko spesifik atau perangko peringatan nan langka, sulit didapat, dan berharga mahal.
Perangko memang unik. Walaupun tak lagi menjadi sesuatu nan banyak dibicarakan, mengoleksi perangko tetap menjadi salah satu pengisi waktu nan baik.