Tak Selamanya Indah
Bukan Permata atau Berliannya
Yang membuat begitu banyak orang berusaha mendapatkan harta termasuk permata dan berlian itu ialah keinginan menikmati estetika dunia. Berlian dengan ukuran sebesar telur ayam, sudah niscaya akan menjadi rebutan. Berlian ini merupakan alat tukar nan sangat ampuh. Kekuatan berlian memang luar biasa. Batu cadas nan paling keras pun dapat dipecahkan oleh berlian. Perusahaan pertambangan sangat membutuhkan berlian sebagai ujung penghujam bumi atau sebagai mata bor.
Harganya nan selangit mampu menggerakan banyak orang mendatangi loka nan dinyatakan sebagai loka nan pernah ditemukan berlian. Bahkan perang terbuka pun terjadi. Di sebuah film nan dibintangi oleh Leaonardo de Caprio, orang dapat merasakan betapa intensitas perang dan pertengkaran sebab berlian ini cukup tinggi. Nyawa tak ada artinya dibandingkan dengan berlian nan bernilai miliaran dolar itu. Inilah perbandingan hati nan bening dengan hati nan telah tertutup oleh kekuatan dunia.
Tuhan telah mengatakan bahwa nyawa satu orang manusia nan dibunuh itu dapat mengguncangkan Arsy. Artinya, nyawa manusia ini sangat berharga. Ketika nyawa manusia disepelekan hanya sebab sebongkah besar berlian sekali pun, niscaya ada nan salah dengan hati manusia nan ada di wilayah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berhadapan dengan berlian, nan ada di benak manusia ialah uang dan uang. Mereka membutuhkan uang.
Dengan uang, mereka membayangkan dapat melakukan banyak hal. Padahal ketika uang itu didapatkan dengan cara nan tak halal, uang itu tak akan bermanfaat. Uag itu bahkan akan menjadi bumerang. Tidak sedikit orang nan semakin kaya malah semakin tak karuan hidupnya. Ibadahnya menjadi berkurang, interaksi dengan orang lain menjadi terganggu, penampilannya semakin tak mencerminkan keikhlasan menerima keadaan apa adanya.
Dengan uangnya ia malah berbuat banyak maksiat. Tidak terpikirkan bahwa dengan uang sebenarnya ibadah harusnya lebih mantap dan lebih banyak lagi. Uang seharusnya mampu membukakan banyak jalan berbuat kebaikan. Tetapi sebab uang tak halal itu terasa panas, maka uang itu hanya akan memberikan rasa nan tak nyaman. Mungkin malah akan hilang percuma. Bertemu dengan orang nan tak tulusa dan bergaul hanya ketika masih punya uang.
Pada saat uang telah habis, habis juga masa pertemanan. Film antik Indonesia nan berjudul Intan Berduri, nan dimainkan oleh almarhum Benyamin Sueb, dapat menjadi citra bahwa sebenarnya mendapatkan banyak harta itu dapat menjadi sesuatu nan tak menyenangkan. Apalagi kalau tak mempunyai ilmu bagaimana mengendalikan uang. Dalam film itu dikisahkan kalau Benyamin mendapatkan sebongkah intan.
Lalu intan itu menjadi agunan bagi dirinya untyk menikmati rumah nan besar dan kehidupan nan sangat jauh berbeda dengan apa nan ia alami selama ini. Awalnya kebahagiaan tampaknya menghampiri dirinya. Tetapi lama-kelamaan, ia merasa bahwa hidupnya nan tampak berlimpah harta itu ternyata tak menyenangkan. Jangan membayangkan kalau orang kaya itu niscaya bahagia. Kebahagiaan memang harus dihadirkan dalam diri dan dari hati, namun, tak harus dalam keadaan berlimpah harta.
Harta itu krusial sebab memang sangat dibutuhkan. Bahkan beribadah pun membutuhkan uang. Mau naik haji atau umroh memerlukan uang nan tak sedikit. Lihatlah orang nan mempunyai uang nan halal. Hidupnya tenang dan ia dapat melakukan banyak hal dengan uangnya. Ia bahkan dapat memberikan waktunya buat orang lain dengan cara membantu mereka keluar dari kesulitannya. Ibadah pun menjadi lebih terjaga dan menyenangkan.
Permata dan Berlian Kalimantan: Terbaik Kok Termurah?
PT Borneo Berlian Cemerlang ialah salah satu perusahaan nan bergerak di bidang ekspor impor batu permata, berlian, emas, dan batu mulia lain. Ketertarikan anak perusahaan PT Turonggo Kalimantan ini menjalankan bisnis tersebut sebab keterkenalan permata dan berlian Martapura di mata dunia. Pertambangan permata dan berlian nan marak dilakukan di Martapura, secara tradisional maupun ultra modern, juga merupakan bukti betapa tanah Martapura mengandung berlian bermutu tinggi.
Penemuan intan berkadar zat oksidasi tinggi nan diperkirakan berharga miliaran rupiah telah membuat para penambang semakin semangat mengais-ngais tanah Martapura, Kalimantan Selatan. Intan tersebut bernama Intan Trisakti dan Intan Putri Malu. Pemerintah setempat tak tinggal diam. Intan Martapura nan diperkirakan merupakan intan terbaik di global ternyata dihargai terlalu rendah.
Pada saat inovasi intan Trisakti itu, Indonesia masih dipimpin oleh Sukarno. Intan itu lalu dibeli oleh pemerintah sebesar 3,5 miliar rupiah. Uang sebesar itu sangat luar biasa. Sayangnya, ada mutilasi nilai uang Indonesia sebab keadaan ekonomi nan memburuk. Akhirnya uang itu hanya menjadi 3,5 juta. Tetapi jangan bayangkan bahwa 3,5 juta dahulu sama dengan 3,5 juta sekarang. Dengan sebesar itu, ada 80 puluhan orang penambang nan naik haji.
Zaman sekarang 80 orang naik haji dengan biaya 35 juta satu orang, biayanya dapat mencapai hampir 3 miliar rupiah. Sepertinya memang hampir sama. Melihat kebahagiaan orang nan mendapatkan berlian itulah, akhirnya berjuta orang ingin juga merasakan rezeki nan sama. Tetapi setelah itu, sepertinya belum ada berlian nan sebesar itu. Kemungkinannya lagi ialah bahwa sebenarnya ada berlian nan lebih besar dari Trisakti dan Putri Malu, namun tak diberitakan.
Logikanya tak mungkin tak mendapatkan berlian nan besar kalau perusahaan berani menanamkan investasi nan sangat besar. Siapa tahu malah lebih besar lagi. Sedangkan masyarakat generik hanya mendapatkan serpihan berlian nan tak terlalu besar. Ukuran nan seperti pasir pun dapat menunjang kehidupan, apalagi kalau nan besar. Rasanya memang pantas berlian ini dihargai tinggi kalau melihat cara mendapatkannya.
Namun, nan terdengar ialah bahwa harga berlian dari Martapura ini cukup rendah dibandingkan dengan harga berlian dari Afrika. Hal itu disebabkan teknologi dan teknik olahan (cutting) para penambang Martapura masih sangat dibawah standar. Pemerintah berusaha membantu dengan melatih para SDM nan bergerak di bidang pertambangan dan penjualan permata dan berlian. Cukup kasihan melihat penghidupan para penambang tradisional ini. Berpanas, berendam dalam air demi sejumput berlian.
Tak Selamanya Indah
Kehidupan para penambang ternyata tidak seindah permata dan berlian. Setelah beratus tahun digali, tanah Martapura tidak terlalu banyak lagi menghasilkan intan. Dampaknya, para penambang nan telah bekerja sangat keras harus gigit jari dan menumpuk hutang. Ditambah dengan tata niaga berlian nan tidak terorganisasi dengan baik membuat pemerintah tak dapat mengetahui sudah berapa banyak intan nan terjual. Padahal kalau mau diperkirakan dengan baik, seharusnya kekayaan ini mampu membuat banyak orang sejahtera.
Bagi penambang, keadaan ini tentunya juga bukan warta baik. Mereka hanya dapat menambang terus menambang dan mengharapkan berlian besar. Lalu, kaya mendadak. Padahal, mungkin justru para pembeli dari luar negeri nan sudah menikmati hasil tambang tersebut sebab mereka dapat menjual berlian Martapura dengan harga sangat tinggi. Ketidakadilan ini harus diakhiri sebelum semua berlian Martapura habis tidak bersisa.
Kehidupan Penambang Intan Afrika
Bukti bahwa manusia memang sangat ingin mendapatkan intan ialah lubang galian manusia terbesar nan terdapat di Afrika Selatan. Lubang bekas tambang intan milik Tambang Kimberley ini sudah menghasilkan 2.720kg berlian sejak pertama kali ditemukan pada abad ke-19. Ribuan penambang dengan peralatan seadanya, sekop dan cangkul, telah dengan keras menggali hingga 22 juta ton tanah demi berlian yang latif tersebut. Lubang tersebut mempunyai kedalaman 215 meter dengan lebar sekitar 463 meter.
Bagaimana nasib penambangnya? Tidak jauh berbeda dengan para penambang intan di Martapura. Para penambang itu tetaplah penambang nan nasibnya sama dengan para petani penggarap huma nan miskin dan tidak mampu berbuat banyak buat meningkatkan kesejahteraannya. Mereka hanya mempunyai tenaga fisik nan kuat tapi tidak mempunyai pengetahuan buat bekerja lebih cerdas. Inilah fakta konkret tentang berlian dan penambangnya.