Perbedaan KHA dan UUPA
Undang-undang Konservasi Anak ditetapkan oleh pemerintah Indonesia setelah ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden RI Nomor 36/1990. Kemudian lahirlah UU Konservasi Anak pada pada tanggal 22 Oktober 2002, yakni UUPA No. 23 tahun 2002. Perangkat undang-undang ini lebih merealisasikan pemenuhan dan konservasi hak anak di Indonesia.
Pemberlakuan Konvensi Hak Anak buat negara nan telah meratifikasi. Kemudian keberadaan UU Konservasi Anak (UUPA) harus diketahui oleh semua pihak di masyarakat Indonesia. Keduanya menjadi payung hukum dalam setiap upaya konservasi anak. Terutama UUPA, tak saja mengatur pencegahan dan perlindungan, tetapi mengatur pula hukuman dan denda setiap pelanggaran terhadap hak-hak anak.
Kewajiban Orangtua
Hak anak menjadi hak nan sangat inheren pada diri anak. Konservasi dan pemenuhan hak anak ialah kewajiban orang tua, orang dewasa, sekolah, masyarakat, dan semua pihak nan akhirnya merujuk kepada pemerintah.
Kewajiban ini memiliki tiga kata kunci primer nan harus diperhatikan dan menjadi acuan aplikasi kewajiban tersebut, yaitu: Pemenuhan Hak Anak, Konservasi Anak, dan Perhargaan pada Anak atau respect .
Prinsip Umum
Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-Undang Konservasi Anak, keduanya memiliki prinsip-prinsip generik hak-hak anak. Prinsip generik ini disepakati agar seluruh anak di global memiliki hak nan sama. Adapun prinsip generik tersebut sebagai berikut: Kepentingan terbaik bagi anak, Hak tumbuh bunga dan kelangsungan hidup, Non diskriminasi, dan Hak partisipasi dalam masyarakat.
Pertama . Prinsip kepentingan terbaik anak, artinya bahwa setiap usaha dan upaya dalam kegiatan nan bersangkutan dengan anak harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi diri anak.
Kedua. Prinsip kelangsungan hayati dan perkembangan, terfokus pada hak-hak anak nan berkaitan dengan tumbuh-kembang anak dan keberlangsungan hayati anak buat tetap bertahan dalam kehidupan ini.
Ketiga. Prinsip universalitas atau non-diskriminasi, artinya semua hak-hak anak nan telah dirumuskan dan ditetapkan dalam upaya pemenuhan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak berlaku sama buat semua anak. Tidak ada pemisahan dan perlakuan berbeda pada anak, termasuk dalam kondisi dan situasi apapun.
Keempat. Prinsip partisipasi atau penghargaan terhadap pendapat anak. Anak memiliki hak buat terlibat dan dilibatkan dalam setiap hal nan berhubungan dengan kehidupan mereka. Pendapat anak patut didengar dan dipertimbangkan. Karena anak lebih mengetahui apa nan dia butuhkan dalam menjalani hidupnya.
Perbedaan KHA dan UUPA
Terdapat disparitas antara KHA dan UUPA. Ini menjadi karakteristik khas dari peraturan konservasi anak di Indonesia. Disparitas tersebut terdapat dalam tiga pasal, yaitu: Pasal tentang kewajiban anak, Pasal tentang hukuman buat pelanggaran-pelanggaran, dan nan terakhir ialah pasal disparitas pendefinisian anak.
Perhatian Khusus
Uundang undang U Konservasi Anak memiliki point-point krusial terhadap anak nan membutuhkan perlakuan dan konservasi nan spesifik dan berbeda dengan anak dalam keadaan normal. Hal ini dilakukan sebab keadaan anak tersebut membutuhkan konservasi spesifik dalam pemenuhan hak-haknya sebagai anak.
Titik perhatian dan konservasi spesifik ini, dicantumkan dalam UUPA dan berlaku buat anak-anak nan berada dalam keadaan sebagai berikut:
- Anak-anak nan berada dalam situasi dan keadaan darurat.
- Anak nan terlibat dalam konflik dengan hukum. Dengan kata lain, anak nan terlibat masalah hokum.
- Anak nan menjadi korban dari tindakan pendayagunaan ekonomi ataupun pendayagunaan seksual.
- Anak nan menjadi korban penyalahgunaan obat dan berdampak pada kesehatan hidupnya di masa depan.
- Anak-anak nan menjadi korban perdagangan dan penjualan atau human trafficking , dan anak korban tindak penculikan.
- Anak korban tindak kekerasan.
- Anak nan memiliki kelainan atau kecacatan (anak penyandang cacat).
- Anak nan menjadi korban penelantaran dan perlakuan salah.
- Anak nan berasal dari kalangan minoritas atau kaum marjinal.
Pelaksanaan Undang-Undang Konservasi Anak harus didukung dengan kepedulian semua lapisan masyarakat Indonesia. Membutuhkan dukungan semua pihak buat supremasi hukum konservasi anak.
Mari kita lindungi dan penuhi hak-hak anak demi masa depan generasi bangsa nan lebih baik. Setidaknya mulailah dari anak-anak di keluarga kita. Mulailah dengan menghargai mereka sebagaimana kita menghargai diri sendiri!
Contoh Kasus Kekerasan Pada Anak
Banyak sekali terjadi kasus nan melibatkan anak di sekitar kehidupan kita. Dan pada saat seperti itulah dibutuhkan donasi hukum dan secara jelasnya undang-undang buat konservasi anak memainkan perannya.
Anak ialah sosok nan masih kudus atau masih memiliki pengetahuan nan belum sempurna. Sehingga memang ia begitu mudah buat dimanipulasi ataupun dipergunakan dengan secara tidak semestinya oleh kalangan nan lebih dewasa nan berada di sekitarnya.
Pada tahun 2012 nan lalu, memang terjadi peningkatan mengenai taraf kasus kekerasan pada anak jika dibandingkan dengan kasus nan telah terjadi pada tahun sebelumnya.
Dan taraf paling tinggi dari kasus kekerasan ini ialah kasus kekerasan seksual. Hampir 60 persennya ialah kasus kekerasan seksual. Dan lebih parahnya lagi, kasus kekerasan ini paling banyak dilakukan oleh orang terdekat dari si anak yaitu nan berada di sekitar kehidupan si anak. Misalnya ialah orang tua seperti ayahnya sendiri, kakek, paman ataupun juga tetangga dekat.
Merekalah nan memang memiliki akses terdekat dan termudah kepada anak. Dengan hal ini maka akan memudahkan terjadinya hal kekerasan seksual nan menimpa anak ini.
Banyak kasus nan mendapatkan perhatian dari publil. Karena memang terkadang banyak nan tidak terima bahwa anak usia dini sudah menerima kekerasan dalam bentuk seksual nan akan menjadi trauma bagi dirinya dan dibawa sepanjang hayati si anak.
Sebut saja anak nan diperkosa oleh tetangga nan sedang mabuk. Selain itu, alat kemaluan si anak juga dimasukan sepotong bambu. Hal ini mengakibatkan si anak mengalami kerusakan nan sangat parah pada organ kelaminnya.
Atau kasus kekerasan seksual nan baru saja terjadi dan menyentak perhatian publik ialah kasus nan terjadi di Jakarta nan dialami oleh RI. RI meninggal dalam keadaan nyang tragis. Dan analisa nan dilakukan oleh pihak medis menyatakan bahwa Ri mengidap penyakit gonorhea yaitu semcam penyakit kelamin.
Sebetulnya pihak medis tidak mengetahui akan hal ini sebab sebelumnya RI hanya menderita panas dan kejang. Ia pun di bawa ke Puskesmas oleh pihak orang tuanya. Lalu ketika dokter akan membuatkan obat kejang untuknya, barulah diketahui bahwa ia sedang terkena penyakit kelamin ini.
Maka diusutlah mengapa sampai RI terserang penyakit ini. maka terbukalah tabir bahwa memang sebenarnya ia telah diperkosa oleh orang nan mengidap penyakit ini. sebab penyebaran penyakit ini hanyalah bisa dilakukan melalui interaksi seksual.
Sampai pada saat Ri meninggal sebab radang otak nan sudah cukup parah, pihak polisi masih belum menentukan siapa pelaku dari kekerasan seksual nan menimpa RI. Sampailah pada sebuah hal nan mengejutkan bahwa si pelaku ternyata ialah ayahnya sendiri.
Inilah nan memang banyak sekali terjadi di negara kita. Anak menjadi korban dari kebiadaban atau hilangnya rasa humanisme dari orang nan seharusnya memberikan konservasi bagi dirinya.
Selain kekerasan seksual, anak juga sering mendapat perlakuan nan tidak sewajarnya dari pihak nan terdeat. Misalnya ialah mengalami kekerasan fisik. Sampai banyak pula kasus kekerasan fisik nan menimpa anak nan sampai membuat kematian bagi si anak.
Kekerasan dilakukan sebab menganggap anak tak bisa melakukan apa nan dikehendaki oleh orang lain. Hal inipun juga banyak dilakukan oleh orang tua, baik itu kandung ataupun orang tua tiri.
Seperti nan juga terjadi bahwa ada ibu tiri nan memukuli anaknya hingga si anak meninggal. Anak menerima pukulan nan cukup berat sehingga membuatnya meregang nyawa. Semuanya dilakukan oleh si ibu tiri sebab menganggap si anak tak mau mendengarkan apa nan ia katakan.
Dalam menelisik banyaknya kasus kekerasan pada anak ini, kita sering menjumpai bahwa masalah ekonomi menjadi salah satu penyebabnya. Orang tua kesulitan dalam mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hayati keluarga sehingga menjadi gelap mata dan melakukan apa nan tidak seharusnya dilakukan.
Dengan ini memang bisa diambil konklusi bahwa memang kasus nan menimpa pada anak bukanlah kasus nan berdiri sendiri semuanya saling berkaitan. Masalah nan satu bisa disebabkan oleh masalah nan lainnya. Undah-undang konservasi anak ini diharapkan bisa buat menjadi payung hukum nan melindungi anak dan masa depan mereka.