Lagu Batak dan Vicky Sianipar
Lagu Batak ialah sebuah seni nan merakyat. Pernahkah Anda mendengar lagu Batak? Lagu Batak ini mudah dikenali sebab liriknya nan khas dan cara bernyanyinya nan unik. Mengapa unik? Umumnya lagu Batak dinyanyikan oleh penyanyi dengan suara berkualitas tinggi. Apalagi jika penyanyinya berdarah batak, lagu akan dilantunkan dengan suara bergetar . Maksudnya, para pendengar bisa menangkap adanya getaran pada tiap lirik. Tapi itu justru menjadi daya tarik dan keistimewaannya.
Lagu Batak tak dapat lepas dari sendi kehidupan masyarakat. Jika Anda pernah berkunjung ke Sumatera Utara niscaya akan menemukan banyak lapo tuak . Lapo tuak ialah loka para warga berkumpul sambil minum tuak.
Tahukah Anda apa nan dimaksud dengan tuak? Tuak ialah minuman nan berasal dari air nira dan dinapkan sehingga mengandung alkohol. Tapi jangan mengira kalau di sana sering terjadi keributan antara para peminum tuak nan sudah mabuk.
Lapo tuak sebenarnya menjadi bagian khas suku batak bersosialisasi dengan lingkungannya. Modernitas nan melanda global saat ini tentu saja sudah menggeser peran lapo tuak . Bahkan, sudah tergolong sulit menemukan lapo tuak , kecuali di daerah-daerah tertentu.
Mengapa lapo tuak berperan terhadap lagu Batak? Karena para pemuda nan berkumpul di sana tak pernah meninggalkan gitarnya. Jadi, selain loka menikmati tuak, lapo tuak juga menjadi loka orang buat berkesenian. Lapo tuak menjadi semacam anjung nan akan menempa seorang penyanyi. Dari sinilah kemudian banyak lahir penyanyi-penyanyi profesional.
Sesungguhnya, Sumatera Utara tak selalu ditinggali suku Batak. Masih ada banyak sekali suku bangsa nan hayati di sana. Daerah itu nyaris tak pernah dihantam pergolakan sebab disparitas suku, ras dan agama. Disparitas bukanlah hal nan aneh buat masyarakat di sana.
Kembali ke masalah lapo tuak , tak hanya lagu Batak nan berkumandang di sana. Namun juga lagu Karo, misalnya. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa jumlah lagu Batak jauh lebih banyak. Dari lapo tuak inilah lagu Batak menjadi begitu merakyat dan berkembang dengan pesat. Satu hal nan niscaya para pelantunnya tak memiliki suara nan sembarangan.
Dapat dikatakan kalau lagu Batak membutuhkan kematangan vokal nan bagus. Jangkauan nadanya pun luas dengan naik turun nan dapat sangat ekstrem. Seorang penyanyi lagu Batak harus memiliki napas nan panjang dan suara nan bertenaga. Kalau tak pasti akan sulit melantunkan lagu-lagu suku ini dengan sempurna.
Lagu Batak tidak hanya berskala daerah. Indonesia mengenal lagu perjuangan berjudul Butet . Butet ialah panggilan khas buat anak perempuan, berpasangan dengan Ucok nan diperuntukkan bagi anak laki-laki. Butet ialah lagu nan memiliki taraf kesulitan nan tinggi.
Lagu Batak dan Penyanyi Ternama
Para pencinta lagu-lagu Batak tentu sangat mengenal nama-nama seperti Trio Lasidos, Trio Ambisi atau Trio Amsisi. Mereka pernah mencapai kejayaan di taraf nasional. Suaranya sungguh luar biasa. Meskipun tak mengerti bahasanya Anda dapat merinding mendengar lagu Batak. Suara nan meliuk-liuk dengan taraf kesulitan nan tinggi.
Bagi pecinta musik Indonesia tahun 1980-an, tentu masih ingat pada sebuah kenyataan nan menarik. Zaman itu, penyanyi terkenal niscaya melahirkan album lagu-lagu daerah. Yang paling sering dinyanyikan tentu saja lagu Batak dan lagu Minang. Sebut saja misalnya Endang S. Taurina, Betharia Sonata bahkan Emilia Contessa. Mereka berlomba-lomba melengkapi kesuksesannya dengan menghasilkan album daerah.
Para penyanyi itu kebanyakan tak memiliki darah Batak sedikit pun. Bukan juga berasal dari salah satu provinsi di bagian utara pulau Sumatera itu. Namun, mereka dapat melantunkan lagu Batak dengan sempurna. Tentu sebab kualitas vokal para penyanyi zaman itu nan memang patut diacungi jempol.
Selain itu, ada suatu teori nan diyakini pada tahun 1980-an. Saat itu ada pendapat nan mengatakan bahwa seorang penyanyi top harus menaklukkan Sumatera Utara. Karena daerah ini tergolong keras dan sulit ditaklukkan. Tidak mudah bagi seorang penyanyi buat mendapat loka di sana.
Sekadar tambahan informasi, pada beberapa hal eksklusif hal seperti ini masih terjadi di sana hingga saat ini. Salah satu perusahaan rokok terbesar nasional pun tak sanggup menancapkan tajinya di daerah ini.
Nah , mungkin inilah nan menjadi salah satu pertimbangan mengapa banyak para penyanyi nan mencoba mengeluarkan album berisi lagu-lagu Batak. Salah satu lagu pop Batak nan sangat terkenal ialah “Inang” nan dinyanyikan oleh Emilia Contessa.
Anda tentu dapat membayangkan bagaimana kualitas vokal Emilia Contessa. Kedahsyatan suaranya ditambah dengan lagu batak nan tergolong sulit, menghasilkan karya nan luar biasa. Sulit rasanya buat mencegah berdirinya bulu roma tatkala mendengar lagu “Inang” berkumandang.
Tak sporadis seorang penyanyi mendaur ulang lagu-lagu populernya ke dalam bahasa daerah, salah satunya dalam bahasa Batak. Tentu akan menjadi sangat unik ketika sebuah lagu pop dilantunkan ke dalam bahasa Batak. Mau tidak mau ini akan menjalin kedekatan emosional nan sulit terbantahkan dengan orang-orang Batak.
Akan tetapi, saat ini hal seperti itu sudah tak pernah diadopsi lagi. Para penyanyi sudah hampir tak pernah lagi mengeluarkan lagu-lagu daerah, baik dari daerahnya sendiri apalagi dari daerah lain. Para musisi kebanyakan memanfaatkan momen bulan kudus buat mengeluarkan album bertema spesifik dalam hal ini religi.
Di luar itu, mereka hanya menghasilkan album reguler. Bahkan kadangkala hanya menelurkan single saja. Ini terjadi terutama saat kenyataan NSP sedang menggelora di tanah air.
Lagu Batak dan Vicky Sianipar
Kini, lagu Batak memang sudah tak seperti dulu. Dalam arti popularitasnya harus diakui sudah menurun. Namun, bukan berarti lagu-lagu jenis ini akan mengalami kepunahan atau hilang selamanya dari pentas musik nasional.
Bagaimanapun juga ada saja orang-orang istimewa nan menaruh perhatian spesifik dan berkeinginan mencegah kemunduran terus terjadi. Salah satunya ialah Vicky Sianipar. Seorang anak muda nan berasal dari zaman modern ini namun memiliki kepedulian terhadap musik leluhurnya. Vicky dianggap memiliki musikalitas nan tinggi.
Dia tak main-main saat berusaha terus menghidupkan lagu Batak buat terus berkembang dan maju. Vicky ialah generasi muda nan akrab dengan teknologi dan kemudahan dalam bermusik. Dengan bekal ilmunya, dia bisa meracik aneka jenis bunyi-bunyian melalui komputer. Itu salah satu contohnya.
Dunia maya memberi banyak kemudahan buat bertukar informasi dan ilmu. Vicky Sianipar tahu betul itu. Dan dia berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin. Jadi, jangan merasa heran jika mendengar lagu-lagu batak disajikan dengan ramuan nan berbeda.
Di tangan anak muda ini, lagu Batak menjadi begitu modern dan enak di telinga. Lagu batak pun berdandan menjadi jauh lebih maju dibanding sebelumnya. Upaya Vicky tentu layak mendapat apresiasi positif dari para penikmat musik. Ini ialah langkah berani buat memajukan serta melestarikan lagu daerah. Walaupun tak semua pihak bisa terpuaskan.
Satu hal nan pasti, tak sedikit orang nan memandang sebelah mata terhadap upaya-upaya seperti ini. Bahkan bukan mustahil akan ada nan menuduh usaha memadukan kesenian atau lagu daerah dengan unsur-unsur modernitas sebagai bentuk “pengkhianatan” terhadap kesenian itu sendiri. Benarkah demikian?
Ah, bukankah lebih bijak jika kita tak nyinyir? Apa pun nan dilakukan orang lain seperti misalnya, melestarikan lagu Batak sepanjang dengan tujuan nan baik mengapa tak didukung. Lebih bijak lagi jika kita bertanya, apa nan sudah kita lakukan buat melestarikan budaya? Mengapa tak berpegangan tangan dan saling mendukung sesuatu nan positif demi kebaikan bersama?