Bagaimana Mengukur Kepuasan Kerja?
Performansi suatu perusahaan tak hanya ditentukan dari sisi finansial saja, seperti nilai ROI, profit dan lain-lain, tetapi juga menyangkut aspek lain nan menyangkut pekerja. Salah satu aspek nan harus dipertimbangkan tersebut ialah kepuasan kerja dari pekerja.
Apa Itu Kepuasan Kerja?
Kepuasan kerja berkaitan dengan tanggapan secara emosional terhadap berbagai aspek nan ada di loka kerja, sehingga bisa dikatakan kepuasan kerja bukan dipengaruhi konsep tunggal. Minnesota Satisfaction Questionnaire ialah contoh alat ukur kepuasan kerja meliputi 20 dimensi kepuasan kerja nan dikeluarkan oleh University of Minnesota.
Apa Saja Model Kepuasan Kerja?
Karena bukanlah konsep tunggal, ada beberapa model nan mencoba mendeskripsikan mengenai kepuasan kerja.
Pemenuhan Kebutuhan
Kepuasan kerja ditentukan oleh apakah suatu loka kerja bisa memenuhi kebutuhan nan diinginkan dari pekerjanya. Sebagai contoh ada kasus sebuah loka kerja ditinggalkan lebih dari 30% pekerjanya sebab loka kerja tersebut tak mengakomodasi kebutuhan kesehatan keluarga.
Ketidakcocokan
Kepuasan kerja berkaitan dengan asa dari pekerja. Ketika asa dan fenomena dari pekerja tak cocok, maka pekerja akan merasa tak puas dalam bekerja.
Pencapaian Nilai
Pada model ini, kepuasan kerja akan tercapai bila pekerjaan tersebut bisa mengakomodasi pemenuhan nilai-nilai dari seorang individu. Misalnya, buat seorang dokter, maka salah satu nilai nan harus dipenuhi ialah tercapainya nilai humanisme dalam pekerjaannya.
Persamaan
Model ini berkaitan dengan kesesuaian antara input nan diberikan oleh pekerja dan output nan diterima oleh pekerja. Selama pekerja merasa energi nan dikeluarkan setara dengan benefit nan diterima oleh perusahaan makan pekerja tersebut akan merasa puas.
Komponen Watak/Genetik
Ada pandangan nan menyatakan kepuasan kerja juga ditentukan oleh tabiat dari individual pekerja. Seorang individu dengan tabiat nan ambisius akan merasakan kepuasan kerja bila diberikan tantangan di loka kerjanya. Faktor genetik nan membentuk nilai-nilai kepuasan hayati akan berpengaruh terhadap ukuran kepuasan kerja nan diinginkan seorang individu.
Bagaimana Mengukur Kepuasan Kerja?
Pada prinsipnya kepuasan kerja bisa diukur dengan mencari gap atau disparitas antara apa nan diharapkan (expected) dengan apa nan dirasakan (perceived). Semakin besar disparitas antara nilai expected dan nilai perceived maka kepuasan kerja akan semakin kecil.
Sebagai contoh, seorang pekerja menganggap aspek promosi merupakan faktor nan sangat krusial dalam menentukan kepuasan kerjanya, tetapi pekerja tersebut merasakan aspek promosi terhadap dirinya nan diberikan oleh perusahaan rendah. Dalam kasus seperti ini bisa disimpulkan pekerja tersebut mempunyai kepuasan kerja nan rendah.
Apa Saja Alat Ukur Kepuasan Kerja?
Pada dasarnya setiap loka kerja mempunyai aspek penentu kepuasan kerja nan berbeda-beda. Aspek penentu kepuasan kerja nan sudah teridentifikasi bisa dijadikan indikator dalam bentuk kuesioner kepuasan kerja. Ketika aspek manusia memang sangat dipandang krusial dalam keberhasilan sebuah organisasi, maka pengukuran kepuasan kerja ialah hal nan absolut dilakukan buat mempertahankan sumber daya nan ada.
Kepuasan Kerja dan Perfomansi Perusahaan
Alat ukur performansi perusahaan nan baru, sudah memuat variabel kepuasan kerja sebagai salah satu faktor nan diperhitungkan. Contohnya, dalam balanced scorecard, evaluasi kepuasan karyawan bisa menjadi salah satu aspek pengukuran.
Kepuasan kerja bisa menjadi salah satu cara introspeksi suatu perusahaan atau organisasi dalam menilai kesehatan dirinya. Pekerja puas, performansi perusahaan pun akan meningkat.
Faktor-faktor nan Memengaruhi Kepuasan Kerja
Setiap pekerja menginginkan kepuasan kerja dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Bekerja, termasuk di dalamnya kepuasan kerja, memang tak hanya sebagai kegiatan buat memenuhi kebutuhan hayati jasmani, tetapi juga sebagai pemenuhan keinginan atau cita-cita seseorang buat menjadi siapa nan diinginkan.
Pada kenyataannya memang tak semua orang bekerja sinkron dengan keinginannya. Untuk mereka nan mengalami kondisi demikian, kepuasan kerja sangat sulit buat diperoleh. Bekerja hanya sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi dirinya atau keluarga. Bekerja hanya menjadi rutinitas harian, dari pagi hingga petang, dan berlibur di pengujung minggu (untuk beberapa profesi bahkan tak ada libur di pengujung minggu).
Kegiatan pekerjaan tanpa kepuasan kerja akan menjadikan seorang pekerja mudah mengeluh, tak ada semangat kerja, dan prestasi kerja juga sulit buat dicapai. Kepuasan kerja memang menjadi kebutuhan bagi para pekerja meskipun apa nan mereka kerjakan tak sinkron dengan keinginan.
Namun, kepuasan kerja layak buat dimiliki oleh setiap pekerja. Memperoleh kepuasan kerja ialah seputar rasa, yaitu rasa puas atas apa nan telah dikerjakan. Oleh sebab itu, mereka dengan pekerjaan nan terlihat menyenangkan juga belum tentu mendapatkan kepuasan kerja.
Pekerjaan memang menyangkut pada cita-cita, mimpi, dan keinginan seseorang dalam menjalani hidup. Oleh sebab itu, pekerjaan merupakan pemilihan profesi nan dikehendaki. Memilih bentuk pekerjaan buat setiap orang tentu bhineka meskipun ada beberapa profesi favorit seperti dokter, pengacara, arsitek, seniman dan lain-lain. Namun, latar belakang pemilihannya berbeda termasuk taraf kepuasan nan akan diperoleh pun akan mengalami perbedaan.
Dengan demikian, buat memperoleh kepuasan kerja, perlu diperhatikan hal-hal nan mampu mewujudkan kepuasan kerja baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar individu.
Faktor-faktor dalam Memperoleh Kepuasan Kerja
Agar kegiatan bekerja lebih menyenangkan, menantang, dan memberikan prestasi, seorang pekerja harus memperoleh kepuasan kerja dalam dirinya. Secara teoritis dalam buku Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia disebutkan bahwa kepuasan kerja ialah keadaan emosional nan menyenangkan atau tak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2001).
Berdasarkan pengertian tersebut, kepuasan kerja merupakan relativitas dari perasaan manusia terhadap pekerjaan nan mereka lakukan. Meski kepuasan kerja diperoleh melalui perasaan manusia nan relatif, namun terdapat faktor-faktor generik nan bisa menjadi acuan seorang karyawan buat memperoleh kepuasan kerja. Faktor-faktor ini merupakan faktor internal pekerja maupun eksternal nan berkaitan dengan pekerjaan nan dilakukan. Faktor-faktor itu ialah sebagai berikut.
1. Memperoleh Kepuasan Kerja - Faktor Individu
Faktor individu meliputi hal-hal mengenai diri seseorang nan terkait dengan pekerjaan, seperti hal-hal berikut.
- Sikap terhadap pekerjaan. Adanya faktor sikap seseorang terhadap pekerjaan menjadikan kepuasan kerja sebagai sesuatu nan relatif. Misalnya ketika seorang pekerja menyikapi suatu pekerjaan dengan perasaan bahagia dan tertantang buat melakukannya. Maka saat pekerjaan tersebut terselesaikan, dia akan mendapatkan kepuasan kerja.
- Usia saat menghadapi pekerjaan. Usia produktif seorang pekerja memengaruhi kepuasan kerja nan diperoleh sebab seiring dengan kekuatan mengupayakan pekerjaan nan dilakukannya.
- Jenis kelamin. Untuk bentuk pekerjaan tertentu, jenis kelamin membatasi seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya, seorang wanita tak akan memperoleh kepuasan kerja ketika dirinya melakukan pekerjaan seorang laki-laki tanpa ada dasar kesenangan terhadap pekerjaan nan dilakukan.
- Harapan terhadap pekerjaan. Seorang pekerja, dalam melakukan pekerjaannya memiliki asa tertentu. Saat asa nan diinginkan tak tercapai, maka seorang pekerja tersebut tak akan memperoleh kepuasan kerja. Misalnya, seorang penulis buku nan berharap karyanya digemari banyak orang. Namun fenomena nan berlaku ialah sebaliknya, karyanya tak disukai. Hal ini tentu akan menyebabkan si penulis tak memperoleh kepuasan kerja.
- Kondisi fisik/kesehatan. Kondisi fisik seorang pekerja nan sehat memberikan banyak kesempatan buat melakukan pekerjaan dengan baik dan menghasilkan prestasi. Dengan kesehatan nan dimiliki, seorang pekerja bisa mengupayakan dirinya buat memperoleh kepuasan kerja.
2. Memperoleh Kepuasan Kerja - Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan faktor nan meliputi pengaruh-pengaruh interaksi sosial