Sehari Semalam dalam Kebudayaan Sunda
Indonesia terdiri dari berpuluh suku nan hingga sekarang dibagi dalam 33 Provinsi. Indonesia sering disebut negara nan sangat kaya, dari sumber daya alam, sumberdaya manusia dan kebudayaannya. Berbagai macam kebudayaan sangat kental dari mulai kebudayaan Jawa, kebudayaan Sunda , kebudayaan Minang, dan masih banyak lagi nan lainnya.
Terbentang dari sabang sampai Merauke
Berbagai kebudayaan ini memperkaya khazanah Nusantara . Tidak dapat dipungkiri banyak negara tertarik dengan kebudayaan-kebudayaan ketimuran ala Indonesia.
Indonesia memiliki majemuk kebudayaan sebab memiliki banyak suku bangsa nan mendiami daerah Indonesia. Keragaman ini muncul bukan baru-baru ini, melainkan dari ratusan tahun nan lalu. Kehidupan zaman dahulu tak dapat dianggap remeh sebab menghasilkan produk-produk nan elegan. Lihat saja Candi Borobudur dibangun dengan arsitektur nan menakjubkan. Berbagai macam punden berundak, batu tulis sudah banyak ditemukan sebagai produk masa lalu.
Adanya produk budaya ini tak akan lepas dari pemikiran-pemikiran orang pintar pada zamannya. Mereka tak akan dapat mendirikan bangunan, bertahan hayati jika tak mempunyai ilmu nan cukup. Banyaknya bangunan tempo dulu nan masih berdiri menandakan bahwa ilmu arsitektur nan dimiliki tak kalah dari orang jaman sekarang. Sistem sosial kemasyarakatan pun banyak nan dipakai hingga sekarang, misal sistem pemerintahan. Dalam kesehariannya pun masyarakat sudah mengenal ilmu astronomi, yaitu bagaimana mereka dapat menentukan kapan waktu bekerja kapan waktu istirahat sudah teratur.
Sehari Semalam dalam Kebudayaan Sunda
Pemakaian ilmu astronomi sudah dipakai oleh orang sunda jaman dahulu. Orang sunda sudah mempunyai patokan tersendiri buat mengatur waktu selama sehari semalam. Bukan hanya ilmu astronomi saja nan dipakai buat menghitung waktu sehari semalam, ilmu geologi pun sudah diterapkan. Penetapan ini sangat kental dengan ciri-ciri alam, sebab alamlah nan menjadi sahabat dan alam pun dapat memberikan tanda-tanda buat menjalani kehidupan .
Penamaan waktu nan ada dalam kebudayaan Sunda berpatokan pada keberadaan binatang sekitar, apa nan dirasa dan apa nan didengar oleh mereka. Berikut ialah nama waktu nan digunakan dalam kebudayaan sunda. Pembagian waktu di atas dilakukan berdasarkan dua hal, yaitu tanda alam nan dirasakan dan didengar dan petunjuk matahari. Pembagian waktu nan dilakukan berdasarkan tanda alam mencakup wanci tumorek-wanci haliwar dan sareureuh gaang - teungah peuting. Pembagian waktu nan dilakukan berdasarkan matahari mencakup balebat-sareupna/harieum beungeut.
- Wanci (Waktu) Tumorek. Disebut tumorek sebab saat inilah orang sedang tertidur pulas. Tumorek itu sendiri berasalah dari kata torek nan berarti tak bisa mendengar apa-apa. Semua orang sedang istirahat dan tak terdengar apapun. Waktu ini diperkirakan pada pukul 00.30
- Wanci (Waktu) Janari Leutik. Disebut janari leutik , sebab sudah melewati waktu tengah malam nan sering disebut dini hari. Estimasi waktunya kira-kira pukul 01.30 dini hari.
- Wanci (Waktu) Janari Gede. Waktu ini menunjukan ketika hari sudah menuju pagi, estimasi sekitar pukul 02.00.
- Wanci (Waktu) Disada Rorongkeng. Kadang kita mendengar atau mungkin pernah mendengar ayam nan berkokok dua kali pada dini hari. Waktu ini menunjukkan ketika ayam berkokok sebanyak satu kali saja. Estimasi waktu sekitar pukul 02.30
- Wanci (Waktu) Haliwar. Setelah ayam berkokok satu kali maka tak akan lama kemudian sekitar setengah jam setelah itu, ayam akan berkokok sebanyak dua kali atau lebih.
- Balebat. Balebat ini ialah waktu ketika terbit fajar. Kalau dalam ajaran Islam, ini sudah masuk waktu subuh, ketika matahari hampir menampakkan cahayanya. Estimasi waktunya sekitar pukul 04.30 sampai dengan pukul 05.00.
- Carangcang Tihang. Langit nan semula pekat, sudah mulai terang sedikit demi sedikit. Suasana malam masih terasa, tetapi kita sudah dapat membedakan benda nan ada di hadapan kita dengan pandangan mata. Waktu ini tak lama, berlangsung sekitar 10 menit, dimulai sekitar pukul lima pagi.
- Murag Ciibun/Meletek. Menurut ilmu kesehatan, waktu ini merupakan waktu nan baik buat menghirup udara pagi. Kandungan oksigen nan belum terkontaminasi polusi udara masih terasa segar. Matahari sudah mulai tampak buat menyambut pagi. Murag Ciibun menandakan air embun nan mulai berjatuhan. Disebut demikian sebab biasanya kita bisa melihat bulir-bulir embun nan berjatuhan di daun. Meletek menandakan matahari nan baru keluar.
- Haneut Moyan. Ternyata orang zaman dahulu pun sudah sadar dengan kesehatan dengan memanfaatkan cahaya matahari pagi. Ungkapan haneut moyan dapat diartikan waktunya buat berjemur di pagi hari. Seperti banyak penelitian nan sudah dilakukan sekarang bahwa sinar matahari pagi mempunyai khasiat nan berguna bagi tulang dan kulit sebab matahari megandung sinar ultra violet dengan kandungan vitamin D nan baik buat kesehatan.
- Rumangsang. Jika diibaratkan dengan jam, kira-kira waktu ini sama dengan pukul 9 hingga 11. Kenapa disebut rumangsang , sebab cahaya matahari sudah mulai terasa panas. Beda halnya dengan haneut moyan , saat ini sinar matahari sudah mulai tak baik bagi kesehatan.
- Pecat Sawed. Pecat sawed lebih khusus dan sering dikhususkan buat kerbau. Saat ini ialah waktunya kerbau dilucuti sawed -nya (sesuatu nan menempel pada leher kerbau nan dipakai buat menarik garu atau wuluku). Waktunya pukul 11.00, kalau diasosiasikan pada saat sekarang ialah waktunya buat istirahat.
- Manceran. Ketika matahari tepat di atas ubun-ubun, maka waktu itu disebut waktu manceran , sudah jelas ini pukul 12 siang, atau disebut tengah hari.
- Lingsir Ngulon. Matahari mulai bergerak ke barat, meskipun suasana panas tapi sudah tak sepanas waktu tengah hari, berlangsung kira-kira sampai pukul 14.00 atau lebih.
- Panonpoe Satangtung. Dalam menentukan waktu shalat, Islam pun pada waktu dahulu lebih menggunakan matahari. Contohnya kita menancapkan tongkat di tanah dan ketika bayangan tongkat sudah lebih panjang maka itu sudah masuk waktu shalat ashar. Waktu panonpoe satangtung ini menjadi penanda mau masuknya waktu shalat ashar sekitar pukul 03.00, sebab bayangn kita sudah sama dengan tinggi badan sebenarnya.
- Tunggang Gunung. Sudah masuk waktu sore hari matahari terlihat di sebelah barat nan terlihat sudah mau terbenam. Biasanya, kita akan melihat matahari seakan-akan ada persis di atas gunung. Tentunya ini sinkron dengan letak geografis orang sunda nan lebih banyak tinggal di perkampungan akan beda tentunya dengan penduduk di pinggir pantai.
- Sariak Layung. Memasuki petang, atau matahari sudah mulai tenggelam, dan warnanya sudah mulai memerah pukul 17.30.
- Erang-Erang. Hampir sama dengan sariak laying , tetapi ini lebih khusus yaitu waktunya shalat Magrib. Matahari sudah tenggelam, hanya masih ada rona kemerahan nan masih terlihat.
- Sareupna/Harieum Beungeut. Waktu ini ialah perpindahan dari siang menuju malam. Bentuk benda masih terlihat atau remang-remang sekitar pukul 18.30.
- Sareureuh Gaang. Waktu gaang (anjing tanah, yaitu serangga tanag nan mengeluarkan suara seperti jangkrik) berhenti bersuara diperkirakan pukul 19.00.
- Sareureuh Budak. Waktu ini ketika anak-anak harus sudah mulai tidur, lebih khusus kepada anak-anak nan masih kecil, pukul 20.00.
- Sareureuh Kolot. Istirahatnya orang tua disebut waktu sareureuh kolot, yaitu pukul 22.00. dilihat dari segi kesehatan, saat ini memang baik sebab tidur tak terlalu malam, bahkan waktu nan seharusnya buat menyegerakan tidur.
- Tengah Peuting. Merupakan waktu tengah malam.
Ternyata sejak zaman dahulu nenek moyang kita sudah bias menentukan waktu buat beraktifitas selama satu hari satu-malam dengan jamnya mereka sendiri. Ada beberapa versi dari beberapa peneliti sebenarnya mengenai batasan waktu sehari semalam dalam kebudayaan sunda, tapi tak menjadi masalah sebab hanya ada sedikit disparitas dan tak terlalu signifikan.
Semoga bermanfaat.