Sejarah Ahmadiyah Lahoredi Indonesia

Sejarah Ahmadiyah Lahoredi Indonesia

Ahmadiyyah, hingga saat ini merupakan sebuah gerakan nan penuh kontroversi. Sejarah Ahmadiyah penuh dengan liku dan pelarangan di berbagai negeri muslim. Ahmadiyah sendiri pada awalnya ialah sebuah gerakan keagamaan nan didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di sekitar tahun 1889.

Sejarah Ahmadiyah menyebut bahwa gerakan ini didirikan di kota Qadian, Punjab India. Pada awal pendiriannya Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid atau pembaharu agama. Dia juga mengaku bahwa dia ialah al Masih dan juga al Mahdi.

Pengikut Mirza Ghulam Ahmad sendiri tak manunggal seperti pada awal sejarah Ahmadiyah. Namun, saat ini telah terpecah menjadi dua kelompok besar. Meski demikian, keduanya menganggap masing-masing kelompoknya sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi. Dua kelompok tersebut antara lain :

  1. Ahmadiyah Muslim Jamaat

Menurut sejarah Ahmadiyah, Ahmadiyah Muslim Jamaat disebut juga dengan Ahmadiyah Qadian. Di Indonesia, kelompok ini membentuk sebuah organisasi dengan nama Jamaah Ahmadiyah Indonesia atau Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Organisasi ini sendiri telah mendapatkan SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953. Artinya telah memiliki badan hukum nan absah sejak tahun 1953.

  1. Ahmadiyah Lahore

Di global dikenal dengan nama Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore. Bila jamaah pertama membentuk sebuah organisasi di Indonesia, maka begitu pula dengan jamaah ini. Di Indonesia, jamaah ini bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia.

Gerakan ini sudah memiliki badan hukum nan bernomor I x tanggal 30 April 1930. Meski kedua jamaah di atas telah memiliki badan hukum atau legalitas, namun pemerintah Indonesia memutuskan melarang para penganut Ahmadiyah buat menyebarkan kegiatannya, sebab bertentangan dengan akidah agama Islam.

Hal ini berdasarkan Surat Keputusan atau SK 3 Menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia nan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama. Surat ini dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2008. Dengan begitu, sejak saat itu, Ahmadiyah termasuk gerakan nan dilarang di Indonesia.



Sejarah Ahmadiyah di Dunia

Sebenarnya Ahmadiyah sendiri merupakan organisasi keagamaan nan sudah mendunia. Dalam sejarah Ahmadiyah, anggotanya telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia. Cabang resmi Ahmadiyah, terdapat di lebih dari 174 negara. Baik di Asia, Afrika, Eropa, Australia maupun Amerika.

Jumlah anggotanya pun fantastis, tercatat lebih dari 150 juta orang di global ialah anggota Ahmadiyah. Dalam sejarah Ahmadiyah, mereka pun telah menerjemahkan kitab kudus umat Islam yaitu Al Qur’an ke berbagai bahasa. Saat ini Ahmadiyah telah menerjemahkan Al Qur’an ke lebih dari 100 bahasa. Di Indonesia sendiri, Ahmadiyah telah menerjemahkan Al Qur’an ke bahasa Jawa, Sunda dan Indonesia.



Sejarah Ahmadiyah Qadiyan di Indonesia

Ahmadiyah Qadian atau Ahmadiyah Muslim Jamaat tersebar di Indonesia sebab dibawa oleh tiga orang pengikut pertama Ahmadiyah dari Sumatera Barat. Mereka ialah Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan.

Pada awalnya tiga pemuda asal pesantren Sumatera Tawalib ini akan pergi ke Mesir buat belajar Islam. Namun, ternyata guru mereka di pondok menyarankan mereka buat pergi ke India. Alasannya ialah saat itu India menjadi pusat pembaharu.

Ketika mereka sampai di Lahore, mereka bergabung dengan Ahmadiyah Lahore di desa Qadian, atau saat itu dikenal dengan Anjuman Isyaati Islam. Mereka pun akhirnya dibaiat sebagai pengikut oleh pimpinan Ahmadiyah di kota tersebut.

Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan kemudian belajar di Jamiyah Ahmadiyah nan dulu bernama Madrasah Ahmadiyah. Tiga orang murid asal Sumatera Barat tersebut kemudian mengundang beberapa rekannya buat belajar tentang Ahmadiyah di Lahore.

Tidak lama kemudian, sekitar dua puluh tiga santri dari Indonesia pun ikut bergabung belajar tentang Ahmadiyah di Lahore. Inilah awal mula sejarah Ahmadiyah ada di Indonesia. Sedangkan pembawa ajaran Ahmadiyah ke Indonesia ialah Maulana Rahmat Ali, seorang dai Ahmadiyah asal Lahore.

Dia dikirim ke Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1925, dan sampai ke Indonesia pada tanggal 2 Oktober 1925. Dia berlabuh di Tapaktuan, Aceh. Kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke ibukota Sumatera Barat, Padang. Atas jasanya, Ahmadiyah tumbuh pesat di Padang. Banyak orang nan bergabung dengan jamaah Ahmadiyah.

Setahun setelah kedatangannya, Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai sebuah gerakan keagamaan di Padang, Sumatera Barat. Sejarah Ahmadiyah pun berlanjut. Tak lama setelah deklarasi Ahmadiyah di Padang, Maulana Rahmat Ali kemudian pergi ke Jakarta, ibukota Indonesia.

Di sinilah bibit baru sejarah Ahmadiyah di Indonesia sebab di kota inilah dibentuk pengurus besar Jamaah Ahmadiyah nan pertama dengan Muhyiddin sebagai ketua umumnya. Sejak saat itu, pertumbuhan Jamaah Ahmadiyah pun kian cepat.

Di tahun 1953, Jamaah Ahmadiyah sukses mendapatkan legalitas sebagai organisasi massa keagamaan di Indonesia, melalui Badan Hukum Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Meski demikian, saat ini Ahmadiyah telah dilarang menyebarluaskan pemahamannya. Alasannya sebab ajaran ini memiliki banyak disparitas dengan keyakinan sebagian besar umat Islam di Indonesia, dan tak mungkin disatukan.



Sejarah Ahmadiyah Lahoredi Indonesia

Berbeda dengan Ahmadiyah Qadian, Ahmadiyah Lahore datang ke Indonesia diawali dengan kehadiran dua orang pendakwahnya, Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad di tahun 1924. Mereka datang ke Yogyakarta pada acara muktamar Muhammadiyah ke tiga belas.

Minhadjurrahman Djojosoegito, sekjen Muhammadiyah saat itu menyebut Ahmadiyah sebagai saudara Muhammadiyah. Namun, dua tahun setelah itu Mirza Wali Ahmad Baig tak mampu mempertahankan pendapatnya tentang Mirza dan ajarannya.

Hal ini membuat pemahaman Ahmadiyah di dalam lingkup Muhammadiyah kemudian dilarang buat dianut dan disebarluaskan. Selanjutnya, Ahmadiyah benar-benar dilarang oleh Muhammadiyah di tahun 1929. Tepatnya pada muktamar Muhammadiyah ke delapan belas nan diadakan di Solo.

Minhadjurrahman Djojosoegito sendiri dikeluarkan dari Muhammadiyah. Sejak saat itu ia membentuk Gerakan Ahmadiyah Indonesia di tahun 1930 serta menjadi ketua umumnya.



Ahmadiyah di Berbagai Negara

Ahmadiyah sudah dilarang di berbagai negara dan pengikutnya disebut telah keluar dari agama Islam. Hal ini sebab dalam agama Islam, Nabi terakhir ialah Nabi Muhammad Saw, sedangkan Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi terakhir.

Di Indonesia, ajaran Ahmadiyah telah dilarang oleh MUI sejak tahun 1980, sebagai organisasi nan mengatasnamakan agama Islam. Embargo ini termasuk buat kedua genre Ahmadiyah, baik Qadian maupun Ahmadiyah Lahore.

Fatwa sesatnya Ahmadiyah ditegaskan kembali di tahun 2005 dan berlaku hingga saat ini. Demikian pula di Malaysia dan Brunei Darussalam. Ahmadiyah telah dilarang. Memang di sebagian negara penganut Ahmadiyah boleh meyakini ajaran Mirza Ghulam Ahmad, boleh beribadah sinkron dengan kepercayaannya. Namun dilarang mengatasnamakan ajaran Islam.

Artinya penganut Ahmadiyah harus menamai ajaran mereka sebagai ajaran agama tersendiri di luar Islam. Fakta ini terjadi di sejumlah negara muslim, salah satunya ialah Pakistan. Mengapa Ahmadiyah disebut gerakan nan terlarang dan penuh kontroversi?

Salah satu karena paling fundamental ialah keberadaan akidah Ahmadiyah nan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad ialah Nabi, yaitu Isa al Masih serta Imam al Mahdi, sang penakluk dajjal di akhir zaman.

Hal ini bersinggungan langsung dengan keyakinan kaum muslimin. Umat Islam konfiden bahwa setelah Nabi Muhammad tak ada nabi lagi. Isa al Masih dan al Mahdi memang akan datang di akhir zaman, namun tetap menjadi umat Nabi Muhammad Saw.

Dari awal sejarah Ahmadiyah hingga saat ini, disparitas fundamental tersebut belum dapat diselesaikan. Hal ini sebab menyangkut masalah keyakinan, persepsi dan akidah. Hingga persepsi ini disamakan, tampaknya sampai kapanpun Ahmadiyah tetap menjadi organisasi keagamaan terlarang di berbagai negeri muslim.