Menjauhkan Fitnah
Bahaya fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan, mungkin kiranya hal itu nan tertanam dalm benak kita sampai saat ini. Istilah nan satu ini memang identik dengan hal negatif. Rekaan merupakan perkataan dusta atau tanpa berdasarkan kebenaran nan disebarkan dengan maksud menjelekkan orang seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang, dan suatu perbuatan nan tak terpuji.
Memfitnah akan menimbulkan bahaya besar, khususnya bagi orang nan terkena fitnah, sebab tuduhan nan dilintarkannya tak sinkron fakta. Begitu pun dengan orang nan memfinah, ia akan diancam suatu hukuman hukum, sebab pelaku finah ini akan dihadapkan pada suatu undang-undang perihal "pencemaran nama baik".
Kejamnya rekaan lebih kejam dari suatu pembunuhan, sebab akan melahirkan sederet masalah nan mengenai orang nan tertuduh alias ia nan terkena fitnah. Orang nan melakukan rekaan tentunya dilatarbelakangi oleh suatu kebencian, sehingga mendorongnya buat berlaku tak adil terhadap lawannya. Apapun alasannya, rekaan tak dibenarkan sebab akan merusak suatu pencitraan.
Terkelabui rekaan dengan memfitnah orang lain, hal itu akan mempengaruhi khalayak dalam memperlakukan si nan terkena fitnah. Asalnya bersikap ramah kepadanya, kini berubah menjadi suatu cemoohan sebab terhasut si penyebar fitnah.
Dalam menerima suatu informasi buruk, suatu filterasi amatlah dibutuhkan. Manusia sebagai mahluk tertididik tentulah harus lebih pandai dibanding mahluk lainnya dalam mncerna suatu informasi. Apakah sumber informasi tersebut bertanggung jawab atas apa nan ia sampaikan, atau hanya sekadar menyampaikan pepesan kosong dengan sejuta bualan busuknya.
Perlu diketahui, tak ada satu alasan pun nan membenarkan fitnah. Kebijakan dalam menghadapi suatu masalah tentunya akan melahirkan solusi lain nan menghalau terjadinya fitnah. Jangankan menyebarkan informasi nan dibuat-buat, menyampaikan informasi nan sahih pun ada tata caranya sehingga menumbuhkan suatu kedewasaan dalam bersikap, agr tak bertindak gegabah.
Misalnya, meskipun sahih adanya bahwa si A memang mencuri, tapi hendaknya jangan disebarluaskan tanpa aturan, guna menghindari hal-hal nan tidak diinginkan. Keteraturan konduite manusia tentu harus diperhatikan. Ia bukan mahluk nan tinggal sendiri di muka bumi, namun dalam memprilakukan orang lain pun terdapat aturannya.
Setiap manusia memiliki hak asasi, dimana hak nan tertanam pada setiap diri manusia sejak lahirnya. Ia memiliki hak asasi buat memperoleh kenyamanan dan keamanan nan juga dilindungi negara, namun ia tak berhak buat memfitnah orang lain, sebab sifat dasar dari sebuah hak asasi yaitu "tidak merugikan orang lain".
Fitnah merupakan suatu konduite tercela dengan berjuta bahaya. Ia nan terkena rekaan tidak hanya akan mengalami kerugian moril, namun juga dari segi materil. Rekanan bisnisnya nan terhasut rekaan tentunya tidak akan mempercayainya lagi, hingga mencari rekan bisnis nan lain atau seorang guru nan tersandung rekaan nan mengakibatkannya dihentikan dari profesinya.
Hal ini tentu merupakan kerugian nan berkepanjangan dampak dari fitnah.Jika tak suka terhadap seseorang, maka jangan sekali-kali memfitnahnya. Apa salahnya jika ketidaksukaan tersebut dibicarakan hingga melahirkan suatu solusi bijak nan jauh lebih syarat kegunaan ketimbang memfitnah.
Penyebar rekaan hanya mengalami kepuasan sesaat, yaitu ketika orang lain ikut terhasut dengan bualannya, sehingga si korban dirundungi ragam masalah.Setelah itu, jika aksi busuknya tercium khalayak, maka bersiaplah buat diintai bahaya besar dan si penyebar rekaan pun tidak luput dari sanksi sosial.
Bahaya fitnah memang bisa digolongkan kepada beberapa kelompok. Baik itu fitmah ringan, sedang, maupun dahsyat. Rekaan nan ringan berisi tuduhan nan tak terlalu berat, namun saja menimbukan kerugian atau emosi pada si korban. Sedangkan rekaan nan sedang mulai menyentuh ke hal nan agak berat, dan kadar kebencian pada si korban tentunya memiliki kadar di atas rekaan ringan.
Dan rekaan berat yaitu dimana rekaan ini dilakukan dengan sangat matang, dengan kebencian nan membuncah, dan alur cerita disajikan dengan seapik mungkin, hingga rekaan tersebut betul-betul "sempurna" dengan kadar bahaya nan luar biasa bagi korbannya. Untuk berkata dusta saja itu sudah menyimpang, terlebih jika menyebarkannya ke khalayak alias memfitnah.
Coba bayangkan, berapa orang nan "tercuci" mindset-nya jika disuguhi rekaan nan tak bertanggung jawab. Pada giliran rekaan itu terbongkar, maka orang-orang tersebut akan balik membenci si pelaku fitnah, bahkan lebih dari itu. Memfitnah sama saja menyulut barah perselisihan nan tentunya memberikan imbas negatif dalam pola kehidupan.
Seseorang nan memfitnah secara tak langsung tengah menunjukkan kelemahannya dalam menghadapi lawan, sehingga ia melakukan hal-hal nan tak manusiawi. Gambaran diri sebagai insane mulia ia coreng dengan perangai tidak masuk akal nan tak menjamin kekekalan. Para pelaku rekaan umumnya akan terbongkar aksinya di kemudian hari.
Ibarat pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, ia akan jatuh juga. Karena memang serapat-rapatnya bangkai nan ditutupi, akan tercuim pula. Para penyebar rekaan sebaiknya tak bahagia dulu jika sukses menjatuhkan korbannya. Namun lihat sesaat setelahnya, apakah ia akan merasa tenang dalam "jalan gelap" nan tengah ia arungi.
Menjauhkan Fitnah
Setiap insan memiliki insting nan tidak bisa dipungkiri. Sepuas-puasnya ia menyulut fitnah, ia akan dihadapkan pada situasi nan tidak menentu, dimana hatinya dirundung pilu sebab perasaan bersalah nan makin tidak menentu. Setiap langkangnya diintai ketakutan nan bertubi, sebab aksinya nan takut tercium khalayak.
Bahkan tidak jarang, perasaan bersalahnya membuat ia menderita, penderitaan nan lebih parah dibanding si korban fitnah. Dalam berlaku bohong, biasanya si pelaku melakukannya dengan berkesinambungan. Mengapa demikian? Karena ketika seseorang melakukan kebohongan, ia akan tertuntut buat melakukan kebohongan nan lainnya, demi kemulusan aksinya.
Menyebarkan aib orang lain nan sesungguhnya saja itu sedah tak baik, apalagi memfitnah, perbuatan ini akan menghantarkan pelakunya pada pribadi nan keras hati dan tidak bernurani. Perbuatan nan tak terpuji ini akan menumbuhkan rasa dengki nan menjalar.
Hidup ini begitu berharga dan terlampau sia-sia jika hanya diisi dengan lelucon nan tidak sehat. Imbas rekaan tidak sebatas interaksi antara si pelaku dan korbannya saja, namun keluarga, khalayak, juga beberapa bagian lainnya turut dirugikan dengan aktivitas tidak terpuji ini. Kita tentunya akan menuai setiap benih nan kita tanam. Untuk itu, hindarilah perangai nan tidak berkenan, guna hal positif nan akan kita jemput di kemudian hari.
Proses nan kita selami di hari ini tentunya akan berbanding lurus dengan hasil nan didapat di kemudian hari. Komunikasi nan baik dan terus membina tali persaudaraan pun merupakan salah satu upaya menghindari fitnah. Kecuali, jika kita memang dihadapkan dengan orang nan tak berbudi, nan tidak lepas dari rasa benci.
Permusuhan memang tidak seluruhnya dilatarbelakangi masalah antara kedua belah pihak. Namun boleh jadi diakbibatkan oleh kebencian sepihak seperti faktor iri hati, atau seseorang nan tidak suka dengan kelakuan lawannya, namun si versus tersebut justru tidak menyadarinya.
Ketidaksadaran ini dapat tumbuh sebab memang kurangnya kepekaan, atau memang sebab keadaan objektif nan sesungguhnya tidak mengundang masalah, namun hanya dibesar-besarkan oleh sepihak. Menjaga interaksi baik dengan sesama turut menghindarkan kita dari sebuah fitnah.
Dalam menghadapi sebuah bahaya fitnah pun kita jangan sampai terbakar emosi nan akan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri. Ingat, seorang pemenang bukan hanya ia nan mampu menghalau musuhnya, namun ia nan mampu mengontrol emosinya. Jika dirinya mampu terkendalikan dengan baik, maka hal itu pun akan teraplikasikan kepada orang lain dan merangkulnya buat melakukan suatu kebaikan.
Keberhasilan dalam mengontrol diri akan menghantarkan kita pada sebuah keberhasilan hakiki tanpa diintai rasa benci. Setiap detak waktu ialah ilmu nan baiknya dilalui tanpa "menggerutu".