Ajang Menjadi Artis
Anak Artis-artis Jadi Artis
Ternyata sebagian seniman artis cilik itu ialah anak artis. Ibu, bapak, atau bahkan kedua orang tua mereka ialah artis. Sebut saja misalnya:
• Nakula - Sadewa (putra kembar seniman Firdha)
• Al, El, dan Dul (putra Maia Estianty – Ahmad Dhani)
Para seniman nan telah beranjak remaja pun banyak nan merupakan anak artis, seperti:
• Gita Gutawa (putri musisi Erwin Gutawa)
• Sherina (putri Triawan Munaf, sekaligus keponakan musisi Fariz RM)
• Naysilla Mirdad (putri pasangan Jamal Mirdad dan Lidya Kandou)
• Kevin Aprilio (putra pasangan Memes - Addie MS)
• Ricky Harun (putra peragawati senior Donna Harun)
• Eva Celia (putri Sophia Latjuba dari Indra Lesmana)
Begitu mudahkah bagi anak seniman buat menjadi seniman seperti orang tua atau keluarga mereka?
Sebenarnya, bukan hanya di jagat hiburan anak-anak mengikuti jejak orang tua mereka: anak seniman jadi artis. Di luar bidang keartisan pun banyak anak nan menekuni bidang nan sama dengan nan ditekuni oleh orang tua mereka. Sudah lumrah jika anak pengacara jadi pengacara, anak pengusaha jadi pengusaha, anak dokter jadi dokter (bahkan tidak sporadis bapak, ibu, semua anak, dan menantu berprofesi sebagai dokter dengan spesialisasi nan berbeda-beda).
Potensi Keartisan
Meskipun tidak otomatis menjadi artis, anak-anak seniman ini lebih mudah meniti karir keartisan mereka antara lain karena:
1. Bakat
Bakat nan diturunkan secara genetik dan sudah dibawa sejak lahir, jelas merupakan anugerah nan luar biasa dari Sang Pencipta. Tak semua orang memiliki talenta ini. Namun talenta ini tidak berarti apa-apa jika tidak diasah. Menurut para filsuf, talenta hanya berperan 10% dalam keberhasilan seseorang.
2. Lingkungan
Sejak lahir berada di lingkungan seniman tentu membuat anak-anak seniman ini terbiasa dengan global kerja keartisan. Tak sporadis nan sejak bayi sudah dibawa ke lokasi syuting oleh sang ibu. Seperti kata pepatah, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga.
3. Peluang
Menjadi anak seniman lebih berpeluang buat menjadi seniman pula. Mereka (orang tua mereka) dapat lebih dahulu mengetahui jika ada peluang buat sebuah peran dalam sinetron atau iklan daripada anak-anak lain nan tak mempunyai interaksi dengan global keartisan. Peluang ini semakin terbuka lebar jika orang tua mereka sendiri juga bertindak sebagai produser.
4. Kemudahan akses
Anak-anak seniman ini tak buta akan jalan nan harus mereka tempuh. Mereka tahu siapa-siapa saja nan menjadi produser, sutradara, casting director, dan lain-lain.
Meskipun demikian, tidak semua anak seniman menjadi artis. Sebaliknya, nan bukan anak seniman pun dapat menjadi artis.
5. Pola Didikan
Pola didikan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya kelak. Orang tua nan berprofesi sebagai seniman memiliki kemungkinan besar buat menularkan sifat 'keartisannya' pada anak-anak mereka. Orang biasa pun masih banyak nan menginginkan anaknya, bahkan mempersiapkan anak-anaknya buat menjadi artis
Ajang Menjadi Artis
Dengan semakin majunya teknologi dan maraknya ajang-ajang pencarian bakat, pada masa kini mulai banyak bermunculan artis-artis baru dengan cara instan. Instan bukan berarti mereka melaluinya tanpa usaha. Hanya saja jalannya lebih dipermudah.
Kebanyakan dari mereka sudah memiliki talenta terlebih dahulu kemudian diupayakan melalui jalan 'instan', sebut saja program-program televisi nan mengadakan ajang cari talenta menyanyi seperti Indonesian Idol, X Factor, The Voice, Idola Cilik, ataupun Mamamia.
Begitu pula dengan bakat-bakat lain nan dapat ditampilkan sehingga membuat orang terkagum-kagum sebab kehebatan atau keunikannya, misalnya dalam ajang IMB (Indonesia Mencari Bakat)
Agensi dan Production House
Banyak agensi nan membentuk sanggar dan secara spesifik menyalurkan minat serta menggali dan mencari potensi berkembang dalam diri seseorang. Misalnya agensi buat model atau teater. Biasanya agensi tersebut sudah bekerja sama dengan production house terkemuka. Sehingga lebih mudah dalam menyalurkan minat peserta didiknya.
Meskipun pada akhirnya kesuksesan diraih dengan usaha nan keras dan sungguh-sungguh, namun factor keberuntungan pun kadang perlu masuk dalam hitunngan. Tak sporadis orang mengocek duit lebih buat sekedar dapat bergabung dengan agensi nan sudah memiliki nama, dengan asa dapat dilirik oleh production house. Sehingga dapat berkecimpung dalam industry perfilman, dan pastinya menjadi artis.
Wajah dan Tubuh
Kedua hal ini menjadi salah satu factor nan menunjang potensi keartisan dalam diri individu. Kebanyakan nan menjadi seniman memang dipilih nan berwajah cantik atau tampan dengan tubuh sintal dan gagah. Tinggi badan juga sering menjadi salah satu factor penunjang. Tapi jangan salah, wajah-wajah nan unik dn terbilang 'nyari' seringkali juga menjadi pilihan para pencari bakat.
Bakat dan kemampuan tak dapat disepelekan buat urusan semacam ini. Sebut saja Tukul Arwana nan kini sudah memiliki show sendiri. Dengan paras pas-pasan namun berbakat melawak dan menghibur nan disertai usaha gigihnya, ia dapat menjadi seseorang hari ini.
Begitu pula dengan Sule nan bernama orisinil Entis Sutisna. Sejak bergabung dengan OVJ, ia menjadi ikon komedi nan sangat menghibur. Tanpa Sule rasanya OVJ kurang berwarna. Sebelumnya ia juga melewati perjalan berat. Namun bakatnya buat menghibur justru membawanya menjadi seseorang nan terkenal seperti sekarang.
Bahkan Sule dapat cukup berperan juga dalam melestarikan lagi budaya Sunda melalui lawakan-lawakannya, bahasa nan kadang digunakan di atas panggung, maupun tarian-tarian nan kadang dibawakan Sule.
Dari sini bisa terlihat bahwa bukan sekedar paras dan tubuh nan sebenarnya menjadi patokan. Tapi kemampuan juga talenta nan terus digali dan diasah ditambah kerja keras, tanggung jawab terhadap diri serta sikap pantang menyerah.
Masih banyak seniman nan ingin cepat terkenal dan ujungnya malah 'kesasar'. Keelokan tubuh dan paras justru disalahgunakan dengan sibuk mengeksposnya. Gosip nan menerpa dari sana sini dijadikan batu loncatan buat mendongkrak karir nan mungkin belum pernah tercium baunya.
Artis dan Pendidikan
Dewasa ini, seringkali kita lihat actor atau aktris muda baru nan bertaburan di televisi. Sinetron nan menjadi tontonan primer masyarakat sering memakai wajah-wajah baru dalam pembuatannya. Baik sebagai pemain primer maupun sampingan saja.
Usia muda dicari buat menghiasi belantika pesinetronan Indonesia. Sehingga tidak sedikit seniman nan justru rela menelantarkan pendidikannya dan bersedia lebih 'concern' di bidang keartisan. Bahkan banyak dari seniman nan masih meneruskan pendidikan namun mencari ruang pendidikan nan lebih bermurah hati dalam memberikan 'waktu masuk' buat memberikan pelajaran. Selama bayarannya dapat berjalan mulus.
Pendidikan jadi seolah dikesampingkan. Padahal pendidikan formal seseorang juga menentukan kualitasnya dalam masyarakat. Ditambah lagi bibit-bibit muda merupakan generasi penerus bangsa nan saying jika harus mengabaikan pendidikannya.
Kecenderungan para seniman justru memprioritaskan diri buat mengibarkan sayap nan lebih di global keartisan. Pola hayati dan gaya hayati seniman nan sudah distereotipkan dengan kehidupan jetset menjadi pilihan primer mereka.
Mungkin sebab global keartisan lebih menjanjikan materi dibanding jika mereka lebih memperdalam pendidikannya. Sekalipun sebagian besar seniman juga menyadari masalah pasang surut 'nama' dalam global keartisan.
Termasuk perubahan-perubahan serta persainganyang akan terjadi tak selamanya akan menjamin mereka menjadi seniman nan produktif dan terpakai seandainya tak diiringi bakat, kemampuan, kreatifitas, serta keinovatifan dan cara berpikir buat memutar duit nan dihasilkan oleh jerih payah mereka saat ini.
Jadi, siapa nan mau jadi artis?