Debo Idola Cilik - Maksimalisasi Potensi Diri
Anda masih ingat dengan Debo Idola Cilik ? Walaupun pementasan acara Idola Cilik sudah lama usai, namun penampilan Debo Idola Cilik seperti masih segar di ingatan, Debo Idola Cilik seperti tidak terlupakan. Yah, hal itu mungkin dikarenakan adanya banyak kisah nan menyertai penampilannya, mulai dari nan ringan sedih, lucu hingga haru. Sisi dramatis tersebutlah nan secara langsung maupun tak langsung mampu mengangkat perolehan persentase sms Debo Idola Cilik hingga akhirnya menjadi juara.
Jadi, walaupun kisah Debo Idola Cilik menjadi kampiun I sudah lama berlalu, namun kehadirannya memberikan inspirasi nan dapat dijadikan hikmah dalam kehidupan kita di global ini. Pelajaran apa sajakah nan bisa kita petik? Inilah di antaranya:
Pelajaran Pertama dari Debo Idola Cilik - Kemampuan buat Menembus Batas
Sebelum tampil di ajang idola cilik, Debo Idola Cilik bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah seorang Debo Andryos bocah kelas lima SD nan tinggal di Desa Tegallega Sukabumi. Keseharian Debo Idola Cilik di desa bukanlah bersama kedua orangtuanya, namun bersama dengan kakek dan neneknya. Hal ini dikarenakan kedua orangtuanya tersebut pergi merantau mencari nafkah buat membiayai hayati keluarga.
Ayahnya, Jaenal bekerja sebagai kuli bangunan di Jambi, sedangkan Nurhalimah ibunya bekerja sebagai TKW di Dubai. Praktis Debo Idola Cilik tumbuh bunga tanpa kehadiran ayah ibunya di sisinya. Dengan kondisi seperti itu dapat dibayangkan betapa getir kehidupan Debo Idola Cilik sehari-harinya.
Namun, segala kepahitan hayati tersebut tidak membuat Debo Idola Cilik patah arang. Ia tidak menjadi anak nan cengeng dan lemah. Justru ia mampu menjadi pribadi nan penuh percaya diri. Ia mampu menembus batas mengalahkan segala keterbatasan nan ada.
Latar belakang keluarga, sosial, dan ekonomi baginya bukanlah suatu kendala dalam meraih cita-cita. Di saat nan sulit, Debo Idola Cilik ternyata masih dapat mengasah kemampuan, ia masih dapat menatap masa depan, dan ia sadar dengan penuh kesungguhan bahwa ia memiliki kemampuan!
Hal ini krusial buat disadari oleh kita semua, karena berapa banyak orang nan gagal dalam hidupnya sebab merasa sudah kalah sejak awal. Orang-orang seperti ini tanpa disadari telah memiliki prinsip “born to be looser” , lahir memang hanya akan menjadi pecundang, bukan prinsip sebaliknya yaitu “born to be winner”, lahir buat menjadi pemenang! Pemikiran dan sikap seperti di atas tercermin dalam sikap keseharian, seperti:
1. Selalu Nrimo dengan Konteks nan Salah
Sikap nrimo dapat dikatakan salah bila selalu menerima apapun kemalangan nan dirasakan tanpa ada usaha pemugaran nan signifikan. “Sudahlah terima saja, memang sudah nasib kita menjadi orang miskin”, “kita harus nrimo apapun nan terjadi sebab itu sudah suratan takdir”. Kalimat seperti inilah kira-kira nan sering terucap oleh pribadi manusia seperti ini.
2. Selalu Merasa Beruntung dengan Pemahaman nan Keliru
Sikap seperti di atas hanya membuat orang selalu melihat ke belakang dan ke bawah. Sikap seperti ini sering terlihat pada saat mendengar ucapan “untung saja”, seperti “untung saja cuma seratus juta nan dirampok”, “untung saja cuma kakinya nan ditabrak”, “untung saja istri ketahuan selingkuh” dan lain-lain. Jadi, walaupun dizolimi dan dirugikan orang lain, masih saja merasa untung. Sikap seperti ini hanya merendahkan prestise diri sendiri.
3. Selalu Sabar Apa Pun nan Terjadi Tanpa Batasan.
Tanahnya diserobot orang, sabar, uang tunjangannya ditilep atasan, sabar. Istrinya diganggu orang, sabar. Sabar memang sikap terpuji, namun bila dilakukan tanpa batasan maka akan merugikan diri sendiri.
Pemikiran di atas pada kenyataannya bukan saja dimiliki oleh orang desa nan kurang pendidikan dan kurang pergaulan, namun juga banyak pula menjangkiti sebagian mereka nan menganggap sudah menjadi bagian dari kehidupan modern. Hanya saja dalam bentuk dan sikap nan berbeda, inilah contohnya:
1. Kuliah Hanya buat Melamar Pekerjaan, Bukan Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Sikap seperti ini terbukti hanya menambah deret panjang daftar pengangguran di Indonesia. Padahal rasio lowongan pekerjaan dan banyaknya pelamar sudah tidak imbang, jadi memiliki mental pelamar bukannya memecahkan masalah, namun hanya menambah masalah. Oleh karenanya kini sudah saatnya merubah mindset berpikir bahwa menjadi karyawan bukanlah cita-cita utama.
2. Memulai Usaha Harus dengan Kapital Besar Sebagai Syarat Utamanya
Banyak orang nan takut dan ragu buat memulai usaha. Mereka terkendala dengan masalah dana. Padahal tidak selamanya usaha harus dengan dana besar, banyak pengusaha berhasil memulai karirnya dengan pegawai paruh waktu, menjadi sales barang, menjadi pegawai nan bersedia dibayar murah.
Namun semuanya itu dilakukan dengan target. Yang krusial dapat mendapatkan ilmunya, mengerti seluk beluk bisnisnya, menguasai jaringan koneksinya, lalu disaat nan tepat melakukan bisnis sendiri, dengan memanfaatkan apa nan telah didapatkan pada pengalaman bekerja sebelumnya.
3. Sukses Harus Dimulai dengan Sogokan dan Koneksi “Orang Dalam”
Sikap mental seperti inilah nan membuat kondisi negara Indonesia hancur luluh berantakan dampak KKN. Segala sesuatunya sine qua non uang pelicinnya bila ingin urusan menjadi lancar dan mudah. Tak mengherankan bila banyak orang nan memegang posisi krusial di sebuah instansi ialah orang nan tak kapabel dan tak kompeten, sebab lebih disebabkan oleh banyaknya uang sogokan nan dikeluarkan.
4. Kunci Sukses Harus dengan Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi memang diperlukan, namun digunakan sebagai bekal dalam menghadapi hidup, bukan sekedar buat melamar pekerjaan dan hayati menjadi orang gajian. Pendidikan tinggi memang dapat menjadi pintu gerbang kesuksesan, namun tak selamanya pendidikan tinggi itu berbanding lurus dengan kesuksesan.
Ada banyak pintu gerbang menuju kesuksesan dan pendidikan tingi hanyalah salah satu caranya saja. Sebab kesuksesan pada dasarnya lebih ditentukan oleh keuletan, keberanian dalam menentukan pilihan, kecerdasan dalam mengelola emosi diri dan kemauan buat terus maju dan tak cepat berpuas diri.
Debo Idola Cilik - Maksimalisasi Potensi Diri
Menurut teori pendidikan multiple intelegence , setiap anak manusia nan lahir ke global dapat dipastkan memiliki minimal satu dimensi kecerdasan di antara 8 dimensi kecerdasan berikut:
- Kecerdasan logic-matematic
- Kecerdasan languge
- Kecerdasan body
- Kecerdasan artistic
- Kecerdasan naturalist
- Kecerdasan Inter personality
- Kecerdsan Intra personality
- Kecerdasan visuality
Walaupun teori di atas terus berkembang seiring dengan ditemukannya dimensi kecerdasan nan baru, namun intinya berdasarkan teori ini tidak ada manusia nan tidak memiliki potensi. Minimal ada satu di antara 8 dimensi kecerdasan ini dimiliki oleh setiap orang, bahkan tidak tertutup kemungkinan bia terdapat lebih dari satu kecerasan. Inilah nan dimaksud dengan kecerdasan berganda atau multiple intelegence.
Dalam hal ini Debo idola cil ik telah membuktikan bahwa dengan kapital kecerdasan artistic nan dimilikinya, Debo idola cilik telah berhasil membuka mata banyak orang akan kemampuan dan potensi nan ada dalam dirinya, dan ia pun terus menerus fokus dalam mengembangkannnya.
Ceritanya mungkin akan berbeda bila Debo idola cilik malah dipaksakan menguasai hitung-hitungan rumit pelajaran matematika atau menghafal ratusan lembar buku pelajaran IPA agar ia menjadi seorang ilmuwan atau peneliti. Atau, Debo idola cilik mungkin tidak akan dikenal orang bila ia hanya mengandalkan bangku sekolahan buat meraih kesuksesan di masa depan.
Jadi, kunci berhasil ialah keberhasilan menemukan potensi diri lalu fokus dalam mengembangkan potensi tersebut. Debo idola cilik telah sukses melakukannya, bagaimana dengan Anda?