Hadis Tentang Shalat Jumat

Hadis Tentang Shalat Jumat



Mbalelo

Pernah terdengar hukum sholat Jumat bagi wanita itu wajib sehingga wanita harus melakukan sholat Jumat berjamaah. Bahkan di loka tersebut, ada seorang wanita nan menjadi imam sholat Jumat. Tidak mau tanggung, sang wanita juga menyampaikan khotbah Jumat. Sungguh suatu pemandangan nan sangat menyayat hati. Kalau wanita ini boleh menjadi imam dan menyampaikan khotbah Jumat, pada zaman Rasulullah, hal ini sudah niscaya terjadi. Bukankah begitu banyak wanita cerdas pada masa Nabi Muhammad saw masih hidup?

Di masjid nan ‘mbalelo’ itu, semua orang beranggapan bahwa laki-laki dan wanita sama. Ketika wanita mempunyai kemampuan seperti laki-laki, maka ia pun berhal menjadi imam. Jangankan wanita nan menjadi imam, kesalahan fatal lain dari masjid itu ialah memperbolehkan kaum homoseksual dan lesbian buat sholat di masjid. Sebenarnya bukan masalah boleh sholat di masjid atau tidak. Yang dipermasalahkan ialah membolehkan interaksi nan dilaknat itu. Bahkan pendiri dan pengurus masjidnya ialah seorang homoseksual.

Tentu saja banyak nan tak sejutu dengan pengurus masjid nan ada di Amerikan dan di Perancis ini. Orang-orang ‘mbalelo’ atau orang-orang nan melenceng dari ajaran agama itu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Mereka meninggikan logika masing-masing sehingga bahagia menambah dan mengurangi apa nan telah ditetapkan dalam agama. Mereka tak mampu memahami mengapa wanita tak boleh menjadi iamm bagi laki-laki.

Suara wanita itu ialah aurat. Wanita seharusnya sholat di barisan nan paling belakang. Datang ke masjid paling akhir tetapi pulang paling awal. Semua itu buat menjaga kehormatan wanita itu sendiri. Namun tampaknya hal ini tak diindahkan. Mereka sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan gender. Orang-orang ini sangat meresahkan. Mereka mencoba membuat hukum dalam agama dapat diubah-ubah dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

Mungkin mereka lupa bahwa orang-orang nan menambahkan dan mengurangi hukum agama itu dikategorikan bid’ah. Mereka dapat dikatakan orang-orang nan meninggikan hatinya kepada Allah Swt. Seolah Allah Swt belum paripurna dalam menurunkan semua ajaran tentang Islam. Hal ini tentu saja sama dengan menghina Allah Swt Yang maha Sempurna. Mereka dapat dikatakan arogan dan tak mengikuti perintah nan haq. Kalau hal ini terus berlanjut, jangan-jangan nantinya mereka akan melakukan hal-hal nan diluar hukum agama nan benar.

Tidak mudah memberikan nasihat kepada orang-orang nan mempunyai hati begitu sombongnya. Bahwa setiap ajaran itu selalu mempunyai tujuan nan baik. Seharusnya memang tak menggunakan banyak logika. Kalau terlalu sering berlogika, akhirnya merasa sangat cerdas dan menjadi riya’. Kesombongan itu sama dengan memberikan logika jalan nan lebih besar dari rasa rendah hati kepada semua ajarannya. Dapat jadi orang nan arogan itu dianggap sebagai orang nan telah mensekutukan Allah Swt.

Semoga lebih banyak lagi orang nan akan merendahkan hati kepada Allah Swt tanpa syarat apapun. Orang nan rendah hati ini akan menundukkan hatinya dan tak akan membantah semua hukum nan telah ditetapkan. Mereka akan menerima semua hukum itu walaupun mereka belum sanggup melakukannya. Mereka tak akan menghalangi orang lain buat berbuat sinkron dengan hukum tersebut walaupun mungkin terlihat sulit dilakukan dan sulit menerimanya.

Misalnya, orang-orang nan menikah tanpa melalui proses pacaran. Langsung menikah dan dengan niat nan tulus serta satu keyakinan bahwa pasangannya ialah cerminan dirinya. Kalau ia memang baik, maka pasangannya baik. Sebaliknya, kalau ia tak baik, maka ia agak sulit mengharapkan pasangan nan baik. Banyak nan melakukan cara ini dan terlihat senang saja. Sebaliknya, banyak nan melakukan proses pacaran hingga terjadi perzinaan, pernikahannya tak terlihat senang malah terjadi perpisahan.

Sebaiknya memang menerima semua hukum dengan lapang hati dan selalu berniat bahwa akan berusaha mengikuti hukum itu sekuat tenaga walaupun tantangannya banyak. Kalau prinsip ini nan dipegang, maka tak akan ada lagi wanita nan menjadi iamm sholat Jumat dan tak ada lagi wanita nan ingin selalu menjadi setara dengan laki-laki. Para laki-laki juga akan mampu memberikan pengarahan kepada para wanita agar mampu menjalankan perannya dengan baik. Saling mendukung ini akan membuat hayati lebih indah.



Dalil Utama

Dalil nan primer terdapat pada Al-Quran, surat Al-Jumuah ayat 9. Dalam ayat tersebut, Allah menyerukan kepada orang-orang beriman agar bersegera melaksanakan sholat Jumat jika telah ada seruan (azan) dan meninggalkan jual beli. Sholat Jumat itu bagaikan meeting mingguan kaum muslim. Pada saat khotbah dibacakan tak boleh ada nan berbicara apalagi membantah isi khotbah. Pada saat inilah nan memberikan khotbah dapat menyampaikan semua hal nan baik nan dapat menggiring orang menjadi lebih baik lagi.

Kalau ada sanggahan, mungkin dogma itu tak akan mampu dicerna. Karena tak ada interupsi itulah, pada zaman penjajahan dan pada masa orde baru, para khotib Jumat nan vokal akan dikawal dan diamati isi khotbahnya. Sensor dilakukan agar sang khotib tak memberikan sesuatu nan dapat membangkitkan jiwa perjuangan. Ketakutan nan masuk akal dan dapat diterima dengan logika. Tidak heran kalau banyak khotib nan dipenjara sebab menyampaikan sesuatu nan dianggap tak pantas dan tak patut bagi penguasa.

Kebanyakan muslim telah mengetahui bahwa nan wajib melaksanakan sholat Jumat ialah kaum lelaki. Namun membaca penggalan ayat Al-Quran Surat Al-Jumuah ayat 9, kebanyakan dari mereka mungkin impulsif akan bertanya, bagaimana hukum sholat Jumat bagi wanita? Karena ayat tersebut merupakan seruan melaksanakan sholat Jumat bagi orang nan beriman. Bukankah orang beriman tidak hanya kaum Adam?

Tafsir Al-Quran Surat Al-Jumuah ayat 9 tentang shalat Jumat. Kalimat “Hai orang-orang beriman” pada Surat Al-Jumuah ayat 9 sebenarnya mengacu pada orang mukallaf. Artinya? Orang nan sedang sakit, tengah bepergian (musafir), hamba sahaya (budak), kaum perempuan, dan orang tua renta tidaklah termasuk golongan nan diwajibkan melaksanakan ibadah sholat Jumat.

Demikianlah klarifikasi Al Qurthubi tentang kewajiban shalat Jumat dalam Al-Quran Surat Al-Jumuah ayat 9. Ijma’ (kesepakatan) ulama pun menyatakan pendapat nan senada. Pendapat ini jua nan banyak diyakini orang. Jadi kalau ada nan berpendapat lain, tentu saja ada sesuatu nan harus diluruskan.



Hadis Tentang Shalat Jumat

Dalam sebuah hadis nan diriwayatkan Jabir, Rasulullah pernah bersabda tentang golongan nan diwajibkan shalat Jumat. Siapa pun nan beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia wajib melaksanakan sholat Jumat, kecuali orang nan sakit, musafir, kaum perempuan, anak kecil nan belum baligh, dan budak. Dalam riwayat lain, Rasulullah menyabdakan hal serupa. Bahwa shalat Jumat wajib dilakukan secara berjamaah oleh setiap muslim, kecuali empat golongan yakni kaum perempuan, budak, anak kecil, dan orang nan sedang sakit.

Bolehkah wanita Melaksanakan sholat Jumat? Dengan mengkaji ayat Al-Quran dan hadis tentang shalat Jumat di atas, jelaslah sudah bahwa sholat Jumat bagi wanita tidaklah wajib. Lantas bolehkan wanita melaksanakan sholat Jumat? Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda bahwa hendaknya kita tak melarang wanita buat melaksanakan sholat Jumat, meskipun rumah ialah loka terbaik bagi mereka.

Sepanjang kehadiran wanita tersebut tak menimbulkan rekaan bagi kaum lelaki nan mendominasi jamaah masjid, maka tidak ada embargo bagi wanita buat ikut merayakan hari Jumat dan menikmati berkah sholat Jumat. Di beberapa tempat, pengurus masjid menyediakan loka spesifik bagi kaum wanita nan ingin sholat Jumat.

Menurut catatan sejarah, para wanita di zaman Rasulullah sanggup menghafal surat Qaf dengan langsung menyimaknya dari lisan Rasulullah saat aplikasi shalat Jumat. Ini menunjukkan bahwa sejak masa Nabi pun tidak pernah ada embargo sholat Jumat bagi wanita, dan kaum wanita telah ikut serta berjamaah shalat Jumat bersama-sama dengan kaum lelaki.