Copernicus Menciptakan Teori nan Revolusioner
"Ada beberapa 'pembual' nan berupaya mengkritik karya saya, padahal mereka sama sekali tak tahu matematika, dan dengan tanpa malu menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-tulisan Suci agar cocok dengan tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; aku tak risi sedikit pun terhadap mereka, bahkan aku akan mencemooh kecaman mereka sebagai tindakan nan gegabah ".
Kalimat heroik itu ditujukan kepada Paus Paulus III pada 1543. Masa di mana penguasaan gereja masih sangat menggurita. Tak ada nan menyangka bila kalimat tersebut keluar dari mulut seorang doktor hukum gerejani dari Universitas Ferrara, Italia, nan menghabiskan sebagian besar waktunya sebagai staf pegawai Katedral. Dialah Niklas Koppernigk, nan kemudian hari dikenal sebagai Bapak Astronomi dengan nama Nicolas Copernicus . Temuan besar Copernicus nan menggegerkan global ternyata "hanya" kerja sambilan, di sela-sela kesibukannya di gereja.
Nicolaus Copernicus merupakan seorang astronom, matematikawan, dan seorang ekonom dari Polandia. Copernicus ialah orang nan mengembangkan teori heliosentrisme (berpusat di matahari) Tata Surya dengan bentuk nan terperinci sehingga teori ini berguna di bidang sains.
Teori Copernicus tentang matahari sebagai pusat tata surya telah mematahkan teori geosentris tradisional, yaitu menempatkan bumi di pusat alam semesta. Teorinya ini diyakini sebagai salah satu inovasi terpenting sepanjang masa dan juga dianggap titik awal mendasar di bidang astronomi modern dan sains modern. Akhirnya, teori ini melahirkan revolusi ilmiah dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan maanusia lainnya di dunia.
Nicholas Copernicus
Astronomi dan gereja tampaknya seperti dua sisi mata uang nan berbeda. Beratus-ratus tahun gereja meyakini bahwa bumi ialah pusat alam semesta, seperti nan termaktub dalam kitab sucinya. Namun ,keyakinan tersebut telah didobrak oleh anak kandungnya sendiri, Nicolas Copernicus sang pegawai katedral.
Setidaknya ada tiga alasan nan dapat menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi, yaitu:
1. Pembelajar sejati
Copernicus muda ialah pemuda nan haus akan ilmu. Di usia 23 tahun, ia belajar ilmu hukum gereja, kedokteran, dan matematika sekaligus di tiga universitas berbeda. Di saat inilah ia bergulat dengan pemikiran astronom Domenico Maria Novara dan filsuf Pietro Pomponazzi, sehingga membebaskan pikiran anak muda ini dari cengkraman ideologi abad pertengahan.
Copernicus juga berusaha keras menguasai bahasa Latin agar bisa mempelajari ide-ide antik dari filosof Yunani, seperti Aristarchus dari Samos (abad ke-13 SM). Kedua filsuf ini diyakini sebagai peletak dasar teori heliocentris, nan berpendapat bahwa bumi dan planet-planet lain berputar mengitari matahari. Namun, keduanya tidak mampu mengemukakan alasannya dengan dukungan perhitungan matematika nan akurat.
Tidak demikian halnya dengan Copernicus. Ia melakukan pengamatan, perhitungan matematis nan rumit dan pembuktian-pembuktian cermat selama bertahun-tahun. Hasilnya, ia sukses menyelesaikan karya fenomenalnya, sebuah buku berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium (Tentang Revolusi Bulatan Benda-benda Langit).
2. Bermain Cantik
Latar belakang pendidikan serta pekerjaan sehari-hari pria nan lahir di Toruń, Polandia, 19 Februari 1473 sebagai pegawai katedral ini, menyebabkan Copernicus paham akan konsekuensi nan akan didapatkan bila ia dianggap "menentang gereja". Oleh karenanya, pada 1533, sebelum bukunya dicetak, Copernicus mengirimkan terlebih dahulu naskahnya ke Gereja Roma buat dipelajari.
Ia mengemukakan prinsip-prinsip pokok teorinya tanpa mengakibatkan ketidaksetujuan Paus sedikit pun. Ia mencantumkan kisah nan dicatat di Yosua 10:13, nan menceritakan tentang "matahari nan dibuat tak bergerak". Logikanya, mataharilah nan biasanya bergerak, bukan bumi!
Kutipan tersebut jelas membuat pihak Roma tersenyum gembira. Tak heran bila sewaktu buku ini dicetak pertama kali pada 1543, tidak sedikit pun kecurigaan muncul bahwa buku ini bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja. Bahkan, Galileo, ilmuwan besar lainnya, mengatakan "Copernicus tak mengabaikan Alkitab, tetapi ia tahu betul bahwa jika doktrinnya terbukti, hal itu tak akan bertentangan dengan Alkitab apabila ayat-ayatnya dipahami dengan benar".
3. Pantang Mundur
Setelah buku besarnya terbit, gagasan dalam bukunya tersebut makin lama makin konkret verifikasi ilmiahnya. Akhirnya, kecaman datang juga. Gereja Lutheran mengatakan, "buku nan tak masuk akal" terhadap karyanya. Gereja Katolik bahkan mengkategorikan hasil karyanya sebagai "buku terlarang" pada 1616 (dicabut pada tahun 1828).
Namun, Copernicus tetap kukuh dengan pendapatnya. Seorang astofisikawan Owen Gingerich mengomentari, "Copernicuslah nan dengan karyanya memperlihatkan kepada kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah nan sudah diterima buat waktu nan lama." Melalui penelitian, pengamatan, dan matematika, Copernicus menjungkirkbalikkan konsep ilmiah dan agama nan berurat berakar tetapi keliru.
Sedangkan, sejarawan Charles Glenn Wallis mengatakan, "Pertikaian antara Katolik dan Protestan membuat kedua sekte itu takut pada skandal apa pun nan tampaknya bisa merongrong respek terhadap Kegerejaan Alkitab, dan akibatnya mereka menjadi terlalu harfiah."
Nicolas Copernicus, seorang pembelajar sejati nan dapat bermain cantik tatkala harus memutuskan sesuatu nan sulit dan pantang mundur menghadapi terpaan badai nan menghadang. Pribadi nan patut dicontoh.
Copernicus Menciptakan Teori nan Revolusioner
Walaupun Copernicus sibuk sebagai seorang nan menjabat berbegai kedudukan administratif, baik di bidang agama maupun sipil, ia tetap meneruskan penelitiannya mengenai bintang dan planet. Copernicus juga mengumpulkan bukti buat memperkuat sebuah teori bersifat revolusioner, yaitu bumi bukan pusat nan tak bergerak dari alam semesta, tetapi nan sesungguhnya ialah bergerak mengelilingi matahari.
Teori nan diciptakan Copernicus ini bertentangan dengan ajaran Aristoteles, seorang filsuf nan terkenal, dan tak sinkron dengan konklusi dari Ptolemes, matematikawan Yunani. Teori Copernicus juga menolak apa nan dianggap sebagai "fakta" bahwa matahari itu terbit di timur serta bergerak melewati angkasa buat terbenam di barat, sedangkan bumi sendiri tetap tak bergerak.
Copernicus bukanlah orang pertama nan mengatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Aristarkhus, seorang astronoom Yunani dari Samos sudah menyimpulkan teori ini pada abad ke-3 SM.
Para pengikut Pythagoras sudah menagatakan bahwa bumi dan matahari bergerak mengelilingi suatu barah pusat. Namun, Ptoleleus menulis bahwa bila bumi bergerak, bintang dan benda nan lainnya akan bergantungan di udara dan bumi jatuh dari langit dengan cepat sekali.
Ptolemeus juga mendukung gagasan Aristoteles nan mengatakan bahwa bumi tak bergerak di pusat alam semesta serta dikelilingi oleh beberapa bola bening nan saling bertumpukan. Bola-bola ini tertancap matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia berpendapat bahwa konvoi bola-bola bening tersebut ialah nan menggerakkan planet dan bintang.
Kelemahan teori Ptolemeus membuat Copernicus berusaha mencari klarifikasi alternatif nan berhubungan dengan konvoi aneh dari planet-planet. Untuk menguatkan teorinya, Copernicus merekonstruksi alat-alat nan dipakai oleh astronom zaman dulu. Dengan peralatan nan sederhana tersebut, Copernicus bisa menghitung jeda nisbi antara planet-planet dan matahari.
Copernicus selama bertahuun-tahun berusaha menentukan secara persis tanggal-tanggal ketika para pendahulunya sudah melakukan pengamatan-pengamatan krusial di bidang astronomi. Ditunjang dengan data inilah, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial, yaitu bumi dan manusia di dalamnya bukan pusat dari alam semesta.