Piala Indonesia - Pertaruhan Gengsi Para Juara
Pertikaian manajerial tiada henti di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) jadi akar masalah. Berlarut-larutnya pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Komite Eksekutif (Exco) buat masa jabatan 2011/2015, membuat para instruktur bola meradang, suporter berang, dan pemain jadi bimbang, hingga berimbas pada Piala Indonesia . Ujung-ujungnya, Piala Indonesia pun menghilang.
Piala Indonesia - Sirnanya Piala Indonesia Antarklub
Itulah citra miris persepakbolaan di negeri ini. Bukan prestasi nan dibanggakan, tapi persengketaan nan dipertontonkan. Bukan torehan menjuarai piala di taraf antarnegara dan Piala Indonesia, tapi malah aksi saling menjegal para pengurus PSSI nan mendominasi berbagai media di Indonesia.
Jangankan mengurus jenjang pembinaan dan meraih trofi bergengsi regional atau internasional, di dalam negeri sendiri mengalami kisruh berkepanjangan. Kompetisi memperebutkan Piala Indonesia sebagai salah satu supremasi paling tinggi di negeri ini, dipastikan tidak akan berlangsung.
Piala Indonesia ialah kompetisi bergengsi bagi semua klub di Indonesia. Klub besar, menengah hingga klub kecil, punya kesempatan berduel di lapangan. Di Piala Indonesia, semua level klub, baik dari Perserikatan Indonesia (Liga Super), Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua akan saling bertarung memperebutkan trofi kebanggaan. Juaranya pun akan mendapat kesempatan bersama-sama dengan kampiun Perserikatan Super, sebagai kompetisi paling tinggi mewakili Indonesia di ajang Perserikatan Champions Asia.
Belum lama kabar pembatalan aplikasi Piala Indonesia, masyarakat dan para pecinta bola kembali disuguhkan kekisruhan aplikasi perserikatan paling tinggi di Indonesia. Pada akhir tahun 2011, pengurus PSSI nan baru terbentuk, dengan Djohar Arifin Husein sebagai Ketua Umum, nan menggantikan Nurdin Halid, sebagai Ketua Generik PSSI sebelumnya, mengganti Perserikatan Super Indonesia (LSI) dengan Perserikatan Prima Indonesia (LPI).
Akan tetapi, penggantian tersebut tak berakhir hanya sampai di situ. Kisruh berlanjut dengan adanya dua kompetisi di Indonesia, yaitu LSI (yang telah dibubarkan oleh PSSI dengan LPI (liga resmi dari PSSI). Klub-klub besar Indonesia seperti Persipura Jayapura, Persija Jakarta, Pelita Jaya, Persib Bandung, Sriwijaya FC, Arema FC, Persisam Samarinda, Persiba Balikpapan, dan PSMS Medan, terpecah sikapnya. Ada nan memutuskan bermain di kompetisi resmi PSSI, yaitu LPI. Tapi ada pula nan tetap bermain di kompetisi ilegal menurut PSSI, yaitu LSI.
Perseteruan kompetisi paling tinggi antara LPI dan LSI terus berlanjut. Kedua pihak nan saling berseteru, hingga kini belum mencafai mufakat. Lengkaplah sudah kondisi pengelolaan kompetisi persepakbolaan di Indonesia. Kompetisi memperebutkan Piala Indonesia batal dilaksanakan, diperparah dengan kisruh LPI vs LSI. Carut marut dan sarat kepentingan politik dalam kelompok dan golongan. Sesuatu nan sangat disayangkan di tengah-tengah miskinnya prestasi tim sepakbola nasional Indonesia, ajang bergengsi Piala Indonesia batal diselenggarakan.
Lelah melihat semua kekisruhan nan terjadi, ada baiknya kita mencermati kembali 'apa dan bagaimana' Piala Indonesia. Berharap dan berdoa, dengan mengetahui 'apa dan bagaimana' wujud dan kiprah Piala Indonesia tersebut, bisa sedikit mengobati kekecewaan melihat situasi persepakbolaan Indonesia terkini.
Piala Indonesia - Pertaruhan Gengsi Para Juara
Sebagai salah satu turnamen nan diarsiteki oleh PSSI, Piala Indonesia merupakan turnamen nan mempertemukan tim-tim lintas divisi atau kasta, yaitu Perserikatan Indonesia (kompetisi taraf 1), Divisi Primer (kompetisi taraf 2), Divisi Satu (kompetisi taraf 3) dan Divisi Dua (kompetisi taraf 4). Ini berarti, klub-klub di luar lingkaran Perserikatan Indonesia bisa berkesempatan berhadapan dengan klub-klub elite atau klub papan atas.
Pertaruhan gengsi pun tidak terelakkan. Klub elite tanpa sungkan akan menunjukkan kualitasnya, sedangkan klub-klub kecil akan berebut kesempatan unjuk kemampuan melawan klub-klub besar. Jika klub besar termotivasi buat memperlihatkan kedigdayaannya maka klub kecil juga termotivasi buat memperoleh gelar 'pembunuh raksasa' bila berhasil menaklukkan klub-klub besar. Piala Indonesia memang jadi ajang perang gengsi klub-klub ternama maupun klub tak ternama.
Bagaimana pola atau format turnamennya? Piala Indonesia diselenggarakan dengan sistem gugur berupa pola home atau partai kandang dan away atau partai tandang. Pola Piala Indonesia ini digunakan mulai babak penyisihan hingga partai semi final. Babak pamungkas Piala Indonesia, yaitu babak Grand Final dilangsungkan hanya sekali di stadion kebanggaan bangsa Indonesia, Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Sebelum diubah pada tahun 2010, Piala Indonesia dikenal dengan nama Copa Indonesia. Resmi diadakan sejak tahun 2005. Tercatat hingga tahun 2010, Piala Indonesia sudah lima kali diadakan dan baru dua klub nan merasakan indahnya mengangkat trofi Piala Indonesia. Klub tersebut ialah Arema Malang (klub kebanggaan warga Malang) dan Sriwijaya FC (klub kebanggaan warga Palembang).
Sriwajaya FC termasuk klub nan paling banyak meraih kampiun Piala Indonesia , yaitu tiga kali, sedangkan Arema Malang, dua kali. Berikut daftar lengkapnya:
- 2005 : Arema Malang, di final menang 4-3 (perpanjangan waktu) melawan Persija Jakarta.
- 2006 : Arema Malang, di final menang 2-0 melawan Persipura Jayapura.
- 2007 : Sriwijaya FC, di final menang 4-1 (1-1) setelah adu penalti melawan Persipura Jayapura.
- 2008/09 : Sriwijaya FC, di final menang 1-0 melawan Persipura nan walk out (wo) pada menit 60.
- 2010 : Sriwijaya FC, di final menang 2-1 melawan Arema Indonesia.
Selain melahirkan juara, Piala Indonesia pun melahirkan para pencetak gol terbanyak di setiap musimnya. Tercatat, pemain dari klub Persegi Gianyar yaitu Javier Roca dengan jumlah lesakan gol sebanyak 11 di posisi pertama. Di posisi kedua ada pemain dari Persib Bandung, Christian Gonzalez dengan 10 gol. Berikut daftar lengkapnya:
- 2005 : Javier Roca (Persegi Gianyar) dengan 11 gol.
- 2006 : Emaleu Serge (Arema Malang) dengan 9 gol.
- 2007 : Alberto Goncalves da Costa (Persipura Jayapura) dengan 6 gol.
- 2008/09 : Samsul Arif (Persibo Bojonegoro) dan Pablo Frances (Persijap Jepara) dengan 8 gol.
- 2010 : Cristian Gonzalez (Persib Bandung) dengan 10 gol.
Sementara itu, pemain terbaik atau Most Valuable Player (MVP) juga jadi gelar bergengsi nan diberikan bagi pemain nan dinilai paling fair play dan menginspirasi klubnya dalam setiap pertandingan nan dilakukan di Piala Indonesia. Nama-nama pemain langganan timnas seperti Firman Utina dan Bambang Pamungkas, pernah mendapat gelar kehormatan tersebut. Berikut daftar lengkapnya:
- 2005 : Firman Utina pemain terbaik Piala Indonesia dari Arema Malang.
- 2006 : Aris Budi Prasetyo pemain terbaik Piala Indonesia dari Arema Malang.
- 2007 : Bambang Pamungkas pemain terbaik dalam Piala Indonesia dari Persija Jakarta.
- 2008/09 : Anoure Obiora pemain terbaik Piala Indonesia dari Sriwijaya FC Palembang.
- 2010 : Keith Kayamba Gumbs sebagai pemain terbaik Piala Indonesia dari Sriwijaya FC.
Tak ketinggalan, para suporter nan mendukung klub kesayangan mereka selama berlangsungnya Piala Indonesia, juga kebagian gelar penghargaan. Namun, gelar suporter tim terbaik ini hanya diberikan sebanyak dua kali, yaitu pada musim kompetisi Piala Indonesia 2006 buat Aremania sebutan suporter Arema Malang, dan pada musim kompetisi Piala Indonesia 2007 buat The Jakmania sebutan suporter Persija Jakarta.
Lalu, selain trofi Piala Indonesia dan tiket ke ajang playoff Liga Champions Asia/AFC Champions League, apa lagi nan diperoleh sang juara? Ternyata, hadiah lainnya lumayan menggiurkan. Sang kampiun berhak mendapatkan uang pembinaan senilai satu miliar Rupiah.
Begitu juga dengan peringkat kedua memperoleh setengahnya, yaitu 500 juta Rupiah. Kampiun ketiga sebanyak 350 juta Rupiah. Adapun buat pencetak gol terbanyak mendapat 75 juta Rupiah. Jumlah nan juga sama didapatkan bagi pemain terbaik (MPV) dan suporter tim terbaik. Jadi, jadikan Piala Indonesia sebagai ajang pencetak pemain nan berkualitas.