Gaji Guru Sepanjang Sejarah Pendidikan Kita
Berbicara tentang sejarah pendidikan Indonesia tak terlepas dari menyebut nama-nama besar tokoh pendidikan negeri ini. Terlebih tokoh perempuan penulis buku Habis Gelap Terbitlah Terang RA Kartini nan sangat berjasa dalam pendidikan perempuan. Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia, dan nama-nama besar lainnya.
Paras Sejarah Pendidikan Indonesia
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan, baik nan pada masa penjajan Belanda maupun masa penjajahan Jepang. Sehingga, tak mengherankan apabila pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer. Masa penjajahan ini juga berpengaruh sangat kuat terhadap sejarah pendidikan di Indonesia. Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan masa pemerintahan Republik Indonesia.
1. Sistem pendidikan pra kemerdekaan
Masa Pemerintahan Belanda
Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa penjajahan Belanda lebih dititikberatkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah buat intervensi penjajah dan buat menyebarluaskan kebudayaan Barat.
Masa Pemerintahan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan. Beberapa sekolah diintegrasikan sebab dihapuskannya system pendiikan berdasarkan bangsa maupun berdasarkan tingkatan sosial tertentu. Bahasa pengantar di semua sekolah menggunakan Bahasa Indonesia.Tujuan pendidikan lebih ditekankan kepada dihasilkannya tenaga buruh kasar secara perdeo (cuma-cuma) dan praajurit-prajurit buat keperluan peperangan Jepang.
2. Sistem Pendidikan Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan ialah buat mendidik menjadi warga negara nan sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran buat negara dan masyarakat.
Periode 1945 – 1950
- Pendidikan rendah (SR) selama enam tahun.
- Pendidikan menengah generik terdiri atas Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) lamanya masing-masing tiga tahun.
- Pendidikan Kejuruan. Kejuruan Taraf Pertama terdiri atas; Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru Darurat buat Kewajiban Belajar (KPKPKB). Sementara Kejuruan Taraf Menengah terdiri atas; Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A (SGA), Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD).
- Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi terdiri atas universitas, Konservatori/Karawitan, Kursus B-1, dan ASRI.
Periode 1950 -1975
Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD)
Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pendidikan Kejuruan. Taraf pertama; SMEP, SKP, ST, SGB, KPKPKB, dan taraf menengah; SMEA, SGA, SKMA, SGKP, SPMA, SPM, STM, dan SPIK. Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut Teknologi, Institut Pertanian, Institut Keguruan, Sekolah Tinggi, dan Akademi.
Periode 1978 – sekarang
- Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
- Pendidikan dasar.
- Sekolah Menengah umum, SMP (SLTP), dan SMA (SLTA/SMU).
- Pendidikan Menengah Kejuruan. Taraf Pertama; ST.SKKP. Taraf Atas terdiri atas; Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
- Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Diploma, dan Politeknik.
Meneladani Tokoh-Tokoh Pendidikan Dalam Sejarah Pendidikan Kita
Hidup di masa penjajahan ialah menjalani keterpaksaan dan himpitan kesulitan. Sekalipun sebagian masyarakat eksklusif mengalami kehidupan nan manis sebab fasilitas dari penjajah, tetapi mayoritas penduduk pribumi mengalami penderitaan nan sangat. Sebagian dari mereka nan memperoleh sedikit keberuntungan hayati itu, dan mereka nan sadar akan kebebasan hayati nan diperlukan banyak masyarakat, merekalah nan kemudian menjadi tokoh-tokoh pendidikan nan kita kenal sekarang. maklum ketika itu tak semua orang dapat sekolah, kecuali golongan eksklusif saja.
Para putera bangsa nan sadar akan pentingnya memajukan para pribumi itu bertekat buat menggalang pendidikan bagi masyarakat luas. Seperti nan dilakukan oleh KH. Moch. Dahlan pendiri pendidikan Muhammadiyah dan tokoh-tokoh lain di nusantara. Hanya rasa keprihatinan nan mendalam nan menyentuh jiwa mereka nan menjadi motivasi gerakan pendidikan nasional di masa penjajahan itu.
Mereka bukan pejabat pendidikan, nan memang belum ada buat masyarakat generik seperti nan ada sekarang, tetapi kesungguhan perjuangan pendidikan mengalahkan para pejabat pendidikan kita sekarang. Jaman perjuangan memang berbeda dengan jaman tanpa perjuangan seperti sekarang. Dulu segalanya bertumpu pada niat baik dan kepdulian, tak demikian dengan nan menjabat urusan pendidikan saat ini.
Para tokoh pendidikan kala itu tak hanya berkorban tenaga adan pikiran saja, mereka pun berkorban harta dan segala nan mereka miliki demi kemajuan pendidikan bangsa. Sebuah pengorbanan nan tak ringan dan perlu dikaji dengan baik buat cerminan kita generasi penerusnya. Mengajar bangsa dengan hati, berkorban sepenuh hati, ketulusan nan menyentuh dan tak pernah luluh. Sekalipun mereka menghadapi tantangan besar dari pemerintahan kolonial.
Baru-baru ini saja ramai orang membincangkan tentang perlunya mendidik dengan hati, padahal sudah sejak semula dalam sejarah pendidikan kita para tokoh pendidikan itu mengajar dengan dengan hati. Berbuat tanpa pamrih ialah karakteristik perjuangan mereka. Dan rasa kebangsaan nan tiggi menjadi pendorong utamanya. Hal-hal demikian inilah nan telah lama luntur dari paras pendidikan kita.
Kita memasuki era pendidikan tanpa perjuangan, tanpa tokoh, tanpa figur nan dapat diteladani dengan bangga dan mengagumkan bangsa. Saatnya negara mengurus pendidikan dengan napas perjuangan karena, pendidikan ialah bagian krusial dari perjuangan bangsa buat mengejar ketertinggalan. Tanpa kualitas pendidikan nan baik, tak akan ada kemajuan nan dapat diharapkan. Sejarah pendidikan kita juga telah membuktikan hal itu. Kemerdekaan bangsa ini bisa diraih berkat gerakan pendidikan oleh para tokoh pendidikan ketika itu.
Gaji Guru Sepanjang Sejarah Pendidikan Kita
Sudah semestinya sekarang ini anak-anak kita mendapatkan mutu pendidikan nan berkualitas karena, para guru nan sejahtera seharusnya menjadi guru nan baik, bermutu dan berkualitas. Sejarah pendidikan kita memasuki era pemanjaan para guru dengan gaji nan sangat mencengangkan. 60% dari total aturan pemerintah buat pendidikan masuk ke kas gaji guru.
Pembaca tentu masih hapal jika selama ini gaji guru banyak dikeluhkan, bahkan dinyanyikan sebagai “Umar Bakri”-nya lagu dari pemusik Iwan Fals. Karena alasan itu dimungkinkan pendidikan kita amburadul, dan anak-nak sekolah tak mendapat mutu pedagogi nan semestinya. Melalui pemugaran gaji para guru ini diharapkan bangsa kita bisa makin maju dan berkembang pesat melalui kualitas pendidikan nan baik.
Sayangnya hingga saat ini nan sering kita lihat di layar warta televisi, kinerja para guru masih sangat mengecewakan. Bahkan dampak sertifikasi guru nan memberikan iming-iming tunjangan tinggi, 800 guru di Jawa Timur diketahui menggunakan ijazah palsu. Di loka lain banyak sekali penyelewengan para guru dengan membocorkan soal ujian, bahkan memperdagangkannya. Belum lagi masalah asusila nan dilakukan oleh para guru nan akhir-akhir ini banyak mencuat ke permukaan.
Kualitas pendidikan tak akan bisa dicapai tanpa peningkatan kualitas guru. Maslah pendidikan para guru sendiri belum dapat memenuhi baku nan diharapkan. Banyak guru nan belum mampu menyerap materi pedagogi dengan baik. Murid tak boleh ketinggalan dalam hal pengetahuan, tetapi masih banyak guru nan enggan belajar lagi buat meningkatkan pengetahuannya. Inilah sejarah pendidikan kita sekarang, jauh sekali dengan sejarah pendidikan masa dulu nan hanya tinggal kenangan saja.
Namun demikian kita tak boleh berkecil hati dan berputus asa, sebagian dari para peaktisi pendidikan masih ada orang-orang nan peduli dan dapat bekerja dengan baik. Walaupun jumlah mereka belum banyak, tetapi dengan kritik dan supervisi media terhadap kinerja pendidikan ini akan memberi akibat leih baik. Semakin banyak kepedulian masyarakat pada global pendidikan maka, mutu pendidikan akan terus dilakukan perbaikan.
Sampai di sini tentang sejarah pendidikan Indonesia dari masa ke masa, sejarah memajukan bangsa dengan segala tantangannya. Semoga kita bisa memetik pelajaran berharga dari pengamatan ini, dan pencerahan perjuangan pendidikan bisa ditumbuhkan kembali. Siapapun kita, pendidikan ialah masalah kita bersama sebagai bangsa. Mari kita songsong sejarah pendidikan kita nan baru dengan semangat perjuangan, penuh percaya diri dan optimistis.