Fosil Manusia Purba dalam Pandangan Islam

Fosil Manusia Purba dalam Pandangan Islam

Tetap ada disparitas pandangan mengenai keberadaan fosil manusia purba. Berbagai analisis dan argumentasi dikemukakan dengan berbagai teori dan data pendukung. Pendukung teori Darwin tetap kukuh pada pendapat mereka bahwa fosil manusia purba ialah sebuah petunjuk bahwa manusia itu berevolusi.

Sayangnya, manusia modern harus mau dan dengan terpaksa mengakui kalau manusia modern berasal dari kera. Itu kalau dia konfiden dengan teori Darwin. Sedangkan kaum intelektual muslim meyakini bahwa fosil manusia purba itu tak sahih dan banyak nan dimanipulasi sedemikian rupa agar seolah-olah mendukung teori nan telah disampaikan oleh Darwin. Harun Yahya dengan penuh semangat membantah semua apa nan disampaikan oleh Darwin dan para pengikutnya.

Dengan kecerdasannya Harun Yahya menulis buku spesifik buat berbicara tentang pendapatnya nan bertentangan dengan pendapat Darwin. Dalam tulisannya Harun Yahya juga mengemukakan bahwa manusia itu tetap seperti ini dengan mata dan telinga keci dan tak lebih besar dari mata dan telinga seekor gajah.

Bahwa adanya fosil manusia purba merupakan upaya penipuan nan dilakukan oleh orang-orang nan tidak bertanggung jawab. Disparitas tinggi tubuh ialah suatu hal nan wajar sebab adanya perkawinan dengan bangsa nan berbeda.

Sepintas diperhatikan dari fosil manusia purba ialah bahwa susunan gigi mereka ternyata ada nan lebih bagus, ada nan lebih runcing. Mungkin saja susunan gigi itu digunakan buat menyesuaikan diri dengan makanan nan tersedia saat itu. Tetapi, hal ini tak dapat dikatakan kalau manusia modern merupakan bentuk nan sudah terevolusi dari bentuk manusia purba nan lebih mirip kera.

Umat Islam memang harus mengakui kalau Adam ialah manusia pertama nan menginjak bumi ini dan Adam tak berevolusi dan tak berbentuk kera. Adam ialah manusia nan terbuat dari tanah dan Adam tak mempunyai ayah dan ibu. Fosil manusia zaman Adam pun tak ditemukan.

Bahkan, fosil manusia purba nan dianggap fosil manusia purba tertua nan ditemukan di Israel seolah menguatkan bahwa sebenarnya manusia pertama penghuni bumi tersebut memang diturunkan di dataran benua Asia (daerah Israel) dan bukan di benua Afrika.



Fosil Manusia Purba di Indonesia

Bangsa Indonesia benar-benar kaya dengan fosil manusia purba. Minimal ada 11 nama fosil manusia purba nan telah masuk ke dalam buku sejarah nan digunakan oleh para pelajar Indonesia.

Kesebelas nama fosil manusia purba tersebut ialah Meganthropus Paleojavanicus nan ditemukan di daerah Sangiran, Pithecanthropus Robustus dan Pithecanthropus Erectus (Homo Erectus) nan ditemukan di Trinil, Pithecanthropus Dubius nan ditemukan di Jetis, Pithecanthropus Mojokertensis nan ditemukan di Perning, Homo Javanensis nan ditemukan di Sambung Macan, Homo Soloensis atau manusia purba dari Solo nan ditemukan di Ngandong, Homo Sapiens Archaic , Homo Sapiens Neandertahlman Asia , Homo Sapiens Wajakensis nan ditemukan di Tulungagung, Jawa Timur, dan Homo Modernman .

Bila berkesempatan mengunjungi Gedung Bulat telur nan ada di Taman Pintar Yogyakarta, maka akan menemukan satu diorama nan memperlihatkan kehidupan manusia purba. Sandang dan cara mereka membuat api. Tubuh mereka terlihat sudha seperti manusia modern tetapi memang tubuhnya lebih besar dan tubuh mereka terlihat kurang cantik dibandingkan dengan tubuh manusia modern sekarang ini.

Ada juga gambar fosil manusia purba nan ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Pertanyaannya, apakah memang semua fosil itu dapat dipercaya sebagai perwujudan manusia purba? Sedemikian berbedanyakah bentuk tubuh manusia purba dengan manusia modern? Mungkinkah adanya disparitas tersebut dampak evolusi atau dampak dari gen keturunan nan tercampur dna bhineka sebab adanya pernikahan silang antar suku dan bangsa pada zaman dahulu kala?

Satu nan niscaya ialah bahwa ilmu pengetahuan memang mempunyai bukti bahwa fosil manusia purba menunjukkan kalau ada disparitas sedikit atau banyak mulai dari bentuk tubuh hingga volume otak nan dimiliki oleh manusia purba dan manusia modern. Hal lain nan membuat disparitas ialah bahwa manusia purba mempunyai peradaban nan jauh berbeda dengan peradaban manusia modern.

Manusia memang berubah dari waktu ke waktu. Perubahan itu disebabkan oleh pengaruh budaya dari dalam atau dari luar atau sebab kebutuhan. Perubahan sebab kebutuhan memang pantas terjadi sebab manusia terus berkembang secara dinamis.

Kedinamisan ini mungkin dapat dianggap sebagai evolusi budaya tetapi tak menjadi salah satu bukti sebagai evolusi bentuk tubuh terutama tulang paras dan tulang-tulang rahang dan tulang-tulang lainnya.

Melihat fosil manusia purba nan ditemukan di Batu Raja, Sumatera Selatan nan menunjukkan rona kulit, bentuk wajah, jenis rambut, tinggi tubuh, dan bentuk mata, terlihat jelas bahwa ada garis merah pertautan antara penampilan bentuk fisik manusia awal nan mendiami tanah Sumatera Selatan dengan penampilan fisik orang-orang orisinil Sumatera Selatan saat ini.

Hal ini dapat juga diambil konklusi bahwa evolusi itu tak ada dan bahwa kalau ada disparitas sedikit antara manusia purba dan manusia modern, hal itu hanya terlihat pada tinggi badan dan bentuk tubuh lainnya berdasarkan gen nan diturunkan oleh orangtuanya.



Perdebatan Tentang Fosil Manusia Purba

Di saat masih banyak orang nan berkutat dengan keberadaan fosil manusia purba ini, sebagian lainnya sibuk hanya dengan membuat satu kesimpulan, yaitu fosil manusia purna ialah satu proses kehidupan zaman dahulu kala nan saat ini harus dihargai dan bahwa masih ada skeptisme terhadap keaslian fosil manusia purba tersebut sehingga banyak juga nan tak terlalu peduli dengan keberadaan fosil manusia purba tersebut.

Misalnya, ketika ada gading gajah pada masa zaman antik ditemukan, pemerintah sudah tak mampu lagi menghalangi dijualnya fosil gading tersebut ke pihak luar. Sedangkan orang Indonesia juga agak sulit diajak buat melestarikan benda-benda purbakala. Inilah nan akhirnya banyak fosil manusia purba Indonesia di bawa ke luar negeri setelah dihargai dengan uang nan tak seberapa.

Pencarian fosil manusia purba dapat jadi bukan saja menguntungkan pihak nan tidak harus berpanas-panas meneliti sebuah loka sebagai loka inovasi fosil manusia purba, tetapi juga menguntungkan tukang tadah dan orang berilmu nan tidak memanfaatkan ilmunya buat kemaslahatan diri dan orang lain. Lokasi pencarian fosil manusia purba tersebut malah menjadi ajang penjualan benda-benda cagar budaya.

Tidak mudah juga menemukan fosil manusia purba ini. Selain harus berpanas-panas menggali tanah dan batu nan diharapkan menyimpan rahasia manusia purba, juga harus kucing-kucingan dengan petugas.

Padahal terkadang petugas sudah tak mampu menampung semua hasil nan didapat oleh para pencari jejak-jejakl manusai purba tersebut. Dana nan minim menjadi salah satu hambatan buat melarang masyarakat menjual benda-benda cagar budaya tersebut.

Mereka berpikiran lebih baik menjualnya ke penadah dengan harga nan tinggi daripada menanti pihak pemerintah turun tangan membeli barang-barang nan cukup mahal tersebut. Memang mengembangkan daya tarik sosial dan daya tarik seksual lebih mudah daripada mengembangkan konsep cinta tanah air. Hayati dalam sistem pragmatis ternyata dipandang lebih mudah dibandingkan hayati dalam kebiasaan dan anggaran nan telah dibuat.



Fosil Manusia Purba dalam Pandangan Islam

Bagi para penganut teori Darwin, manusia modern tetap merupakan wujud evolusi dari manusia kera atau manusia purba. Pencarian data dan fakta tentang hal ini terus dilakukan. Menurut pandangan Islam, manusia sekarang ini merupakan anak keturunan Nabi Adam.

Bahwa penganut teori Darwin ialah orang-orang Barat nan tak mengetahui tentang hakikat penciptaan manusia seperti nan dipahami oleh orang Islam telah menyebabkan disparitas pandangan nan semakin tajam. Surat keterangan nan berbeda telah membuat diskusi ilmiah dapat berubah menjadi debat kusir nan tidak ada habisnya. Apalagi dengan adanya inovasi fosil manusia purba di mana-mana.