Ekonomi Pembangunan
Otonom
Kini, ekonomi politik pembangunan Indonesia kadang tak mempunyai cetak biru. Terutama, semenjak swatantra daerah. Kepala daerah dapat mengelola ekonomi sendiri tanpa mengacu pada pusat. Sekilas semua daerah seolah menjadi seperti terpisah dari pusat. Padahal kenyataannya ialah sentralisasi itu tetap ada. Buktinya ialah pembagian hasil tambang masih dilakukan. Daerah penghasil tambang itu malah diberi bagian nan tak seimbang sehingga akselerasi pembangunan itu masih tersendat.
Kalau ada jalan nan rusak, pimpinan daerah masih memikirkan apakah jalan nan rusak itu merupakan jalan negara nan pemugaran harus ditanggung oleh APBN atau aturan pembangunan dan belanja negara atau harus ditanggung oleh APBD atay aturan pembangunan dan belanja daerah. Kalau jalan itu ditanggung oleh APBN, maka pihak daerah tak akan mengeluarkan uang atau dana demi pemugaran jalan tersebut. Yang menjadi korban ialah rakyat nan melalui jalan tersebut. Rakyat tak akan tahu mana jalan milik negara dan mana jalan nan milik pemerintah daerah.
Yang mereka inginkan ialah jalan nan baik dan mulus. Hal ini menjadi salah satu tanda tanya besar di hati masyarakat. Ketika jalan tersebut telah rusak selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pertanyaannya ialah mengapa pemerintah daerah tak mengusulkan kepada pemerintah pusat tentang keadaan jalan nan rusak tersebut. Banyaknya permainan nan dilakukan oleh oknum nan tak bertanggung jawab semakin membuat masalah tersebut berlarut. Adanya bukti oknum nan mempermainkan aturan ini cukup menyakiti hati rakyat.
Kalau seandainya tak banyak korupsi, mungkin pemugaran jalan itu telah selesai dengan lebih cepat. Ini baru urusan jalan nan merupakan salah satu fasilitas infrastruktur nan sangat penting. Belum lagi urusan lainnya nan akan menunjang akselerasi pembangunan ekonomi masyarakat nan masih saj aterkatung-katung. Luasnya wilayah Indonesia ini membutuhkan penanganan nan tak mudah. Tidak heran kalau pemerintah bersama dengan DPR berusaha memekarkan wilayah nan terlihat membutuhkan penanganan lebih cepat.
Pemekaran
Demi mempercepat pembangunan nan merata, negara Indonesia nan dahulunya dibagi dalam 27 provinsi, kini ada 33 provinsi. Dari beberapa provinsi itu kini telah lahir kabupaten baru. Termasuk ada 7 buah kabupaten nan baru saja diresmikan. Ketujuh kabupaten baru nan menjadi Daerah Otonom nan nantinya akan memberikan pelayanan lebih kepada masyarakat nan tinggal di daerah tersebut. Diharapkan dari kabupaten baru itu pembangunan infrastruktur akan semakin cepat sehingga kesejahteraan penduduk akan meningkat.
Ketujuh kabupaten itu berada di 3 provinsi nan dikenal dengan wilayah nan cukup luas. Mahakam Ulu (Kalimantan Timur), Penukal Abab Lematang Ilir (Sumatera Selatan), Malaka (Nusa Tenggara Timur), Pulau Taliabu (Maluku Utara), Mamuju Tengah (Sulawesi Barat), Banggai Bahari (Sulawesi Tengah), dan Kolaka Timur (Sulawesi Tenggara). Diharapkan pelayanan kepada masyarakat pun akan meningkat. Semangat memajukan semua lini kehidupan akan segera terwujud dan masyarakat miskin pun dapat dikurangi.
Tidak mudah memberikan pelayanan nan baik kepada masyarakat. Dibutuhkan pemimpin nan mengerti tentang keuangan dan penggunaan keuangan nan baik demi masyarakatnya. Dana pembangunan bukan buat membuat para pemimpin daerah semakin kaya. Dana itu bukan buat membuat para oknum pejabat berbagi uang, namun, dana itu buat membantu masyarakat agar dapat berkembang lebih cepat seperti masyarakat perkotaan nan telah lebih dahulu menikmati hasil pembangunan.
Pemilihan kepala daerah secara langsung seharusnya mendidik masyarakat buat lebih cerdas dalam menentukan pilihan. Misalnya, masyarakat diberi pelajaran buat memilih pemimpin nan bukan saja taraf elektabilitasnya tinggi, melainkan kemampuannya dalam mendalami sisi pembangunan dan manajemen keuangan serta nilai-nilai kepemimpinan juga sangat baik. Sine qua non prosedur nan memungkinkan rakyat menguji pemimpinnya apakah benar-benar mampu memimpin atau tidak. Jangan sampai pemimpin hanya dapat menghabiskan uang tanpa dapat melakukan apa-apa buat rakyatnya.
Dengan adanya pendidikan politik nan diberikan kepada masyarakat, lama-kelamaan, masyarakat akan mengerti bagaimana memilih pemimpin nan baik. Mereka tak akan memilih pemimpin nan asal dapat bernyanyi atau nan berpostur tubuh tinggi besar dan dianggap ganteng. Tidak ada lagi masa dan loka bagi pemimpin nan besar hanya sebab pencitraan. Pemimpin itu tak perlu dicitrakan. Citranya akan lahir dengan sendirinya seiring dengan kerja keras nan dilakukannya. Inilah pemimpin nan tumbuh dan berkembang bersama dengan rakyatnya.
Kalau pemimpin mampu melakukan hal nan telah disebutkan itu, maka pembangunan ekonomi nan memang telah direncanakan sejak awal akan berjalan mulus. Pemimpin pun tak akan terjebak ke dalam korupsi. Kalau pemimpinnya tak mengerti membaca laporan keuangan, nan akan terjadi ialah pemborosan anggaran. Pemborosan ini artinya ialah bahwa rakyat tak mendapatkan jatah nan maksimal dan optimal dari dana nan telah dikeluarkan tersebut. Yang rugi tentu saja rakyat. Kalau ketahuan, pemimpin nan bersangkutan paling dipanggil oleh KPK dan selanjutnya dihukum beberapa tahun saja.
Hebatnya setelah bebas dari penjara, pemimpin nan telah dinyatakan bersalah itu malah dapat mencalonkan diri lagi. Kalau hal ini terjadi, itu artinya budaya malu telah hancur. Bagaimana pembangunan akan berjalan lancar kalau pemimpinnya tak tahu malu. Sayangnya, orang baik malah takut berpolitik. Tidak seperti politikus di Mesir nan kebanyakan para penghapal Al-Quran dan orang-orang nan tak bahagia berfoya-foya. Orang baik harusnya belajar politik agar pembangunan mental masyarakat juga baik sebab mereka mempunyai pemimpin nan baik dan nan mampu memberikan contoh nyata.
Ekonomi Pembangunan
Ekonomi membangun atau membangun ekonomi. Indonesia selayaknya berada pada fase ekonomi membangun. Namun, seperti dikompilasi dari ulasan para pengamat, Indonesia masih membangun ekonomi. Mengapa hal itu terjadi? Banyak faktor nan mempengaruhinya. Pertama, Emerging market. Indonesia masuk kategori negara (pasar) berkembang atau negara nan belum maju. Kondisi ini membuat Indonesia harus banyak berbenah buat mengatasi penyumbatan ekonomi. Budaya korupsi sangat kental di negeri khatulistiwa ini.
Selanjutnya wahana infrastruktur. Indonesia masih minim infrastruktur nan memadai. Bandara, jalan (tol), dan pelabuhan. Padahal, Indonesia ialah negara kepulauan sehingga koneksi ekonomi membutuhkan infrastruktur nan lengkap. Pembanguna jembatan nan layak nan menghubungkan banyak loka harus segera dilakukan agar kesejahteraan rakyat semakin meningkat. Adanya kerusakan jembatan gantung di beberapa loka seperti di Padang dan Banten, tak boleh dibiarkan berlarut.
Anak bangsa membutuhkan jembatan itu secepatnya. Faktor lainnya ialah jumlah rakyat miskin. Jumlah rakyat miskin di Indonesia berada pada angka 30 juta. Mengacu pada metodologi PBB, dapat melonjak jadi 100 juta. Rakyat miskin ini belum dapat mandiri. Itu sebabnya BLT, PNPM Mandiri, dan sebagainya, jadi kebijakan politik. Angka enterpreneur masih rendah. Butuh sekitar 2 persen wirausaha buat menggerakkan ekonomi satu negara. Indonesia masih minim enterpreneur. Bahkan, angkanya masih kecil, sekitar 0,2-0,5 persen.
Politik Pembangunan masih erat kaitannya dengan partai politik. Setelah mengulas soal ekonomi, kini soal politik. Pembangunan akan bergantung pada visi politik. Pembangunan erat kaitannya dengan haluan (ideologi) negara. Misalnya, AS kapitalisme, China sosialis komunis, Kuba sosialisme. Lalu, Indonesia? Konstitusi. UUD 45 menyebut haluan ekonomi Indonesia dalam pasal 33. Politik para founding father jelas. Yaitu, agak sosialis. Ini terlihat dari pemilahan kata kekeluargaan, kebersamaan, dan sebagainya. Merujuk pada kata kolektif.
Visi politik. Politik pembangunan kerap berganti menyesuaikan dengan pemimpin politik. Orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Perhatikan visi politik masing-masing leader. Berbeda satu sama lain. Visi politik ibarat gerbong kereta. Visi politik harus sinkron dengan rel. Rel tersebut adalah kepentingan nasional (baca: konstitusi).
Ekonomi politik pembangunan Indonesia harus dipandang secara jeli. Indonesia memang tumbuh positif. Namun, tak menggelegar dibanding China dan India. Dari segi resource, Indonesia tak ketinggalan. Ekonomi politik pembangunan harus membuat Indonesia jadi raksasa ekonomi dunia. Bukan di atas kertas semata. Indonesia dapat mulai ekonomi membangun. Tidak berkutat terus membangun ekonomi.