Setelah Prosesi Lamaran
Lamaran atau peminangan dalam ilmu fiqih disebut “khitbah” nan artinya permintaan. Menurut istilah, makna khitbah atau lamaran ialah sebuah permintaan atau pernyataan dari laki-laki kepada pihak perempuan buat mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun dengan mediator pihak lain nan dipercayai sinkron dengan ketentuan agama.
Pernikahan merupakan gerbang menuju kebahagiaan bagi kaum muslimin buat menjalin sebuah interaksi suami istri. Islam melarang interaksi antara laki-laki dan wanita tanpa ada ikatan nan sinkron dengan syariat. Misalnya dalam konteks kekinian ada pergaulan wanita dan pria nan disebut dengan interaksi pacaran. Padahal Islam tak mengenal budaya pacaran dalam ajarannya.
Pacaran telah menjadi kenyataan nan membudidaya di berbagai kebudayaan di global termasuk di wilayah Indonesia, interaksi pacaran telah dianggap sebagai interaksi nan lazim diterima oleh masyarakat saat ini. Namun bila dikembalikan pada anggaran Islam maka interaksi ini masuk dalam perbuatan haram.
Sebaiknya interaksi seperti pacaran dihindari oleh 2 insan nan berkeinginan buat menjalin interaksi nan serius atau perkawinan. Sein statusnya nan masuk dalam keharaman, pacaran bisa mendatangkan berbagai mudhorot bagi pelakunya. Dalil pengharaman pacaran ialah perintah Allah buat menjauhi perbuatan zina, dan pacaran merupakan tindakan tersebut.
Apabila kita menginginkan segera menjalin cinta kasih dengan calon pasangan hayati hendaknya langsung meniatkan melamar dia. Islam memberikan anggaran nan mudah dan terbaik dalam urusan pernikahan, dan juga kaitannya dengan pelamaran seorang gadis.
Terkadang seorang pria berpikir belum siap buat menikahi langsung seorang gadis sebab dari segi ekonomi masih dipandang belum memadai. Sehingga dari alasan tersebut banyak insan nan terjerumus pada kemaksiatan. Oleh sebab itu Islam memberikan anjuran bagi seseorang buat menjaga pandangan dan berpuasa agar bisa menahan insting tersebut. Jalanilah hayati ini sinkron dengan anggaran Allah maka hayati kita akan membawa berkah, berkah ini mempunyai makna kebahagiaan nan datang terus menerus.
Syarat Melamar dalam Islam
Ada dua syarat melakukan melamar dalam Islam .
1. Syarat Mustahsinah
Syarat mustahsinah ialah syarat nan berupa anjuran kepada seorang laki-laki nan akan melamar seorang perempuan agar ia meneliti lebih dahulu perempuan nan akan dilamarnya itu. Sehingga, bisa menjamin kelangsungan hayati berumah tangga kelak. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat nan wajib dipenuhi, tetapi hanya berupa anjuran dan Norma nan baik.
Yang termasuk syarat mustahsinah itu adalah:
- Perempuan nan akan dilamar hendaklah sejodoh dengan laki-laki nan meminangnya, seperti sama kedudukannya, sama-sama baik rupanya, sama dalam taraf sosial ekonominya, dan sebagainya.
- Perempuan nan akan dilamar hendaknya perempuan nan mempuanyi sifat afeksi dan mampu memberikan keturunan sinkron dengan anjuran Rasulullah saw.
- Perempuan nan akan dilamar hendaknya perempuan nan jauh interaksi darah dengan laki-laki nan akan melamarnya. Islam melarang laki-laki menikahi seorang perempuan nan sangat dekat interaksi darahnya.
- Hendaknya laki-laki mengetahui keadaan-keadaan jasmani, budi pekerti, dan sebagainya dari perempuan nan akan dilamar.
2. Syarat Lazimah
Syarat lazimah ialah syarat nan wajib dipenuhi sebelum proses melamar atau khitbah dilakukan. Sahnya lamaran bergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah.
Syarat lazimah tersebut adalah:
- Perempuan nan akan dilamar tak sedang dilamar laki-laki lain. Apabila sedang dilamar laki-laki lain, maka laki-laki tersebut telah melepaskan hak pinangnya sehingga perempuan dalam keadaan bebas.
- Perempuan nan akan dilamar tak dalam masa iddah . Masa iddah ialah masa menunggu bagi seorang perempuan nan ditalak suaminya. Haram hukumnya melamar peempuan nan sedang dalam masa iddah talak raji’i.
- Perempuan nan akan dilamar hendaklah nan boleh dinikahi. Artinya, perempuan tersebut bukan muhrim bagi laki-laki nan akan melamarnya.
Pengetahuan Tentang Melamar Dalam Islam
Banyak orang nan masih beranggapan bahwa mengikuti proses menuju pernikahan nan sinkron syariat Islam ibarat membeli kucing dalam karung. Namun bila kita pikirkan secara jernih maka sebenarnya Islam memberikan anggaran dalam proses menuju pernikahan buat menjaga kemuliaan dan kesucian dari kedua calon pengantin. Dengan saling menjaga hati dan menghindari pergaulan bebas maka hal-hal nan mendatangkan dosa atau merusak keimanan dalam hati bisa dihindari.
Untuk memastikan kedua calon pengantin tak salah dalam memilih pasangannya. Islam memberikan prosesi ta’aruf buat kedua calon pasangan. Proses ta’aruf ditujukan agar kedua calon bisa saling mengenal kepribadian dari keduanya. Tapi ta’aruf bukanlah pacaran, sebab dalam ta’aruf ditujukan sebagai prosesi sosialisasi kedua calon dan menghindari hal-hal nan bertentangan dengan syariat di dalamnya.
Sebagai contoh dalam ta’aruf dilarang kedua calon pasangan buat berdua-dua dalam suatu tempat, ini disebut dengan berkhalwat. Berkhalwat ialah tindakan nan haram dalam Islam sebab mendatangkan perbuatan nan mendekati zina. Ketika kedua calon ingin berjumpa buat proses sosialisasi maka dianjurkan buat mengajak muhrim buat menemani keduanya. Sehingga ada 2 orang nan mendampingi kedua calon dalam berkomunikasi. Tentu ini ditujukan agar ada pihak pengawas nan bisa menegur bila ada dari kedua calon pasangan tersebut berbuat maksiat.
Syariat Islam membolehkan dari kedua calon pengantin buat melihat calonnya. Melihatnya bisa dilakukan dengan terang-terangan/terbuka atau dapat dengan sembunyi-sembunyi. Dengan melihat langsung calon pasangannya di kehidupan pernikahan nanti, maka kesalahan dalam memilih pasangan berkeluarga bisa diminimalisir.
Kebiasaan pergaulan bebas sebelum pernikahan bukanlah budaya Islam, budaya tersebut lahir dari Norma orang-orang di luar Islam khususnya negara-negara barat nan mengusung nilai-nilai kebebasan nan terlalu ekstrim. Kita sebagai kaum muslimin di Indonesia seharusnya bisa membedakan mana anggaran nan sinkron dengan adat ketimuran dan mana nan bertentangan dengannya.
Setelah Prosesi Lamaran
Setelah terjadi lamaran atau khitbah dan diterima oleh pihak nan dilamar, secara tak langsung kedua belah pihak dengan kerelaan hati telah mengadakan perjanjian buat melaksanakan akad nikah (perjanjian melaksanakan perkawinan). Biasanya dalam waktu nan tak terlalu lama dari proses lamaran, waktu pernikahan akan ditentukan.
Harus dipahami bahwa pertunangan atau khitbah belum menghalalkan interaksi sebagaimana interaksi antara suami dan istri. Meskipun sudah terikat dengan pertunangan dan ada dalam ”masa pertunangan”, tetapi interaksi keduanya masih seperti interaksi antara orang-orang nan bukan muhrim. Hanya saja si perempuan tak boleh menerima atau dilamar oleh laki-laki lain.
Begitu pula dengan pemberian nan diberikan oleh pihak nan satu kepada pihak nan lain sama dengan pemberian biasa, tak ada ikatan, dan tak wajib dikembalikan pemberian itu seandainya pertunangan diputuskan. Karena pemberian selama proses khitbah atau pertungan ialah bersifat boleh. Artinya bisa dilakukan atau tak oleh kedua pihak keluarga dari kedua calon mempelai.
Memang di Indonesia telah menjadi hal nan membudaya tentang proses tukar-menukar pemberian selama masa pertunangan. Terutama bagi kita nan tinggal di pulau Jawa, tetapi di wilayah nan lain juga hampir sama dengan adat orang Jawa tersebut. Yang perlu diluruskan dalam hal ini adalah pemberian selama masa pertunangan ialah tak wajib, artinya bila dirasa memberatkan salah satu calon mempelai maka boleh saja ditinggalkan.
Sebaiknya setelah masa khitbah atau lamaran, kedua calon pengantin berupaya meningkatkan kesiapannya dalam menjalani jenjang pernikahan. Baik itu berupa persiapan secara materi atau non materi. Persiapan materi tidaklah harus menyediakan dana nan besar dari sang calon pengantin laki-laki, tetapi ialah menyiapkan nafkah nan akan diberikan kepada sang istrinya kelak. Maka bila sang calon pengantin laki-laki belum bekerja atau tak ada pemasukan dana, maka harus diupayakan agar sudah bekerja sebelum dia menikah.
Dengan menikah maka tanggung jawab istri secara materi berpindah dari keluarga sang istri kepada suami. Mencari nafkah nan halal ialah perbuatan nan mulia dalam kehidupan keluarga. Karena seorang suami nan ikhlas menafkahi keluarganya akan disediakan pahala nan besar di sisi Allah Swt.
Selain persiapan materi, sebaiknya juga bagi sang kedua calon mempelai mempersiapkan persiapan ilmu tentang pernikahan. Ilmu tentang hak dan kewajiban suami dan istri dalam berkeluarga, pengetahuan dalam memperoleh keluarga nan sakinah mawaddah warohmah, ataupu ilmu Islam lain nan berkaitan dengan keluarga. Dengan kedua persiapan yakni materi dan ilmu maka bisa dipastikan kedua calon pengantin telah siap melakukan akad nikah.
Semoga tulisan mengenai tata cara melamar dalam Islam ini bisa membuka cakrawala pengetahuan bagi kita semua, terutama tentang proses menuju pernikahan.