The Pregnant Man - Emansipasi nan Kebablasan
"He is pregnant " merupakan kalimat konkret nan diucapkan banyak orang ketika seorang laki-laki bernama Thomas Beatie, hamil. Awalnya, tak ada nan percaya dengan peristiwa tersebut. Tapi, setelah diruntut lebih teliti, terbukalah tabir "keanehan" tersebut. Ternyata, Thomas Beatie dulunya ialah seorang wanita.
Saat mengubah dirinya menjadi seorang pria, Thomas tak mengangkat rahimnya. Dengan terapi hormon secara teratur dan dengan resep dokter, Tracy Lagondino, nama Thomas Beatie ketika masih berkelamin wanita, sukses menyulap dirinya menjadi laki-laki dengan dada rata dan paras ditumbuhi jambang.
"He is pregnant" ini benar-benar sebagai anomali kehidupan. Sesuatu nan tak dapat diterima dengan akal. Bagaimana seseorang nan memiliki organ kewanitaan normal begitu mudahnya mengganti kelamin dan mau mengikuti semua mekanisme kesehatan nan begitu rumit demi mencapai kebahagiaan dan akhirnya menikahi seorang wanita tulen. Namun laki-laki jadi-jadian itu mau mengandung sebab si wanita tulen nan menjadi "istrinya" tak mungkin dapat hamil dampak faktor kesehatan.
Fenomena ‘He is pregnant’ ini mungkin saja akan semakin banyak terjadi. Menurut jurnal Pediatrics, angka operasi kelamin semakin meningkat. Yang lebih parahnya lagi ialah bahwa pergantian kelamin itu dilakukan oleh anak-anak nan belum mengalami pubertas. Alasan melakukan operasi kelamin secepatnya ini ialah bahwa kalau hormon pubertas dihentikan, maka pertumbuhan organ tubuh vital dapat dihambat.
Misalnya, anak perempuan nan berganti menjadi anak laki-laki tak akan memiliki dada nan besar. Sementara, anak laki-laki nan berganti menjadi anak perempuan, akan memiliki dada nan menonjol seperti anak perempuan. Tentu saja "perempuan jadi-jadian" ini tak akan dapat menyusui anaknya kelak sebab pada dasarnya mereka tak terlahir sebagai wanita.
Keadaan ini benar-benar membingungkan. Hanya sekadar rasa sedikit tak nyaman menjadi seorang anak perempuan atau menjadi anak laki-laki, seorang anak dengan rela dan ikhlas berganti jenis kelamin. Hebatnya lagi, orangtua mereka mendukung usaha pergantian kelamin tersebut.
He is Pregnant - Tanda Global Mau Kiamat
Maraknya operasi pergantian kelamin nan dilakukan oleh anak-anak di bawah umur harus menjadi perhatian semua orang. Jangan hanya sebab adanya kehebatan teknologi dan kemampuan finansial, lalu dengan mudahnya anak-anak nan masih labil tersebut melakukan operasi besar nan akan mempengaruhi kehidupannya selamanya. Sine qua non upaya melakukan penelitian dan riset serta wawancara serius kepada orangtua nan rela anaknya melakukan operasi ganti kelamin. Kenyataan "He is pregnant " bukanlah sesuatu nan harus ditiru.
Kekuatan media menyebarkan warta tentang kasus "He is pregnant" sedikit banyak mungkin saja membawa akibat nan besar terhadap orang-orang nan selama ini tak nyaman menjadi dirinya sendiri. Menurut jurnal Pediatrics, salah satu alasan orangtua mengizinkan anaknya melakukan operasi ganti kelamin ialah bahwa ketakutan orangtua terhadap kehidupan seksual anaknya. Mereka takut anaknya malah menjadi seorang lesbian atau homo.
Kalau sudah seperti itu keadaannya, para dokter harus mempunyai karakter dan memegang kode etik dengan kuat. Tidak menutup kemungkinan kalau kenyataan "He is pregnant" ini akan menyebar ke global bagian lain. Orang-orang nan berada di negara-negara muslim pun akhirnya menjadi lebih permisif dan sedikit demi sedikit bisa menerima kehadiran orang-orang nan masuk dalam lingkaran nan terkena akibat kenyataan "He is pregnant".
Padahal, kalau hal ini terus dibiarkan, kiamatlah global ini. Keanehan demi keanehan memang menjadi salah satu karakteristik global semakin tua dan semakin menunjukkan kelelahannya melihat tingkah laku manusia nan seolah ingin bermain sebagai "Tuhan".
Fenomena He is Pregnant Berbanding Lurus dengan Kloning
Fenomena "He is pregnant" tak ada bedanya dengan kenyataan kloning nan dilakukan banyak ilmuwan nan mencoba bermain sebagai "Tuhan". Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi nan mereka miliki, mereka berusaha melakukan "Designer Babies" atau upaya rekayasa genetika buat mendapatkan bayi nan diinginkan. Pada mulanya "Designer babies" atau rekayasa genetika ini hanya diperuntukkan bagi para orangtua nan tak mampu mempunyai anak nan tak stigma atau tak menyandang penyakit bawaan.
Dengan cara mengambil gen nan rusak dan menyuntikkan hanya embrio nan bagus, orang tua nan sudah putus asa dapat bernapas lega dan dapat mendapatkan anak nan sehat dan paripurna secara fisik. Tapi lama-kelamaan, teknologi rekayasa ini dimanfaatkan buat melakukan kloning nan tak hanya diperuntukkan bagi hewan, tapi juga manusia.
Teknologi nan semakin canggih itu pula nan memungkinkan kenyataan "He is pregnant" berulang berkali-kali. Perlu diketahui bahwa ternyata Thomas Beatie si pionir kenyataan "He is pregnant" tersebut tak hanya memiliki satu anak saja, melainkan tiga orang anak. Si Thomas ini ternyata tetap ingin global mengenangnya sebagai "The pregnant man". Sungguh bukan kasus nan patut buat ditiru. Seharusnya, ketika terlahir dengan organ kewanitaan lengkap, seorang wanita tak boleh menjadi laki-laki. Tapi, nafsu manusia berkata sebaliknya. Inilah bukti kalau akal berfungsi sebagai hati dan hati dikebiri hingga tak mampu memberikan getaran-getaran kebenaran.
Keberhasilan kloning manusia pertama juga memberikan akibat luar biasa. Padahal ketika suatu kloning dilakukan, taraf kegagalannya sangat tinggi disamping biaya nan dikeluarkan juga tak sedikit. Gambar hasil kloning nan gagal sangat mengerikan. Bayi-bayi dengan organ tubuh nan saling tindih, bayi dengan mata besar di dahi, bayi dengan bentuk seperti leak (hantu Bali dengan organ dalam terburai), dan bayi dengan bentuk seperti kodok.
Selain itu, imunitas bayi hasil kloning tentunya tak sekuat bayi normal biasa. Keadaan ini tak membuat banyak orang nan telah melakukan pengkloningan tersebut berhenti berusaha. Kegagalan ternyata semakin membuat mereka semangat melakukan percobaan demi percobaan. Begitupun dengan kenyataan "He is pregnant" atau "The pregnant man".
The Pregnant Man - Emansipasi nan Kebablasan
Banyak perempuan mengeluh betapa beratnya hamil. Betapa tak enaknya ketika harus bersusah payah menjaga makanan dan tingkah laku ketika sedang hamil. Keadaan ini ternyata tak menyurutkan langkah Thomas Beatie buat hamil. Dapat jadi apa nan dilakukan oleh Thomas Beatie menarik wanita nan telah berubah menjadi "laki-laki" buat merasakan hamil dan menjadi "The next pregnant man". Rasa ikut merasakan nan khas dimiliki oleh seorang wanita masih tertanam di hati Thomas Beatie. Kalau sudah begini, seharusnya Thomas Beatie tak menjadi laki-laki. Wajahnya pun masih terlihat lembut walaupun wajahnya dihiasi dengan kumis dan cambang nan cukup lebat.
Laki-laki nan telah kehilangan hormon testosteron tersebut ternyata berpikiran begitu lemah dan sangat menikmati hari-harinya menjadi seorang ibu. Bagaimanakah anak-anaknya memandang ibu mereka nan sekaligus ayahnya tersebut? Kalaupun pada awalnya tak jadi masalah, tapi dalam pergaulan selanjutnya, anak-anak Thomas Beatie "The pregnant man" ini tentunya akan melalui fase keterkejutan psikologis.
Keterkejutan psikologis tersebut dapat berdampak pada kesehatan mental mereka ketika bimbingan mental tak diberikan dengan sebaik mungkin. Anomali kehidupan nan terjadi sebab kenyataan "The pregnant man" ini harus disikapi dengan mengadakan penelitian secara serius buat memberikan data seksama agar orang lain tak menambah deret panjang nama "The pregnant man". Semoga hanya nama Thomas Beatie nan tercatat di berkas kasus "The pregnant man" tersebut.