Koperasi Unit Desa - Pentingnya Penerapan Nilai Syariat dalam Koperasi
Keberadaan Koperasi Unit Desa sebagai forum usaha nan memberdayakan rakyat kecil, sangat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam menjalankan usaha mereka. Apalagi diketahui nilai-nilai nan dijunjung oleh koperasi sangatlah luhur. Yaitu berupa keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kesejehateraan bersama nan tak merugikan rakyat kecil.
Namun, menilik tentang keberadaan koperasi dan usaha nan diusungnya, bagaimanakah pandangan Islam tentang forum koperasi unit desa ini menurut hukum syariat?
Koperasi Unit Desa - Koperasi dan Hukumnya
Koperasi Unit Desa atau nan disingkat KUD di Indonesia, berawal dari Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963, pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani. Y,ang produk utamanya ditujukan buat memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi.
Sementara itu, koperasi nan berlandaskan nilai Islam di Indonesia lahir dalam bentuk paguyuban usaha bernama Syarikat Dagang Islam (SDI), nan didirikan oleh H. Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggota koperasi ini ialah para pedagang muslim dan mayoritas berasal dari pedagang batik. Namun pada perkembangannya, Syarikat Dagang Islam berubah menjadi Syarikat Islam nan diwarnai oleh gerakan politik.
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa koperasi merupakan forum ekonomi nan dibangun oleh pemikiran barat nan terlepas dari nilai-nilai Islam (syariat). Jadi, membahas tentang koperasi lewat kacamata Islam, bagaimana hukumnya? Halal atau haram atau makruh?
Seorang pemikir ekonomi Islam dari Timur Tengah, Khalid Abdurrahman Ahmad di dalam bukunya Al-Tafkir Al-Iqrishadi Fi Al-Islam berpendapat, bahwa haram bagi umat Islam berkoperasi. Ia juga mengharamkan harta nan diperoleh dari koperasi.
Alasan kenapa koperasi diharamkan ialah sebab prinsip-prinsip keorganisasian koperasi nan tak memenuhi nilai-nilai syariat dan ketentuan-ketentuan dalam pembagian laba nan dilihat dari segi pembelian atau penjualan anggota di koperasinya.
Hal ini dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Ini sebab bentuk kolaborasi dalam Islam hanya mengenal pembagian laba atas dasar modal, atas dasar jerih payah, atau atas dasar keduanya.
Koperasi Unit Desa - Pandangan Islam tentang Kerja Sama
Di dalam Al Qur'an, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu buat ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang nan berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian nan lain, kecuali orang orang nan beriman dan mengerjakan amal nan saleh; dan amat sedikitlah mereka ini." (QS Shaad : 24)
Berdasarkan ayat tersebut, Allah menekankan kepada kita bahwa Allah membenarkan manusia buat berserikat atau bekerjasama dalam kebaikan. Tapi, melarang manusia buat bekerjasama dalam keburukan serta berbuat zalim di dalam kerjasama nan dilakukan.
"Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan." (Al-Maidah: 2)
Bahkan, Rasulullah menegaskan di dalam sabda beliau nan artinya,
"Aku (Allah) merupakan pihak ketiga nan menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut." (Abu Daud dan Hakim)
Di dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda, nan artinya:
"Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang nan bermitra selama di antara mereka tak saling mengkhianati." (Al-Bukhari)
Hadits tersebut menjelaskan kepada kita bahwa sistem kolaborasi dalam kebaikan tanpa ada niat buat saling mencelakai atau menzalimi ialah dibenarkan. Selama tak ada niat saling mengkhianati terhadap satu sama lain.
Jadi, jika sebuah koperasi nan mengusung visi dan misi buat kebaikan dan saling tolong menolong dengan berlandaskan syariat Islam, maka kerjasama itu halal dan dibolehkan. Sistem kolaborasi telah ada di Timur Tengah dan Asia Tengah sejak abad ke-3 Hijriyah.
Diriwayatkan secara teoretis oleh filsuf Islam Al-Farabi As Syarakhsi dalam Al-Mabsuth . Seperti nan telah dikutip oleh M. Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit Sharing in Islamic Law . Bahwa Rasulullah pernah mengikuti suatu kemitraan usaha, salah satunya dengan Sai bin Syarik di Madinah. Wallahu a'lam .
Nah, nan menjadi pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana halnya dengan Koperasi Unit Desa? apakah koperasi kerakyatan ini menjunjung nilai syariat dalam praktiknya tanpa ada unsur politik nan malah akan menyengsarakan rakyat kecil?
Kalau dilihat dari prinsip dasar nan dijunjung oleh Koperasi Unit Desa, keanggotaannya bersifat sukarela dan pengelolaannya dilakukan secara demokratis. Selain itu, pembagian Residu Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil, sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota dan berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dari prinsip dasar Koperasi Unit Desa tersebut memang tak terlihat adanya unsur nan merugikan. Akan tetapi, nan menjadi renungan untuk umat Muslim, apakah sistem demokrasi nan diusung tersebut sinkron dengan syariat Islam? Karena bagaimanapun juga hukum demokrasi tak pernah sejalan dengan hukum syariat Islam nan berpegangan pada Al Qur'an dan Hadits.
Namun perlu diingat, Islam tak melarang sebuah kolaborasi selama dilakukan dengan niat saling tolong-menolong sinkron dengan nilai-nilai Islam. Dan bukan buat mencelakai apalagi sampai menzalimi. Wallahu a'lam bisshawab .
Koperasi Unit Desa - Pentingnya Penerapan Nilai Syariat dalam Koperasi
Setiap lembaga, baik itu forum pemerintahan atau pun swasta, wajib menerapkan nilai-nilai syari'ah dalam sistem koperasi. Bagaimana caranya? Mudah saja, yaitu dengan cara mengaplikasikan nilai syariat di dalam bisnis. Lalu, nilai syariat nan seperti apa nan wajib diterapkan di dalam bisnis kolaborasi dan kemitraan homogen koperasi dan Koperasi Unit Desa agar tak membelot dari hukum Islam?
Berikut ialah nilai-nilai syariat nan wajib diaplikasikan dalam kerja sama, yaitu :
- Shiddiq , mencerminkan sifat jujur, akurat, dan akuntabilitas.
- Istiqamah , mencerminkan sifat konsisten, berkomitmen, dan loyal.
- Tabligh , mencerminkan sifat transparan, kontrol, edukatif, dan komunikatif.
- Amanah , mencerminkan sifat kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibilitas.
- Fathanah , mencerminkan pandangan hidup kerja nan profesional, kompeten, kreatif, juga inovatif.
- Ri'ayah , mencerminkan semangat akan solidaritas, empati, peduli, dan awareness .,
- Mas'uliyah , mencerminkan sifat nan bertanggung jawab.
Jika sebuah kerjasama dalam bentuk koperasi berlandaskan hukum Islam seperti nilai-nilai nan tersebut di atas, hal ini tak dilarang. Selama tak melenceng dari syariat. Bagaimanapun juga, mengeluarkan harta dengan tujuan buat dijadikan kapital usaha atau investasi secara halal merupakan kewajiban syariat.
Ini sebab uang dan harta janganlah ditimbun. Membiarkannya tertimbun begitu saja (di luar bersedekah) tanpa dipergunakan dengan baik buat usaha nan halal sama dengan menyia-nyiakan nikmat Allah, juga tak mensyukurinya.
Perlu ditekankan bahwa koperasi tak boleh menggunakan praktik riba. Di antaranya, penggunaan kembang di dalam usahanya. Dalam kegiatan simpan pinjamnya tidakdiperbolehkan menggunakan bunga. Ini sebab riba tak sinkron dengan nilai kemitraan, keadilan, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Nilai syari'ah harus diterima, juga diterapkan dalam sistem koperasi dengan menyeluruh. Harus total bukan setengah-setengah. Karena dengan teraplikasinya prinsip syariat dalam ekonomi, maka keadilan dan kesejahteraan bisa terwujud bagi semua.
Sebagaimana nan difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah: 85 nan artinya:
"Hai orang-orang nan beriman! Masuk Islamlah kamu dengan keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sebab setan itu ialah musuh nan nyata." (Al-Baqarah: 208)
Islam mengajak kita buat melakukan segala sesuatu dengan total bukan setengah-setengah. Seperti halnya memeluk Islam dengan penuh sebab hal itu akan membawa kebaikan di sisi Allah nan akan menjauhkan manusia dari jerat setan. Maka sudah seharusnya pula kita menjalankan hukum syariat secara total di dalam setiap bidang usaha nan dilakukan. Termasuk dalam kolaborasi bidang ekonomi kerakyatan.
Jadi, dalam kolaborasi nan berbentuk koperasi, termasuk Koperasi Unit Desa, selama prinsip syariat diaplikasikan maka tak ada embargo buat menjalankan kolaborasi tersebut. Namun, jika telah terjadi defleksi dari nilai-nilai syariat, maka dapat dikatakan bahwa kerjasama nan dilakukan tak sejalan dengan hukum Islam. Sseperti penetapan nilai kembang dan riba nan pada akhirnya malah menjadi haram dan tak berkah buat semua. Wallahu a'lam .