Kuningan dan Objek Wisatanya
Tahukah Anda Kota Kuningan ? Bagi Anda nan belum mengetahui kota tersebut, Anda bisa mencari informasi mengenai sejarah nama kota tersebut. Biasanya, sejarah nama dari kota eksklusif memiliki keunikan tersendiri. Sejarah nama suatu kota juga menunjukkan adanya cerita legenda di masing-masing daerah negara ini.
Indonesia merupakan salah satu negara nan kaya akan seni dan budaya. Begitupula kaya cerita legenda ataupun sejarah mengenai awal mula adanya sesuatu di tanah air tercinta ini. Semakin banyak sejarah ataupun cerita legenda nan kita baca dan ketahui, semakin banyak pula informasi dan wawasan kita mengenai tanah air Indonesia.
Salah satu contohnya yaitu sejarah nama Kota Kuningan. Kota tersebut berada di Indonesia, tepatnya di Provinsi Jawa Barat. Jika Anda nan berada di Provinsi Jawa Barat dan telah mengetahui adanya Kota Kuningan, Anda bisa menceritakan hal-hal nan berkaitan dengan kota tersebut kepada saudara atau teman Anda nan belum mengetahuinya. Kota ini memiliki kisah menarik dan unik sebab berkaitan dengan suatu benda seperti halnya certa Gunung Tangkuban Perahu.
Awal Mula Dinamakannya Kota Kuningan
Berdasarkan informasi nan disampaikan dalam cerita legendanya, terdapat beberapa kemungkinan mengenai awal mula ditemukannya Kota Kuningan. Adapun salah satu kemungkinan nan mendukung ditemukannya kota ini yaitu sinkron asal mula katanya.
Asal kata kota ini dari nama salah satu jenis logam, yaitu logam kuningan. Menurut bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia, asal kata kota ini memiliki arti homogen logam nan terbuat dari bahan campuran berupa perak, timah, serta perunggu. Jika ketiganya telah menjadi campuran, kemudian dilakukan proses pesepuhan, yaitu dengan membersihkan dan memberi rona agar lebih indah). Dengan begitu, logam tersebut berubah warnanya menjadi kuning mengilap seperti emas.
Logam kuningan bisa dibuat beraneka macam benda nan bernilai dalam kehidupan manusia. Setiap benda nan dibuat dari bahan logam ini akan tampak bagus, indah, serta diminati masyarakat, misalnya masyarakat di Sunda, Melayu, Jawa serta beberapa kelompok masyarakat Indonesia umumnya. Benda-benda nan bisa dibuat dengan bahan dasar logam ini di antaranya kerangka lampu, patung, bokor, alat rumah tangga, maupun hiasan dinding.
Sebelum tahun 1914, tepatnya di Sangkanherang, tak jauh dari Jalaksana, terdapat inovasi berupa patung-patung kecil nan dibuat dari logam berwarna kuning mengilap tersebut. Ada estimasi dari beberapa pendapat masyarakat sekitar bahwa pada 1950-an, benda nan terbuat dari bahan dasar logam ini juga sangat diminati orang-orang elit di Kota Kuningan.
Adapun cerita legenda nan berkaitan dengan bokor, asalnya dari Ciamis dan Kuningan. Bokor ialah wadah nan biasa digunakan buat menaruh sesuatu di rumah juga sebagai perhiasan nan berbahan dasar logam kuningan. Cerita legenda tersebut berkisah tentang sebuah bokor. Sinkron cerita legendanya, kemudian bokor tersebut dibuat menjadi alat nan berfungsi menguji ketinggian ilmu seorang ulama. Adapun cerita legenda mengenai bokor ialah sebagai berikut.
Pada cerita legenda dari Ciamis, yaitu cerita Ciung Wanara, menceritakan bokor dipakai sebagai alat buat menguji kesaktian seorang rahib Galuh nan memiliki nama Ajar Sukaresi. Rahib Ajar Sukaresi bertapa di Gunung Padang. Ia diminta oleh raja Galuh buat berupaya menaksir perut istrinya nan buncit, apakah sedang hamil atau tidak. Kerajaan nan dipimpin Raja Galuh beribukota di Bojong Galuh (Desa Karangkamulya). Daerah tersebut terletak sekitar 12 kilometer sebelah timur Kota Ciamis.
Pendeta Ajar Sukaresi diperingatkan oleh Raja Galuh bahwa jika terjadi kesalahan dalam menaksir permintaannya, rahib tersebut akan kehilangan nyawanya. Padahal, fenomena nan sebenarnya, buncitnya perut istri dari Raja Galuh hanya permainan raja.
Raja Galuh memasang bokor kuningan pada perut istrinya. Kemudian, Raja Galuh menutup perut istrinya menggunakan sehelai kain supaya istrinya terlihat sedang hamil. Perbuatan tersebut dilakukan buat menipu dan mencelakai rahib Ajar Sukaresi.
Namun, rahib Ajar Sukaresi sudah mengetahui permainan Raja Galuh buat menjebaknya dengan bokor kuningan tersebut. Rahib tersebut tetap tenang menghadapi teka-teki nan raja berikan kepadanya. Rahib Ajar Sukaresi pun menjawab tebakan teki-teki tersebut.
Ia menyampaikan kepada raja bahwa istri raja memang sedang hamil. mendengar jawaban tersebut, hati Raja Galuh sangat senang. Ia berpikir permainannya buat menipu rahib tersebut berhasil. Raja Galuh dengan arogan dan penuh keyakinan mengatakan bahwa tebakan rahib salah.
Kemudian, raja memberikan perintah kepada pengawalnya buat menyeret rahib tersebut ke penjara. Setelah itu, raja langsung memberikan titah buat menghukum wafat sang pendeta.
Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa istri Raja Galuh benar-benar hamil. Hal ini membuat Raja Galuh malu sebab mengira hal itu tak mungkin terjadi. Akhirnya, raja murka dan menendang bokor kuningan, kuali, serta penjara besi di dekatnya. Benda-benda nan ditendangnya itu mendarat di loka nan berlainan.
Daerah nan merupakan loka jatuhnya bokor kuningan tersebut, kemudian diberi nama Kuningan dan berlaku hingga saat ini.
Selanjutnya, daerah loka jatuhnya kuali (dalam bahasa Sunda dikatakan kawali) kemudian dinamakan Kawali.
Kawali termasuk salah satu kota kecamatan di daerah Kabupaten Ciamis. Daerah Kawali ini letaknya antara Kuningan dan Ciamis.Tepatnya sekitar 65 km sebelah selatan Kota Kuningan. Kemudian, daerah loka jatuhnya penjara besi diberi nama Kandangwesi. Kandangwesi ini berasal dari kosakata bahasa Sunda nan berarti penjara besi). Lokasinya berada di daerah Garut Selatan.
Versi Lain Cerita Bokor Sebagai Awal Mulanya Kota Kuningan
Cerita legenda tentang bokor nan menjadi asal mulanya dinamakan Kota Kuningan, ternyata memiliki cara penyampaian cerita nan berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Misalnya, dalam babad Cirebon. Di dalamnya disampaikan mengenai manfaat bokor buat menguji tokoh ulama Islam (wali) bernama Sunan Gunung Jati. Namun, jika diikuti alur ceritanya terdapat kemiripan dengan cerita Ciung Wanara.
Namun demikian, cerita tersebut memiliki perbedaan. Perbedaannya terdapat pada waktu dan loka terjadinya peristiwa, tujuan, dan dampak pengujian bokor tersebut. Dalam cerita legenda lain tak disampaikan adanya peristiwa bokor kuningan nan ditendang hingga jatuh pada loka tertentu.
Sesuai cerita legenda Ciung Wanara, digambarkan bahwa pada masa Kerajaan Galuh nan mayoritas mash memeluk agama Hindu (masa sebelum Islam) maka Babad Cirebon menceritakan dengan alur berbeda, yaitu ketika masa peralihan dari Hindu menuju Islam atau masa proses Islamisasi.
Berdasarkan isi cerita nan disampaikan, isi cerita Ciung Wanara lebih tua dibandingkan isi cerita di dalam Babad Cirebon mengenai awal mulanya Kota Kuningan berdasarkan uraian sebelumnya. Cerita legenda Ciung Wanara menceritakan mengenai loka kejadian di Bojong Galuh. Akan tetapi, di dalam cerita Babad Cirebon disampaikan mengenai loka kejadian di Luragung (kota kecamatan nan terletak 19 km sebelah timur Kuningan).
Selain isi cerita, terdapat disparitas diagnosis kehamilan istri Raja Galuh sinkron cerita dalam Ciung Wanara dan Babad Cirebon. Dalam cerita legenda Ciung Wanara disampaikan mengenai diagnosis kehamilan istri Raja Galuh didasari tujuan buat mencelakakan rahib Ajar Sukaresi agar beliau bisa dihukum wafat oleh raja Galuh.
Sementara cerita legenda di dalam Babad Cirebon disampaikan mengenai diagnosis kehamilan tersebut tujuannya buat menguji keluhuran ilmu Sunan Gunung Jati. Uji keluhuran budi Sunan Gunung Jati tersebut memiliki pengaruh pada tingginya kedudukan keulamaan wali tersebut.
Seorang bayi laki-laki nan telah dilahirkan istri Raja Galuh, kemudian dirawat dan dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, seorang penguasa daerah Luragung. Lalu, Sunan Gunung Jati menjadi seorang sultan di Cirebon. Bayi tersebut tumbuh dewasa dan menjadi seorang adipati Kuningan.
Kesimpulannya, meski cerita kedua legenda berbeda, tapi memiliki kemiripan inti cerita nan disampaikan di dalamnya. Awal mulanya Kota Kuningan berasal dari nama jenis logam bahan pembuatan bokor. Hal tersebut juga dijadikan alasan mengenai bokor menjadi salah satu lambang daerah Kabupaten di Jawa Barat.
Semoga tulisan tentang sejarah nama Kota Kuningan ini bermanfaat bagi kita semua terutama generasi penerus bangsa dalam menambah wawasan budaya dan sejarah negaranya.
Kuningan dan Objek Wisatanya
Kuningan ialah sebuah kabupaten di Jawa Barat. Terletak di bagian timur sekaligus dilalui oleh jalur regional nan menghubungkan Kabupaten Cirebon dengan beberapa kabupaten di wilayah bagian timur Jawa Barat lainnya.
Kabupaten Kuningan juga biasa dilewati sebagai jalur tengah alternatif nan menghubungkan Bandung, Majalengka dengan beberapa wilayah di Jawa Tengah.
Berdasarkan perbatasan daerah administratifnya, Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon di bagian utara, Kabupaten Brebes di bagian timur, Kabupaten Ciamis dan Cilacap nan sudah masuk wilayah Jawa Tengah di bagian selatan, dan Kabupaten Majalengka di bagian timur. Kabupaten Kuningan memiliki 32 kecamatan dengan 15 kelurahan dan 361 desa di dalamnya.
Objek Wisata Kuningan
Kabupaten Kuningan memiliki sumber daya wisata nan tak kalah menarik dibandingkan dengan kabupetan lain. Sebagian besar loka wisata nan dimiliki oleh Kabupaten Kuningan ini menjadikan air sebagai daya tarik utama. Salah satunya, ialah objek wisata Cibulan. Objek wisata ini terletak di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana.
Objek wisata air Cibulan ini merupakan nan tertua di Kabupaten Kuningan. Diresmikan pertama kali oleh Bupati Kuningan R.A.A Mohamand Achmad pada 27 Agustus 1939. Objek wisata Cibulan berupa kolam pemandian dengan ukuran nan bervariasi.
Satu hal nan membuat objek wisata Cibulan berbeda dengan objek wisata lainnya ialah terdapatnya ikan di dalam kolam-kolam objek wisata Cibulan.
Ikan nan mendiami air Cibulan tersebut, bukanlah ikan sembarangan. Konon, menurut cerita masyarakat sekitar, ikan Cibulan nan dikenal dengan nama Ikan Kancra Bodas (Ikan Dewa) ialah para prajurit Kerajaan Padjadjaran nan dikutuk sebab pembangkangannya terhadap Prabu Siliwangi.
Keistimewaan lainnya nan terdapat di objek wisata Cibulan ialah tujuh sumur. Tujuh mata air ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Air dari ketujuh sumur tersebut memiliki keistimewaan dan keunggulan tersendiri.
Sumur nan pertama dipercaya buat kejayaan, sumur kedua buat kemuliaan, sumur ketiga buat pengabulan, sumur keempat bernama Cirancana, sumur kelima bernama Cisadane, sumur keenam buat kemudahan, dan nan terakhir sumur ketujuh buat keselamatan.
Di balik keistimewaan sumur-sumur tersebut, ternyata ada satu sumur nan menyimpan keistimewaan berbeda dengan sumur lain. Sumur tersebut ialah ialah sumur Cirancana. Keistimewaannya lagi-lagi terletak pada keanehan dan mitos di sekitar masyarakat.
Konon di dalam sumur itu terdapat seekor kepiting emas nan membawa keberuntungan. Masyarakat percaya bahwa siapapun nan bisa melihat kepiting emas tersebut, pasti semua keinginan dan harapannya bisa terkabul.
Cibulan bukan satu-satunya objek wisata air nan terdapat di Kuningan. Objek wisata lainnya nan masih mengandalkan air ialah Curug Sidomba, Waduk Darma, Cigugur, Balong Keramat Darmaloka, dan pemandian air panas Subang.
Satu di antara sekian banyak objek wisata di Kuningan nan “berair”, terdapat sebuah perkebunan buah, yaitu perkebunan buah Salak dan Durian. Perkebunan itu terletak di Kampung Cibodas Kecamatan Cipondok.