Perjalanan Aisyah Menjadi Istri Nabi Muhammad Saw
Tokoh-tokoh agama Islam tak hanya terbatas pada kaum lelaki. Islam pun memiliki tokoh wanita dengan segala kemuliaannya nan membanggakan umat Islam di seluruh dunia. Mereka ialah para wanita nan andal sinkron dengan kodratnya. Di antara tokoh-tokoh wanita tersebut, ada beberapa nan mendampingi Rasulullah Saw dalam menjalani hidupnya. Salah satunya ialah Siti Aisyah. Ia ialah wanita solehah nan diciptakan Allah buat Nabi Muhammad Saw.
Nama salah satu wanita nan mendapatkan keistimewaan tersebut memang tak lagi asing di telinga umat muslim seluruh dunia. Namanya selalu tercatat dalam buku-buku sejarah perjalanan Islam. Lengkap dengan siapa wanita itu sesungguhnya.
Anda mungkin pernah mendengar kalimat ini, bahwa sebaik-baiknya perhiasan global ialah wanita solehah. Pernyataan ini sepertinya memang merujuk pada wanita-wanita seperti Siti Aisyah, atau dapat jadi, pernyataan ini terinspirasi dari hadirnya Siti Aisyah ke dunia.
Bahwa menjadi seorang wanita solehah, ialah sebuah kewajiban tidak tertulis nan disepakati dan diingin oleh setiap muslim dan muslimah di muka bumi ini. Berperilaku hanya buat mendapatkan ridha dari Allah Swt ialah sebuah bukti diri nan tak dapat dipisahkan dari wanita-wanita seperti itu.
Menjadi wanita muslimah seutuhnya, seperti nan dicontohkan oleh Siti Aisyah r.a ialah dambaan nan ada di benak setiap wanita muslimah. Meskipun, pada kenyataanya, wanita muslimah selalu merasa mendapatkan halangan buat bersikap seperti itu. Seperti alasan belum siap buat mengenakan jilbab. Alasan belum siap tersebut dapat mengacu pada banyak hal. Karena masalah pekerjaan atau seolah menyalahkan akhlak nan syahdan belum sempurna.
Padahal, berhijab ialah kewajiban absolut bagi wanita muslimah. Hijab atau jilbab ialah sebuah bukti diri nan membedakan wanita muslim dengan wanita nan bukan muslim. Jika berbicara tentang akhlak, wanita mana atau manusia mana nan tak pernah luput dari kesalahan? Pun sama dengan wanita muslim nan berjilbab. Wanita-wanita itu juga manusia nan dikarunia kekerasan hati oleh Tuhan.
Hal nan patut diketahui ialah justru sebaliknya. Jika diibaratkan sebuah kendaraan, hijab atau jilbab ialah sebuah rem nan menjaga sebuah kendaraan supaya tak sampai menabrak sesuatu. Hijab ialah wahana mendekatkan diri dengan Allah Swt bagi kaum wanita muslim. Sebuah simbol nan tidak hanya menyangkut agama, tapi juga simbol menyayangi dirinya sendiri.
Hijab atau jilbab ialah salah satu kenyataan nan terjadi di kalangan wanita muslim. Kehadirannya menimbulkan sebuah polemik, bahkan di kalangan wanita muslim itu sendiri. Mereka terbagi menjadi dua pemikiran. Mereka nan memandang lebih krusial menyempurnakan akhlak terlebih dahulu lalu berjilbab, dan mereka nan memandang jilbab sebagai sebuah keharusan wanita muslim nan tak dapat disangkal oleh pemikiran apapun.
Pilihan berjilbab atau hijab memang hanya contoh kecil dari konduite seorang wanita muslim nan diperintahkan Allah Swt. Jika perintah menutup aurat nan sesungguhnya demi kenyamanan diri sendiri saja masih sulit buat dilakukan, bagaimana dengan perintah lain nan mungkin saja lebih berat? Ternyata menjadi seorang wanita seperti Siti Aisyah ialah memang bukan hal mudah.
Lalu, siapa sesungguhnya wanita solehah pilihan Allah Swt tersebut?
Siapa Siti Aisyah?
Pertanyaan tentang siapa Siti Aisyah sebenarnya niscaya menjadi perbincangan nan tak pernah habis dibahas. Adanya disparitas pendapat dari para pakar menjadi salah satu penyebabnya. Satu hal nan terdengar lantang tentang siapa Siti Aisyah sesungguhnya, ialah cerita tentang beliau nan merupakan salah satu istri Nabi Muhammad Saw.
Siti Aisyah ialah putri dari sahabat nabi, Sayyidina Abu Bakar r.a. Beliau ialah putri nan dinikahkan dengan Nabi Muhammad Saw saat usianya mencapai 10 tahun. Pandangan tentang usia Siti Aisyah sebenarnya hingga kini masih menjadi polemik. Pandangan bahwa Nabi Muhammad Saw menikahi anak di bawah umur juga keluar dari mulut banyak orang.
Pernikahan Nabi Muhammad Saw dengan wanita solehah nan telah dipilihkan Allah Swt ini memang menjadi pernikahan nabi nan banyak dibicarakan. Perjalanannya menjadi seorang istri nabi sangat tak mudah. Kontradiksi dan rekaan datang dari banyak pihak. Salah satunya ialah orang-orang dari golongan Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyariyyah.
Mereka membenci dan bersikap memusuhi Siti Aisyah. Berbagai macam rekaan dilontarkan. Mereka memfitnah bahwa Siti Aisyah telah melakukan perselingkuhan. Rekaan lain ialah bahwa wanita mulia pilihan Allah Swt ini dikatakan pernah berupaya buat membunuh Nabi Muhammad Saw. Bahkan ulama Syi’ah menyusun sebuah kitab bernama Masaawi Aisyah nan artinya semua keburukan nan ada pada diri Aisyah.
Selayaknya gadis usia 10 tahun, diceritakan bahwa Aisyah ialah gadis nan periang. Beliau masih bahagia bermain dengan teman-temannya. Bahkan hingga waktu pernikahan tiba. Satu hal nan perlu diketahui adalah, meskipun dinikahi Nabi Muhammad Saw pada usia 10 tahun, Aisyah baru mendampingi Nabi Muhammad pada usia antara 14 hingga 15 tahun.
Selama itu, Aisyah mampu menjaga harga dirinya. Amanah nan telah dipercayakan nabi kepadanya dijunjung dengan tinggi. Tentu saja dengan tak mengurangi afeksi terhadap kedua orangtua dan teman-teman sepermainannya. Aisyah tetap seorang gadis nan periang dengan wawasan nan luas, sikap nan lembut dan pribadi nan menyenangkan.
Perjalanan Aisyah Menjadi Istri Nabi Muhammad Saw
Dipilihnya Aisyah oleh Nabi Muhammad Saw buat dijadikan istri semata-mata bukan sebab keinginan pribadi. Ada campur tangan Allah Swt di belakang ini semua. Bahwa Siti Aisyah ialah wanita nan Allah pilihkan. Terdapat sebuah hadits nan menegaskan hal tersebut. Hadits ini datang dari Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad. Berikut bunyi haditsnya:
“Sebelum menikahimu, saya pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. Aku melihat malaikat membawa secarik kain nan terbuat dari sutra. Kukatakan kepadanya,”Singkaplah”. Malaikat itu pun menyingkapnya. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu kukatakan, “Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia niscaya akan membuatnya terjadi”. Pada kesempatan lain, saya kembali melihatnya datang membawa secarik kain nan terbuat dari sutera. Maka kukatakan,”Singkaplah”. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu saya berkata, “Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia niscaya akan membuatnya terjadi”. (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Sebelum benar-benar mendampingi Nabi Muhammad Saw, Aisyah tetap tinggal di rumah kedua orangtuanya. Abu Bakar r.a merasa memiliki tanggungjawab penuh buat mendidik Aisyah menjadi seorang wanita nan siap mendampingi seorang nabi. Karena Aisyah ialah gadis nan pintar, Abu Bakar tak terlalu dikhawatirkan dengan kesiapan Aisyah.
Di antara istri-istri Nabi Muhammad Saw nan lain, Aisyah ialah istri nan paling beliau sayangi. Dengan segala kepintaran, dan kemuliaan nan ada pada dirinya, Aisyah menjadi sosok istri pilihan Rasulullah Saw. Selain tentu saja, Aisyah juga gadis pilihan Allah Swt.
Rasulullah Saw dalam sepanjang hidupnya menikahi beberapa wanita. Latar belakang terjadinya pernikahan nan dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw pun beragam. Namun, di antara istri-istri nan beliau nikahi, Aisyah ialah satu-satunya istri nabi nan benar-benar masih berstatus gadis. Aisyah belum pernah menikah dengan siapa pun.
Dalam menjalankan perannya sebagai seorang istri Rasul, Aisyah banyak membantu Rasul buat menyebarkan Islam. Wanita solehah ini ikut mengajarkan ayat-ayat Al-qur’an pada anak-anak nan tinggal di sekitarnya. Keberadaan beliau di sisi Nabi Muhammad Saw memberikan kontribusi besar. Terbukti dari banyaknya hadits nan terlahir dari tuturannya. Sehingga, ajaran Islam menjadi lebih mudah tersebar.
Banyaknya istri nan dimiliki oleh Rasulullah Saw ternyata tak memengaruhi interaksi antara istri-istri beliau. Aisyah benar-benar menjaga interaksi baik dengan para istri nabi terdahulu maupun setelahnya. Interaksi beliau dengan anak Rasulullah, Siti Fatimah, pun berjalan baik. Kedua wanita terdekat nabi ini saling menghargai satu dan lainnya.
Kemuliaan Siti Aisyah tak berhenti di situ. Wanita ini memang benar-benar pilihan Allah Swt buat menemani Nabi Muhammad Saw. Berkat segala kemuliaan nan ada pada dirinya, beliau mendapatkan gelar Ummul Mu’minin. Bahkan menurut Imam Ali, Aisyah ialah Ummul Mu’minin global dan akhirat.
Kemuliaan Siti Aisyah sebagai seorang wanita memang sudah sepantasnya dijadikan panduan atau inspirasi para wanita muslim dalam menjalankan kehidupannya. Bahwa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dengan tak membusungkan dada dan menengadahkan kepala, serta tetap tunduk pada perintah imam dalam keluarga ialah hal-hal nan sepantasnya dilakukan oleh wanita solehah.
Selain itu, para wanita muslim di seluruh global seharusnya juga belajar bahwa wanita nan tak sekolah tinggi ternyata dapat benar-benar dimuliakan sebab akhlaknya. Akhlak nan terpuji dan dicintai Allah Swt serta Rasulullah Saw. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan-Nya.