Market - Antara Asosiasi, Konsumen, Importir, dan Pemerintah
Dalam istilah religi, tepatnya Nabi Muhammad saw pernah mengatakan bahwa di market atau pasar ialah loka di mana setan beraksi lebih giat. Pandangan Nabi Muhammad itu memiliki konteks riil dari sekadar ucapan seorang nabi pembawa selebaran keagamaan. Market merupakan bidang nan beliau geluti selama puluhan tahun dari semenjak kecil ketika diasuh oleh seorang pedagang ternama Abu Thalib.
Nabi Muhammad ialah pedagang ulung salah satu nan dari nan paling jujur di pasar pada masa itu, selain julukannya al-Amin artinya 'dapat dipercaya'. Di masa pra medieval di mana pasar merupakan arena pertarungan paling jorok, umbar tipu paling gila, kejujuran merupakan benda langka. Beliau sendiri membawa barang dagangan dari Mekkah dan memasarkannya di Syria. Begitulah kegiatan sebelum masa kenabian. Oleh sebab itulah, selebaran Islam pada akhirnya juga menyertakan urusan market ini sebagai urusan nan nan tak kalah krusial dari bagian-bagian peribadatan dalam Islam.
Market dalam Islam dibebaskan apa adanya, namun manusia harus bersikap jujur padanya. Islam tak mematok suatu harga dan membiarkan pasar secara alami memutuskannya. Islam memberikan garis padanan tentang konduite di market itu sendiri, nan seharusnya tak membuat keresahan sosial dalam jangka panjang.
Konsep Market
Senyawa dengan istilah Nabi Muhammad, seorang filsuf kenamaan Jerman, Fredierich Nietsche pernah menuliskan bahwa di pasar Tuhan telah mati. Gagasan itu menemui konteks radikal oleh Marx. Bahwa market merupakan alasan manusia memobilisasi diri. Marx menemukan karyanya sendiri The Kapital , terutama menyoroti masalah market ini, nan merupakan biang dari pembusukan sosial.
Market ialah salah satu dari banyaknya jenis sistem, institusi, prosedur, interaksi sosial dan infrastruktur di mana banyak pihak terlibat dalam suatu ritual pertukaran. Sementara pasar dapat merupakan benda real di mana manusia bisa bertukar barang dan jasa langsung hand to hand .
Pasar juga ada nan dalam bentuk virtual, penjual menawarkan barang atau jasa (termasuk tenaga kerja) melalui jalan kepercayaan virtual seperti adanya e-commerce , e-market , orang cukup melihat benda dan gambarnya, lantas membelinya, dengan mempercayakan kapabilitas dan kualitas dari orang atau produsen di mana ia melakukan transaksi. Market dapat dilakukan dengan jalan barter atau dengan jalan imbalan uang dari pembeli. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa nan namanya market ialah suatu ruang di mana berlangsung proses pertukaran.
Dalam ilmu ekonomi mainstream , konsep market ialah setiap struktur nan memungkinkan pembeli dan penjual buat bertukar semua jenis barang, jasa dan juga informasi. Pertukaran barang atau jasa dengan diwakili oleh benda pengganti bernama uang ialah transaksi. Pelaku market sendiri terdiri dari semua pembeli dan penjual. Di antara mereka terjalin suatu interaksi nan akan melahirkan diparisasi tindakan nan akan mempengaruhi harga.
Hal nan lainnya ialah ketersediaan. Di mana ada barang di situ ada fans. Jika tak ada goods maka tak ada trade , jika tak ada trade maka tak ada market. Jika hanya ada market, tak ada goods , bentuknya dapat menjadi obligasi. Jika ada market dan ada goods namun tak ada trade , itulah nan dinamakan penimbunan.
Namun ada satu hal nan pasti, yakni transaksi. Market selalu menyaratkan transaksi. Model semacam inilah nan menghidupkan pasar modal. Transaksi ini boleh mengajukan segala sesuatunya tanpa kehadiran market riil, artinya tanpa kehadiran pertukaran. Inilah nan dinamakan dengan jaminan.
Rumus agunan pun berasal dari market. Orang menjual barangnya dengan kemungkinan adanya asuransi, orang lantas menghitung potensi pembeli. Potensi pembeli itu dijadikan bentuk leverage bentuk modal. Tidak hadir, namun dianalisis ada dan dapat oleh para makelar dan pakar moneter semacam nan ada di Wallstreet, kegiataan riilnya tak ada, tapi uang bergelimpangan sebab bank mempercayakan itu.
Ketika arus kapital macet, raksasa kapital bertumbangan kecuali pelakunya. Karena uang nan hilang digantikan dari kas negara. Daripada negara kolaps sebab utang piutang pihak partikelir pada perusahaan keuangan asing. Begitulah market modern. Tipu daya setan nan luar biasa gila.
Market - Antara Asosiasi, Konsumen, Importir, dan Pemerintah
Maka dari itulah, lebih baik menyimak market yang riil. Market memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan distribusi dan alokasi sumber daya dalam masyarakat. Market memungkinkan setiap item nan bisa diperdagangkan buat dievaluasi melalui kesepakatan akan harga. Dan seharusnya nan menentukan harga itu ialah transaksi langsung di mana orang mampu menaksir harga barang nan ada di hadapan wajahnya.
Namun hal semacam itu mustahil di lakukan di dunia, di mana suatu dagangan dapat diduplikasi dalam konsepan retail melalui jalan fordifikasi. Tidak ada barang nan tak dibuat berdasarkan prinsip diperbanyak atau diimitasi. Bila dulu, taksiran itu melalui ragam dan pilihan ukuran, dari berat, hingga meter, dan jumlah, kini taksiran itu lebih kepada biaya produksi.
Tidak mudah transaksi langsung pada taksiran. Yang semacam itupun mulai diatur oleh nan namanya asosiasi. Harga taksiran bergantung kepada kesepakatan asosiasi, nan merupakan kumpulan dari para bandar besar suatu barang. Mereka ialah penguasa market lokal.
Biasanya, asosiasi itu bermain dan mempermainkan harga melihat dari kebutuhan pasar. Bila pasar sangat menginginkannya, maka mereka menaikan harga dapat sesuka hati. Tapi mereka pun dibatasi oleh baku pemerintah. Pemerintah biasanya membeli harga dari asosiasi lantas menjualnya kepada rakyat melalui jalan subsidi demi keberlangsungan dan perjalanan sosial nan tak dipenuhi gejolak.
Satu hal lain nan dapat menghabisi asosiasi nan arogan dan nakal, ialah membuka keran impor, menjadikan market dipenuhi barang impor nan lebih murah dari harga nan diberikan asosiasi. Pada sudut pandang semacam ini, para pelaku market yang diposisikan pembeli hampir tak punya daya sama sekali.
Mereka kadang digambarkan sebagai konsumen, sesuatu nan tanpa daya. Hanya menunggu di depan rumah, disodori brosur dan mereka harus sepakat terhadapnya. Sehingga di masa modern ini, konsumen keteteran antara berada di posisi tidak mampu bicara di market , sebab keberadaan asosiasi, keberadaan pengimpor, dan keberadaan pemerintah berada dalam mode perang.
Memang ada UU Konservasi Konsumen dan itu hadir justru sebagai baku bagaimana produk dipasarkan, bukan bagaimana produk direm. Konsumen tak dapat menolak kehadiran produk, sebagaimana mereka tak dapat mencerminkan diri mereka sebagai produsen itu sendrii. Karena dalam sudut pandang lain, para teoritisi ekonomi, konsumen ialah produsen dari uang. Semakin banyak konsumen, semakin banyak uang beredar, maka pikiran seorang penjual ialah menganggap semua hal pasar. Ini sudut pandang ekonomi nan tak sehat.
Jumlah manusia ialah pasar. Padahal jumlah manusia jangan dipandang market bila secara ektensif mereka sedang tak membutuhkannya. China dipandang market , Indonesia dipandang market . Barang nan tak dibutuhkan membanjiri melalui jalan pembutuhan. Tidak heran dinamisme ini begitu serampangan dan merupakan bom waktu sosial kelak.
Para pakar cultural studies nan mengadopsi prinsip Marx, begitu kritis memandang market . Market adalah spasialisasi di mana manusia kehilangan nalarnya, market ialah kegiatan nan menyerupai ritual di mana manusia kehilangan sensibilitasnya, dan begitu seterusnya. Namun terlepas dari segala macam kritik nan ada, market mengantarkan manusia perlahan-lahan melalui kiamat sosial mereka sendiri. Sarang kejahatan, sebagaimana nan telah diprediksi dalam ajaran-ajaran para nabi dan pemikir nan bijak.