Demak - Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Demak

Demak - Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Demak

Demak mempunyai letak geografis di pesisir pantai utara dengan lingkungan alamnya nan subur. Pada awal mula sebelum menjadi sebuah kerajaan, wilayah Demak merupakan sebuah kampung nan disebut Gelagahwangi. Kampung Gelagahwangi ini syahdan dijadikan pemukiman muslim di bawah pimpinan Raden Patah nan kehadirannya di loka tersebut atas petunjuk dari seorang wali bernama Sunan Rahmat atau Sunan Ampel.

Raden Patah nan kelak merupakan Raja Demak ialah seorang putra dari Raja Brawijaya dan ibunya ialah Putri Campa dari Cina. Pada saat ibunya mengandung Raden Patah, oleh Brawijaya, ibunya Raden Patah dititipkan kepada Gubernur Palembang. Di loka itulah Raden Patah lahir.

Kampung Gelagahwangi kemudian tumbuh dan berkembang sebagai pusat kerajaan Islam pertama nan ada di pulau Jawa nan kemudian berubah nama menjadi Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak. Berdasarkan sejarah nan ada, Kerajaan Demak merupakan kota besar dengan jumlah kurang lebih dari delapan ribu sampai empat belas ribu orang. Raden Patah nan merupakan Raja Demak pertama juga mempunyai nama lain yaitu Panembahan Timbun.

Raja Demak nan kedua dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor. Meskipun pemerintahannya hanya sebentar, tetapi raja nan mempunya nama lain Adipati Unus ini sempat mengadakan agresi ke Malaka tahun 1513. Adipati Unus memulai keberangkatannya dengan armada dari Jepara nan langsung menuju ke Malaka dan mampu memperoleh kemenangan dari agresi tersebut.

Daerah Jepara ini juga berfungsi sebagai pelabuhan primer dari Kerajaan Demak. Catatan sejarah dari Tiongkok menyebutkan Portugis dan Italia menjelaskan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor nan pada saat itu merupakan penguasa dari Kesultanan Demak antara tahun 1518 dan 1521M.

Sedangkan Raja ketiga dari Kerajaan Demak ialah Pangeran atau Sultan Trenggono Ia meluaskan kekuasaannya ke Jawa bagian barat. Dalam masa pemerintahan Raja Trenggono ini sempat memukul mundur pasukan Portugis nan telah menduduki daerah Kalapa. Pada saat itu Raja Trenggono dibantu oleh pasukan Sunan Gunung Jati dan sukses merebut daerah Kalapa (sekarang Jakarta).

Pada Jawa bagian timur, Raja Trenggono juga meluaskan wilayah politiknya terutama menundukkan daerah-daerah nan masih beragama Hindu, yaitu Kediri, Tuban, Wirosari, Madiun, Surabaya, Pasuruan, Lendangkungan, Panurakan, Lamongan, Blitar, Wirasaba, Gunung Penanggungan, Mamenag Tanu, Sengguruh, dan Blambangan.

Akan tetapi, Raja Trenggono gugur sehingga Kerajaan Blambangan belum menjadi Islam. Raja-raja Demak terkenal sebagai pelindung dan pemuka agama, sehingga antara raja-raja dengan kaum ulama erat bergandengan, terutama dengan para Sunan Wali Songo. Pendirian Masjid Agung Demak oleh para wali dengan arsiteknya Sunan Kalijaga merupakan pusat dakwah para wali.



Demak - Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Demak memegang puncak pimpinan di Jawa setelah runtuhnya Majapahit, ibukota kerajaan Demak di Bintoro. Demak ialah salat satu kerjaan nan bercorak Islam nan berkembang di pantai utara Pulau Jawa pada abad lima belas. Legimitasi kekuasaan Kerajaan Demak diperkuat berkat dukungan para wali songo. Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat dengan dua target utama, yaitu:

  1. Tujuan Politis, buat mematahkan interaksi Portugis dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
  2. Tujuan Ekonomi, buat menguasai pusat perdagangan di Banten, Sunda Kelapa (Jayakarta, sekarang Jakarta), dan Cirebon.

Kerajaan Demak akhirnya bisa menguasai Banten pada tahun 1525. Kemudian menyusul Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan Cirebon pada tahun 1528. Seluruh pantai utara Jawa mulai Banten sampai Gresik tunduk pada pemerintahan Kerajaan Demak.

Setelah Raja atau Sultan Trenggono mati pada 1546, Kerajaan Demak dilanda kegoncangan politik nan mendorong timbulnya pembunuhan politik dikalangan keluarga kerajaan. Sunan Prawata merasa dirinya sebagai pakar waris nan absah atas tahta Kerajaan Demak, ia akhirnya dibunuh oleh putra pamannya.

Setelah itu, Adipati Kalinyamat merasa berhak atas kerajaan Demak, tetapi ia juga mengalami nasib serupa, wafat dibunuh oleh Arya Jipang (Aryo Penangsang). Arya Jipang kemudian dimusnahkan oleh Adiwijaya (Joko Tingkir) dari daerah Pajang nan bersekutu dengan Ratu Kalinyamat (istri dari Adipati Kalinyamat). Setelah kekuasaan ada di tangan Adiwijaya, ia mengangkat dirinya menjadi Sultan dan ibukota Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang nan terletak di daerah pedalaman lembang sungai Solo.



Demak - Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Letak Kerajaan Demak nan strategis di dekat muara sungai sangat membantu daerah Demak menjadi kerajaan maritim, sehingga Demak menjadi penghubung atau loka transit antara daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur dengan Malaka sebagai pasar di daerah barat. Keinginan kerajaan Demak ingin menguasai daerah Malaka pun timbul. Kerajaan Demak kemudian mengerahkan armadanya buat menyerang Portugis nan berkedudukan di Malaka pada 1513 dibawah pimpinan Adipati Unus.

Perekonomian kerajaan Demak berkembang pesat dalam global maritim sebab didukung penghasilan di bidang agraris nan cukup besar. Pertanian di Kerajaan Demak tumbuh dengan baik sebab Demak mempunyai daerah pertanian nan cukup luas dan dilewati oleh sungai sehingga menjadi sumber primer irigasi buat pertanian-pertaniannya.

Kerajaan Demak menguasai berbagai pelabuhan krusial di pantai utara jawa, seperti Jepara merupakan pelabuhan primer Kerajaan Demak. Di pelabuhan Jepara tersedia berbagai komoditi krusial seperti beras, madu, berbagai jenis kacang, gula merah, dan lilin. Semarang dan Tegal merupakan pusat lumbung beras dari pedalaman Jawa Tengah buat kerajaan Demak.

Lasem, Tuban, dan Jepara merupakan pusat pembuatan galangan kapal buat Kerajaan Demak. Ketiga loka pembuatan galangan kapal ini didukung sumber bahan standar hutan jati di daerah Rembang dan Bojonegoro. Kerajaan Demak memiliki armada kapal nan cukup besar, sehingga bisa melakukan pelayaran dan perdagangan ke daerah Malaka dan perairan Maluku. Dengan industri galangan kapalnya kerajaan Demak melancarkan ekspedisi lintas bahari buat pedagangan, memperluas wilayah kekuasaan dan buat tujuan perang.



Demak - Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Demak

Ketika Kerajaan Demak berkuasa di Jawa, ajaran Islam berkembang sangat pesat berkat dukungan dari para wali songo. Berkat Sunan Kalijaga, Kerajaan Demak sukses menjadi kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa nan memiliki pengaruh cukup luas. Sistem pemerintahan di Kerajaan Demak bersifat teokrasi, kehidupan masyarakat diatur ketentuan dan hukum nan berlaku dalam ajaran agama Islam.

Kehidupan budaya masyarakat bercorak Islam ini terlihat pada banyaknya wahana ibadah berupa masjid, pesantren, makam, batu nisan, dan lainnya nan bernafaskan Islam. Salah satu peninggalan kerajaan Demak nan terkenal ialah Masjid Agung Demak, masjid ini memiliki karakteristik khas yaitu tiang utamanya terbuat dari tatal (potongan kayu), beratap tumpang dan di belakang masjid terdapat makam raja-raja Demak. Hingga sekarang kota, Demak tetap dikenal sebagai pusat penyebaran dan pendidikan agama Islam di Puau Jawa.



Demak - Makam Sunan Kalijaga Di Demak

Sebagai orang nan sangat berjaga selama masa pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga mendapatkan loka istimewa baik di dalam para petinggi Kerajaan Demak maupun di dalam hati masyarakat secara luas. Hingga saat ini, Sunan Kalijaga nan merupakan salah satu Sunan dari Sembilan wali-wali Allah tetap mendapatkan loka di hati masyarakat terutama umat Islam nan ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya para peziarah nan datang ke makam Sunan Kalijaga nan ada di Demak ini.

Lokasi makam nan tidak pernah sepi bahkan hingga larut malam pun tetap ada banyak orang nan datang ke makam ini membuktikan kepada kita bahwa Sunan Kalijaga akan selalu mendapatkan loka di hati umat Islam. Hal itu sebab ada banyak ajarannya nan membawa kebaikan baik buat zaman dahulu maupun bagi umat nan hayati di zaman sekarang. Karena ini pula, Demak tak akan dapat terlepas dari hubungannya dengan Sunan Kalijaga. Tidak akan lengkap rasanya jika berkunjung ke Masjid Agung Demak tetapi tak menyempatkan diri buat mampir ke makam Sunan Kalijaga.