Menanamkan Kebiasaan Membaca di Masyarakat

Menanamkan Kebiasaan Membaca di Masyarakat

Membaca ialah fondasi dasar di mana kemampuan akademik seseorang dibangun, dan nan telah diverifikasi oleh berbagai studi. Sebagian besar mata pelajaran nan diajarkan kepada kita didasarkan pada konsep nan sederhana - Baca, Mensintesis, Menganalisis dan Proses informasi.

Meskipun tak ada keraguan tentang fakta bahwa membaca ialah kegiatan nan tidak ternilai harganya, telah diamati bahwa pentingnya telah memburuk dengan cepat akhir-akhir ini. Salah satu penyebab paling menonjol buat ini ialah ledakan teknologi, sebab nan membuat kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di depan layar televisi atau komputer.

Dengan alasan itulah 1001 buku ialah sebuah organisasi atau jaringan nan berperan buat mengumpulkan dan mendistribusikan buku-buku, tentang anak-anak khususnya, kepada taman-taman bacaan atau perpustakaan mini.

Jaringan ini bergerak atas dasar rasa keprihatinan terhadap klaim menyatakan bahwa minat baca khalayak Indonsia begitu rendah. Menurut komunitas ini, klaim tersebut sangat mungkin salah.

Kurangnya minat baca publik Indonesia bukan hanya disebabkan oleh kurangnya minat baca saja. Dapat jadi dikarenakan kesulitan mengakses buku-buku nan ada atau dapat jadi sulitnya mereka buat membeli buku-buku nan ada dikarenakan mahalnya harga buku.

Karena itu, 1001 buku berdiri buat membantu kemudahan publik dalam menikmati bacaan-bacaan nan ada. Kemudahan tersebut dibarengi dengan murahnya harga buku, selain kemudahan juga buat meminjamnya melalui taman-taman bacaan nan ada.



Mengapa Kebiasaan Membaca Penting

Bahkan sistem pendidikan kita mengakui fakta bahwa membaca ialah krusial buat pengembangan individu, dan karenanya 'itu' dianggap sebagai prioritas primer dalam pendidikan dasar. Salah satu kebutuhan untuk, bagaimanapun, memahami bacaan itu tak berarti membuat itu melalui buku pelajaran sekolah buat menghapus tes mendekat. Juga tak terbatas pada tujuan pendidikan saja.

Siapapun bisa membaca hampir semua hal, termasuk ensiklopedi, novel, harian, majalah, dan sebagainya. Apa nan di baca ialah tak krusial selama dia suka melakukannya. Apakah orang suka fiksi atau non-fiksi tak penting, apakah dia suka membaca atau tidak!

Sayangnya, orang dewasa tampaknya telah benar-benar kehilangan minat dalam kegiatan ini. Anak-anak sibuk dengan permainan komputer dan televisi, dan orang dewasa nan terpaku pada layar komputer mereka mengumpulkan kekayaan pengetahuan melalui mesin pencari internet.

Membaca memang memiliki penggemar setia berikut, tetapi ini basis penggemar menghilang dengan cepat. Sepertinya orang telah melupakan pentingnya membaca, jika itu terjadi, itu panggilan buat revisi nan sama.

Hal terpenting - dan diragukan lagi nan paling krusial - ialah pembacaan nan meningkatkan kosakata , perintah pada bahasa dan, keterampilan komunikasi, seperti nan secara teratur menemukan kata-kata baru, frasa, idiom dan gaya penulisan. Membaca buku tentang berbagai subyek membantu menambah pengetahuan, yang, pada gilirannya, membantu dengan atribut nan berbeda dari kehidupan.

Bacaan biasa juga diyakini buat meningkatkan kreativitas sebab membantu berpikir di luar kotak - melihat sesuatu dari perspektif nan berbeda. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak, nan membaca sering memiliki kemampuan konsentrasi nan lebih baik daripada mereka, nan tidak.

Kemampuan membaca nan baik secara langsung berkaitan dengan kemampuan menulis nan baik. Seorang individu nan tak membaca akan selalu mengalami kelangkaan kata ketika datang ke menulis.



Antara Fiksi dan Non Fiksi Tidak Penting

Membaca non-fiksi tak ada keraguan sangatlah krusial sebab membantu mendapatkan pengetahuan nan masih belum dikenal, tapi fiksi membaca tak kalah penting, sebab membantu memahami sesuatu nan belum ada dalam imajinasi. Hal ini secara luas diyakini bahwa fiksi ialah suatu keharusan bagi orang-orang di berbagai lapisan masyarakat - termasuk bisnis dan perbankan - sebab memberikan mereka sekilas perspektif nan berbeda.

Dalam masyarakat penulis ', ada sekolah pemikiran, nan percaya bahwa penulis fiksi tak harus membaca banyak sebab cenderung buat mempengaruhi pekerjaan mereka sendiri. Apakah nan benar-benar memegang tanah, merupakan subyek perdebatan.

Perbedaan terbesar antara mereka nan membaca buku dan menonton film ialah bahwa mantan memberi ruang lingkup buat melepaskan kreativitas sendiri. Dalam film, konsep dipahami oleh duo penulis-sutradara dan disajikan sebelum dalam bentuk tertentu.

Dalam kasus buku, di sisi lain, penulis tak memahami konsep, tetapi diberi kebebasan nan cukup buat melepaskan kekuatan khayalan . Membaca buku itu sendiri merupakan latihan buat mempertajam keterampilan kreatif berpikir dan memperluas wawasan sebagai penulis.

Bahkan, ada banyak orang di luar sana, nan dengan tegas menolak premis visual dan menolak menonton film, berdasarkan kecintaan pada buku, sebab mereka percaya bahwa menonton film itu merusak "pengalaman".



Menanamkan Kebiasaan Membaca di Masyarakat

Dengan begitu banyak gangguan di sekitar, tak mengherankan bahwa orang-orang merasa semakin sulit buat menanamkan Norma membaca pada anak-anak mereka - dan itu juga ketika mereka sendiri tahu betapa pentingnya itu.

Jika dia teggalam sendiri ke dalam global membaca, itu tak akan menjadi masalah sebab anak lebih atau kurang mungkin buat mengambil minat nan sama sendiri. Jika tidak, akan lebih bijaksana buat memulai dengan dasar-dasar, seperti memberi mereka buku anak-anak dengan gambar atau membacakan bagi mereka. Dan itulah nan dilakukan oleh 1001 buku.



Sejarah Berdiri 1001 Buku

1001 buku didirikan pada bulan Mei 2002 nan prakarsai oleh Upik Djalins, Ida Sitompul, dan Santi Soekanto. Proses berdirinya diawali dari sebuah milis di Yahoo Groups. Namun, perkembangannya cukup pesat. Pada Desember 2002 saja, organisasi ini telah memiliki 224 relawan dan mendistribusikan buku 12.000 buku ke 34 taman bacaan nan telah terdaftar pada mereka.

Pertumbuhannya pun kiat cepat. Belum genap separuh tahun 2003, jaringan ini telah memiliki relawan 4 kali lipat, yaitu 834 relawan. Sehingga buku nan mereka distribusikan pun jumlahnya meningkat menjadi 30.000 kepada 104 perpustakaan nan awalnya berupa taman-taman bacaan.



Sponsor 1001 Buku

Organisasi 1001 buku ini menjadi kian populer ketika media ikut membantu mempublikasikannya. Hingga akhirnya, 1001 buku mendapat sambutan dari berbagai perusahaan dan para penyumbang, seperti Coca Cola, Bank Dunia, Aliansi Jurnalis Indonesia, Lembaga Lingkar Pena (FLP) dan sebagainya.

Kehadiran sponsor-sponsor tersebut membuat 1001 buku kian hayati dan terus memberikan layanan terbaik kepada publik, khususnya anak-anak. Yaitu, dengan memilah-milah mana buku nan layak buat dikonsumsi oleh anak-anak, seperti komik, buku-buku cerita rakyat, buku-buku pengetahuan nan menunjang materi pelajaran di sekolah, majalah dan ensklopedia.

ikata ditemukan buku nan bermuatan kekerasan, pornografi dan bacaan-bacaan dewasa, maka organisasi 1001 buku menawarkannya kepada relawan atau sponsor nan ingin membeli atau membarternya dengan buku-buku nan layak buat dikonsumsi oleh anak-anak. Atau, mereka menempatkan buku-buku nan dikonsumsi oleh orang dewasa tersebut kepada perpustakaan umum.



Tugas Primer 1001 Buku

Intinya, organisasi 1001 buku hanya bergerak dalam empat jenis aktivitas:

1. Jemput bola, yaitu mendatangi atau menjemput sumbangan nan akan diberikan oleh para donatur atau penyumbang.

2. Sapu jagad, yaitu mengumpulkan buku di daerah-daerah pemukiman

3. Book a-thon, yaitu mengumpulkan buku-buku nan ada di tempat-tempat generik seperti plaza atau pusat perbelanjaan

4. Book drop-box, yaitu menempatkan kotak-kotak di lokasi-lokasi nan dinilai sangat strategis buat mempermudah pendistrubusian buku, seperti mini market atau swalayan.