Kerja Keras Pemerintah
Anak-anak generasi digital benar-benar harus disiapkan sebagai generasi nan sadar dan tahu tentang teknologi. Mereka belajar jaringan wireless dengan segala macam istilah dan fungsinya. Di sekolah berbasis LTI (Life Skills Teknologi dan Informasi), seperti nan diterapkan di SMA IGM Palembang, ialah sesuatu nan sudah tepat.
Anak-anak mengenal global nan ada di sekitar mereka. Mereka harus tahu apa saja nan menyangkut penunjang kehidupan mereka ke depan.
Apa nan Dipelajari di SMA IGM?
Sekolah nan merupakan milik Marzuki Ali, ketua DPR RI ini memang bukan sekolah nan berbiaya murah. Hal ini sejalan dengan program nan diterapkan di sekolah tersebut. Anak-anak di sekolah ini mendapatkan informasi nan cukup lengkap tentang dasar-dasar jaringan, topologi network , konsep ip, konsep paket data, dan wireless . Mereka bahkan membongkar komputer dan merakitnya lagi.
Mereka belajar bagaimana mendapatkan frekuwensi internet, istilah-istilah dalam global internet, dan perkembangan komputer secara lebih mendetail. Mereka harus mampu merangkai kembali jaringan di motherboard hingga komputer itu dapat berjalan dengan baik. Ada juga pelajaran bagaimana meningkatkan performa sebuah komputer.
Anak-anak itu sangat tahu mana komputer nan baik dan mana komputer kelas jangkrik. Tidak akan mudah buat mengelabui anak-anak muda nan sudah tahu tentang teknologi ini. Kemampuan dan pengetahuan ini tentu saja meningkatkan rasa percaya diri anak-anak SMA IGM. Sekolah nan berada di tepi jalan raya kilometer 10 ini cukup megah dengan fasilitas nan cukup lengkap.
Berbagai fasilitas nan mengarah ke hal-hal nan berhubungan dengan Life Skills diajarkan dengan model nan cukup ketat. Artinya ialah bahwa anak-anak benar-benar dibimbing buat hayati sinkron dengan zaman mereka. Sayang memang sekolah seperti ini hanya dapat dimasuki oleh kalangan nan mempunyai dana nan kuat. Memang dapat dipahami bahwa buat mendapatkan fasilitas nan bagus, uang ialah kapital primer buat mewujudkannya.
Di sekolah ini, peserta didik itu harus memahami bahwa topologi network itu merupakan satu hal nan menyangkut bagaimana sebuah network diatur dari satu komputer ke komputer lainnya. Dari pelajaran ini, mereka akan memahami bagaimana merangkai satu jaringan.
Dasar-dasar jaringan nan dipelajari membahas soal bagaimana jaringan bekerja. Menghubungkan dua objek dan saling bertukar data. Pengertian ini harus dipahami oleh anak-anak sambil melihat data konkret di lapangan. Sekolah dengan aturan nan tak memadai, akan sangat sulit memberikan pengetahuan dan pengalaman seperti ini.
Hal-hal nan menyangkut tentang wireless pun dipelajari. Wireless nan merupakan salah satu implementasi dari jaringan tak pakai kabel, harus dapat dideteksi. Anak-anak harus tahu bahwa wireless ini menggunakan gelombang buat membawa data. Prinsipnya seperti frekuwensi televisi atau ponsel. Suatu gelombang nan tak dapat dilihat tetapi ada.
Sumber gelombang inilah nan dikaitkan dengan keberadaan Tuhan. Sekolah nan menanamkan pengetahuan tentang ketauhidan nan cukup bagus ini sangat memerhatikan hal-hal nan mungkin akan membuat anak-anak berpaling dari akidah mereka. Mereka paham bahwa ada banyak hal nan tak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan keberadaannya.
Rasa sakit, misalnya. Rasa ini tak dapat dilihat. Tidak ada nan tahu bagaimana wujud rasa sakit. tetapi semua orang tahu ketika rasa sakit itu datang. Mereka mungkin hanya dapat mengetahui penyebab rasa sakit tetapi tak dapat meraba rasa sakit itu sendiri. Hal-hal sepele ini menjadi satu bahasan nan luar biasa sehingga anak-anak berpikir secara menyeluruh dan tak asal menerima informasi nan tak dapat dinalar secara logika.
Pasti ada teknik menerangkan nan dapat membuat anak-anak memahami bahwa satu kehidupan manusia itu ialah satu kurun pembelajaran nan luar biasa. Inilah nan dimaksud dengan sekolah berbasis LTI. Bahwa, teknologi informasi itu tak dipisahkan dari keyakinan dalam memahami keberadaan manusia. Penciptaan manusia sendiri dimaksudkan buat beribadah kepada-Nya.
Seharusnya semua sekolah itu seperti ini. Hanya keterbatasan dana dan tak adanya tenaga profesional nan terdidik dalam hal menerangkan konsep spiritualisme dengan konsep kemajuan teknologi. Masih panjang bangsa ini harus membangun anak-anak generasi penerusnya. Anak-anak nan merupakan ‘Native Digital’ ini seharusnya memang paham tentang global nan ada di sekeliling mereka.
Membangun Jaringan Wireless
Tidak mudah sebuah negara membangun jaringan wireless . Banyak sekali pertimbangan nan harus diambil sebelum memberikan kebebasan kepada warga negara dalam menikmati jaringan wireless ini. Bangsa Indonesia bukanlah suatu bangsa nan telah sangat bertanggung jawab dengan hidupnya. Kebebasan nan terlalu, hanya akan menghancurkan bangsa ini.
Korea Selatan memberikan frekuwensi wireless nan cukup besar kepada warganya sehingga kecepatan jaringan internet di negara ginseng itu menjadi salah satu nan tercepat. Bagaimana dengan Indonesia. Perangkat mungkin akan mudah disediakan. Namun, ketika perangkat itu disalahgunakan, bangsa ini belum siap.
Indonesia belum mempunyai undang-undang atau peraturan nan tegas tentang kejahatan global maya. Begitu juga dengan polisi global maya. Sumber daya manusia ialah satu hambatan nan masih belum dapat terpecahkan. Banyak orang cerdas nan lebih memilih jenis pekerjaan lain daripada menjadi seorang polisi dengan gaji nan tak seberapa.
Sebenarnya bangsa ini mempunyai anak-anak cerdas dalam bidang komputer . Buktinya ialah banyaknya hacker dari Indonesia nan sukses menembus kartu kredit atau jaringan komputer lainnya. Para hacker Indonesia ini bergabung dalam jaringan hacker global nan berikrar ‘No Bondaries, No Nations, No Countries’. Mereka ialah warga global nan bebas.
Kebebasan itulah nan membuat para hacker ini berusaha meretas beberapa situs. Maksud mereka ialah sebagai cara memberitahukan kepada pemilik situs bahwa jaringannya tak aman. Kalau bangsa ini tak mampu menghalau gangguan nan kurang menyenangkan itu, bagaimana kalau jaringan internet ini mempunyai frekuwensi nan sangat kuat. Kejahatan global maya akan semakin merajarela.
Kerja Keras Pemerintah
Kerja keras pemerintah dalam melayani masyarakat patut dihargai. Bagaimana ribuan atau mungkin ratusan ribu atau bahkan jutaan konten situs nan tak baik telah diblokir. Bagaimana pihak pemerintah dapat melakukannya kalau teknologi nan digunakan tak baik dan kalau orang-orang nan berada di belakangnya tak dapat menggunakan teknologi tersebut.
Selama ini memang pemerintah telah melakukan hal-hal nan diperlukan itu dengan cukup baik. Namun,bmemang anak-anak Indonesia seharusnya mendapatkan pengasuhan nan bagus terkait dengan global maya ini.
Yang terjadi ialah masih banyak anak-anak nan terjebak dalam kejahatan nan berasal dari global maya. Penculikan dan pemerkosaan sangat mengerikan. Korbannya nan kebanyakan anak-anak usia belasan atau mungkin usia balita itu menjadi korban keganasan orang-orang nan tak berhati nurani tetapi mempunyai kemampuan masuk ke jaringan digital.
Kalau saja seluruh Indonesia, sekolah-sekolah telah menerapkan LTI dengan sangat baik, mungkin kejadian ini dapat dihalangi. Mereka akan belajar tentang teknologi sekaligus tentang bagaimana menghadapi gempuran teknologi dengan hati dan nurani nan terasah dengan baik.
Demikian di atas telah diterangkan bagaimana SMA IGM ialah satu sekolah nan berbasis LTI ( Life Skills Teknologi dan Informasi) di Palembang. Di sekolah tersebut, anak-anak muda banyak belajar tentang ilmu teknologi dan informasi, termasuk pula mereka belajar jaringan wireless. Diharapkan ke depannya, akan makin banyak sekolah nan berbasis LTI seperti SMA IGM di Indonesia.