Hakekat “Duit” atau Maal

Hakekat “Duit” atau Maal

Siapa nan tak mengenal uang (duit). Dari mulai anak kecil sampai orang dewasa semua mengenalnya. Selain sebagai alat buat pembayaran, “duit” sekarang sudah menjadi parameter kesuksesan seseorang.

Kita tentunya semua sudah pernah mendengar anekdot "ada uang abang disayang, tidak ada “duit” abang ku tendang". Lepas dari anekdot tersebut, dalam realitasnya “duit” memang menjadi perangkat krusial dalam sejarah peradaban manusia.

“Duit” nan pada hakekatnya ialah sebuah alat tukar telah mengalami pergeseran nilai, menjadi tujuan bagi sebagian kalangan. “Duit” bahkan menjadi segala-galanya.

Adanya kerangka berpikir di atas, Anda tak perlu setuju atau tak setuju. Yang jauh lebih krusial ialah bagaimana agar kehidupan Anda menjadi latif dengan menggunakan “duit” sebagai alat bantu. Dan agar “duit” Anda tak “menyetir” kehidupan Anda, tentu saja Anda perlu pemahaman mengenai makna “duit”.

Bagaimana Anda mengelolanya dan lebih jauh lagi, bagaimana Anda memberdayakan “duit” buat memudahkan Anda dalam mencapai tujuan hidup. Dengan tujuan hidup, sejatinya Anda bisa lebih mudah mencapainya jika Anda memiliki pandangan nan jelas mengenai “duit”.

Jika ada orang bertanya kepada Anda, apakah Anda merasa puas dengan kondisi keuangan Anda, apa nan akan menjadi jawaban Anda? Lebih jauh lagi, jika pertanyaannya adalah, apakah Anda sudah merasa kaya, bagaimana jawaban Anda? Sebagian besar dari Anda boleh jadi akan menjawab tidak. Ya, apakah itu sebab adat ketimuran, sehingga takut dianggap sombong.

Atau memang pada kenyataannya aset Anda memang tak terlalu banyak. Singkatnya, sangat sporadis di antara Anda nan berani mengatakan bahwa aku ialah orang kaya.

Sebenarnya apakah seseorang merasa kaya atau tidak, bukan diukur dari seberapa besar aset nan dimiliki, akan tetapi lebih bergantung pada apakah aset-aset nan dimiliki itu memberi kegunaan atau tidak.

Jadi sepanjang aset nan Anda miliki memberi manfaat. Kendati nilainya tak terlalu besar, maka Anda tergolong kalangan kaya atau memiliki kondisi keuangan nan sehat. Sebaliknya, meskipun Anda memiliki aset nan sangat besar, namun jika aset tersebut tak memberi kegunaan bagi Anda maka Anda sebenarnya bukan golongan kaya.

Sebab kaya dalam istilahnya bukan dilihat dari jumlah aset melainkan dari kegunaan aset tersebut. Jika Anda sepakat dengan kerangka berpikir tersebut, mari kita lihat apakah Anda tergolong kaya atau tidak. Jika ternyata Anda belum kaya, apa langkah-langkah nan harus dilakukan.

  1. Pertama, Anda ubah kerangka berpikir tentang aset. Aset bukanlah tujuan. Anda hayati bukan buat tergantung pada aset. Aset hanyalah alat bantu buat membuat hayati Anda lebih nyaman. Oleh sebab itu, Anda harus mengontrol aset. Anda harus bisa mengelola penghasilan dan mengontrol pengeluaran.

Sederhananya, jangan sampai tagihan-tagihan mengontrol hayati Anda dan membuat Anda pusing, melainkan Anda nan harus mengontrol tagihan-tagihan tersebut. Kerangka berpikir seperti itu nan harus Anda tanamkan di benak Anda.

  1. Kedua, buat bisa mengimplementasikan kerangka berpikir tersebut diatas, selayaknya Anda memahami anggaran fundamental dalam pengelolaan keuangan, yakni penghasilan harus lebih besar daripada pengeluaran.

Betapapun kecil penghasilan Anda, formula tersebut tak bisa diganggu gugat. Yang bisa Anda lakukan yaitu berupaya mengurangi pengeluaran dan atau meningkatkan penghasilan. Bagaimana caranya? Yang paling fundamental yaitu kemauan dan disiplin. Anda harus mampu mengendalikan diri Anda sendiri.

Menempatkan logika di atas perasaan. Termasuk perasaan gengsi, malu dan sebagainya. Jika Anda mampu melakukannya besar kemungkinan Anda bisa mencapai tujuan keuangan Anda, apakah itu menaikkan penghasilan ataupun mengurangi pengeluaran.

  1. Ketiga, Anda harus memilih apakah "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian" atau "bersenang-senang saat ini, tak niscaya kemudian". Pilihan pertama jelas Anda sudah tahu. Artinya jika keuangan Anda saat ini memang belum cukup baik, maka Anda harus berkorban buat tak melakukan konsumsi nan berlebih.

Sebagian “duit” Anda mesti ditabung dan atau diinvestasikan sehingga dikemudian hari, aset Anda akan lebih besar dan pada saat itulah Anda menikmatinya. Pilihan kedua juga sebenarnya sederhana, tetapi memiliki resiko di kemudian hari.

Contohnya, buat memenuhi keinginan Anda, Anda dapat mengeluarkan dana hutang, apakah itu melalui kartu kredit atau mengambil kredit kendaraan, kredit rumah dan sebagainya. Tetapi jika Anda tak disiplin dan tak merencanakan dengan baik langkah-langkah apa nan akan Anda tempuh dalam mengelola keuangan Anda, maka dikemudian hari aset tersebut bisa hilang lagi.

Terserah mana nan Anda pilih, tentunya semua bergantung kepada ciri personal Anda.

  1. Keempat, mau menyadari bahwa sepintar-pintarnya mengelola “duit”. Sebenarnya masih ada nan lebih pintar daripada kita. Itu satu hal. Hal lainnya, manusia cenderung tak bisa bersikap objektif terhadap dirinya sendiri.

Oleh sebab itu membutuhkan pihak lain buat menilai secara lebih fair. Hal ini bertujuan agar pengelolaan keuangan Anda bisa lebih terukur, tak ada salahnya meminta pihak lain buat membantu Anda. Pihak lain nan lebih independen dan tak memiliki perikatan perasaan dengan Anda.

Contohnya, jika Anda sakit, toh Anda pergi ke dokter dan meminum obat nan disarankan. Begitu juga dalam pengelolaan keuangan. Jika Anda mau sembuh dan memiliki kondisi keuangan nan sehat, Anda bisa meminta donasi konsultan keuangan dengan catatan Anda harus mau mengikuti nasihatnya.

Sepanjang, penasihat keuangan tersebut memang telah teruji dapat dipercaya dan kompetensinya.



Hakekat “Duit” atau Maal

Kata “duit” atau maal dalam Al-Quran disebut sebanyak 25 kali dalam bentuk tunggal,s erta 61 kali dalam bentuk jamak, menurut Mu’jam al-Mufahras karya Fuad Abdul Baqi.

Dalam buku “ad-Din wa Ats-Tsaurah” karya Hasan Hanafi ada sebuah kutipan dari Quraish Shihab. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kata-kata nan terdapat dalam Al-Quran tersebut memiliki dua bentuk. Bentuk pertama ialah ridak dinisbahkan kepada “pemilik” atau berdiri sendiri.

Suatu hak nan logis jika harta bukan sebagai obyek kegiatan manusia, namun berpotensi buat demikian. Di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 23 kali. Nah, bentuk nan kedua ialah dinisbahkan, misalnya saja harta milik anak yatim. Harta tersbut menjadi obyek kegiatan. Di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 54 kali.

Terjadinya penciptaan “duit” buat diedarkan ialah menjadi penyeimbang buat mal agar adil serta menjadi mediator bagi benda lainnya. walaupun “duit” itu memiliki nilai, nan diperlukan bukan bendanya.

Sebenarnya “duit” memiliki nilai nan sama dengan semua benda nan ada. Seorang Imam al-Ghazali pun mengibaratkan “duit” sebagai cermin dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin. Cermin itu tak memiliki rona namun dapat merefleksikan apa nan ada di depannya. Begitu juga dengan “duit” nan dapat merefleksikan harga suatu benda. Oleh sebab “duit” bukan komoditi maka tak dapat diperjual-belikan.

Dalam pandangan Al-Quran, “duit” atau maal ialah kapital dan salah satu faktor produksi. Akan tetapi bukan nan paling penting. Paling krusial selain “duit” tentunya ialah manusia. Jadi, manusia tempatnya ada di atas modal, kemudian di bawahnya lagi sumber daya alam.

Pandangan dalam Al-Quran tersebut berbeda dengan pandangan para pelaku ekonomi di jaman modern. Mereka sering menganggap “duit” ialah segalanya, sehingga sumber daya alam banyak nan ditelantarkan. Misalnya saja membangun mall buat mendapatkan keuntungan, sementara tanah (sebagai sumber daya alam) nan ada buat meresap air hujan tak dapat menjalankan fungsinya.

Modal itu sesuatu nan tak boleh diabaikan, sebagai manusia kita harus menggunakannya dengan baik agar tak habis digunakan. Dengan demikian, para wali nan ditugaskan buat menjaga harta orang lain nan belum mampu mengurusnya, harus mengembangkannya.

Oleh sebab itu, kapital harus dihasilkan dari usaha manusia. Itulah mengapa tak boleh adanya kembang “duit” dalam bentuk riba dan judi. Hikmah dari pelarangan tersebut ialah mendorong aktivitas ekonomi, serta perputaran dana.

Gunakanlah harta (“duit”) Anda dengan bijaksana, jangan boros dan menghambur-hamburkannya. Jika dapat sedekahkan.