Butuh alat Kelengkapan Hukum
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu faktor primer nan cukup menentukan keberlangsungan sebuah usaha. Tanpa adanya agunan keselamatan kerja, akan sulit bagi perusahaan buat menjalankan usaha dengan tenang dan produktif. Apalagi sejarah teori keselamatan kerja diwarnai tingginya taraf kematian kerja di tengah pesatnya pertumbuhan perusahaan pasca revolusi industri di Eropa.
Keselamatan kerja umumnya mengacu pada proses melindungi kesehatan karyawan dan kesejahteraan sementara mereka berada di pekerjaan. Banyak negara telah lulus hukum nan membutuhkan usaha buat memenuhi st r eksklusif keselamatan dasar di loka kerja.
Sementara persyaratan nan tepat bervariasi menurut negara dan pekerjaan, tujuan primer dari sebagian besar ialah buat mencegah cedera dan kematian pekerja. Hal ini biasanya dicapai dengan pendekatan multi-cabang nan melibatkan pelatihan, aplikasi langkah-langkah keamanan dan inspeksi secara rutin.
Di Amerika Serikat, Keselamatan dan Undang-Undang Kesehatan, nan disahkan pada tahun 1970, merupakan salah satu undang-undang federal primer nan meliputi keselamatan kerja. Keselamatan dan Administrasi Kesehatan, hanya dikenal sebagai OSHA, mengawasi hukum saat ini, memberikan bimbingan kepada pengusaha maupun karyawan.
Di Jepang, kelompok serupa nan dikenal sebagai Keselamatan Industri dan Asosiasi Kesehatan, atau Jisha, membantu mengatur program nan dirancang buat mengurangi kecelakaan kerja. Sementara di Indonesia, kita mengenal istilah K3, yakni Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Untuk Mereka nan Anggota Jamsostek
Karyawan nan dicakup oleh program keselamatan kerja sering bervariasi tergantung pada pendudukan nan tepat. Sebagai contoh, di Indonesia, persyaratan Jamsostek umumnya mencakup orang-orang nan bekerja di perusahaan partikelir nan paling, serta pegawai pemerintah beberapa, seperti pekerja pos. Jenis pekerja lainnya, seperti anggota militer, pegawai negeri dan penambang, biasanya dilindungi oleh undang-undang ketenagakrejaan.
Orang nan bekerja buat diri mereka sendiri sering tak tercakup oleh undang-undang keselamatan kerja resmi dan umumnya bertanggung jawab buat kesehatan dan keselamatan masing masing.
Banyak program nan dirancang buat menjamin keselamatan di loka kerja melibatkan sejumlah komponen. Dalam banyak kasus, salah satu kunci pertama dari program tersebut ialah buat menentukan apa bahaya nan ada di loka kerja eksklusif atau ketika melakukan pekerjaan tertentu. Setelah bahaya diidentifikasi, langkah kemudian bisa sering diambil buat membantu menghindari kecelakaan potensial.
Misalnya, jika pekerjaan membutuhkan bekerja dengan berbahaya, langkah bahan kimia seperti memiliki karyawan mengenakan baju pelindung dan kacamata mata, menginstal sebuah stasiun darurat mencuci dan menjaga lainnya pertolongan pertama pasokan terdekat bisa diambil.
Setelah bahaya diidentifikasi dan solusi buat menanggulanginya ditentukan, karyawan sering kemudian menerima beberapa jenis pelatihan keselamatan kerja. Ini mungkin termasuk petunjuk tentang cara menggunakan peralatan keselamatan dan bagaimana buat melaporkan setiap kecelakaan nan memang terjadi. Hal ini juga bisa mencakup petunjuk tentang cara buat melakukan pemeriksaan keselamatan, nan merupakan unsur lain program keselamatan nan paling.
Inspeksi rutin dari lingkungan kerja, baik oleh karyawan individu atau tim pemeriksaan nan lebih formal, sering bisa membantu menunjukkan apakah atau tak langkah-langkah keselamatan bekerja, dan mengidentifikasi perubahan tambahan nan mungkin perlu dibuat.
Butuh alat Kelengkapan Hukum
Selain self-inspeksi, banyak hukum nan meliputi keselamatan kerja memungkinkan, atau bahkan membutuhkan, pemeriksaan resmi oleh forum pemerintahan. Misalnya, pihak dari dinas supervisi sering berwenang buat mengevaluasi situs pekerjaan buat memastikan keselamatan peralatan nan tepat dan mekanisme di loka dan sedang digunakan dengan benar.
Jika ditemukan pelanggaran, suatu perusahaan bisa didenda dan diminta buat mengambil tindakan eksklusif buat datang ke sinkron dengan hukum. Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan sebagai bagian dari penilaian rutin, atau mereka mungkin akan diminta oleh karyawan nan peduli dengan st r keselamatan di lingkungan kerja mereka.
Beberapa berpendapat bahwa biaya program keselamatan kerja merupakan beban bagi perusahaan. Pendapat nan bodoh, dan hanya terpaku pada penghematan, tanpa melihat resiko akan kegunaan holistik upah hilang berkurang dan klaim cacat, bagaimanapun, telah sering terbukti lebih besar daripada investasi awal.
Selain itu, selama bertahun-tahun, penelitian telah menunjukkan bahwa secara generik program keselamatan nan efektif nan secara signifikan mengurangi jumlah kematian dan cedera di loka kerja setiap tahun. Yang dengan demikian juga pengurangan terhadap masalah kehilangan SDM, dan klaim hukum nan menyertainya..
Teori Domino
Teori keselamatan kerja dicetuskan pertama kali oleh HW Heinrich pada tahun 1931. Melalui bukunya nan berjudul Industrial Accident Prevention, dia menyatakan bahwa pemikiran tentang keselamatan kerja harus dilakukan seperti halnya perusahaan memikirkan dan menekankan pentingnya biaya produksi, kualitas produk, dan pengendalian mutu.
Dengan kata lain, masalah keselamatan kerja seharusnya sudah masuk dalam perencanaan awal perusahaan. Heinrich bahkan melihat adanya sejumlah faktor nan memunculkan imbas domino kondisi nan menyebabkan kegiatan pekerjaan menjadi tak aman. Teori keselamatan kerja ini kemudian dikenal sebagai Teori Domino Heinrich.
Dalam perkembangannya, berbagai reaksi pun bermunculan. Tak sedikit perusahaan nan kemudian mengadopsi teori itu dalam memberikan kenyamanan bagi pekerjanya. Namun sejumlah pakar mencoba mengkritisi teori tersebut.
Salah satunya seperti diungkapkan Frank Bird Peterson nan mengkritik kesalahan banyak perusahaan dalam menerapkan teori Domino Heinrich. Sebagai gantinya, dia menyodorkan alternatif mengatasi penyebab kecelakaan kerja melalui pembenahan manajemennya.
Meskipun banyak mendapat kritik, namun teori Heinrich tersebut memberikan akibat nan cukup luas. Pencerahan terhadap keselamatan kerja pun mulai tumbuh. Teori itu bahkan memberikan perspektif baru bagi perusahaan dalam membuat sistem nan lebih antisipatif maupun komprehensif. Apalagi kedudukan tenaga kerja makin vital bagi kelangsungan hayati perusahaan.
Dapat Dicegah
Langkah pertama dalam menciptakan lingkungan kerja nan kondusif ialah buat memastikan orang di dalamnya mengikuti semua hukum dan peraturan di wilayah geografis . Tidak hanya bisa melakukan donasi ini memandu dalam membuat loka kerja nan aman.
Tetapi jika seseorang terluka pada properti komersial dan perusahaan ditemukan telah tak mematuhi undang-undang bisnis lokal, regional atau nasional, perusahaan dapat berakhir dalam masalah hukum nan serius .
Sebagai suatu peristiwa, kecelakaan tentunya tak dapat diduga datangnya. Namun bukan berarti kecelakaan kerja tak bisa dicegah. Seperti dikatakan Bannet, pencegahan kecelakaan kerja bisa dilakukan melalui pengelolaan perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Selain itu, akibat maupun taraf risiko dari kecelakaan kerja bisa diminimalisir melalui penggunaan peralatan pelindung dan pengetahuan dari para tenaga kerjanya.
Kini, teori keselamatan kerja dalam manajemen modern telah mendudukkan masalah K3 dalam posisi nan cukup vital. Keselamatan dan kesehatan kerja pun makin mendapat perhatian sebab efeknya bukan saja menyebabkan besarnya biaya pengeluaran namun juga menyangkut kenyamanan tenaga kerja dalam bekerja. Tenaga kerja telah menjadi investasi berharga bagi perusahaan sehingga ketidaknyamanan bisa menyebabkan mereka mudah keluar.
Apalagi sejumlah penelitian menemukan bahwa agunan keselamatan dan kesehatan kerja nan diberikan perusahaan berkorelasi secara signifikan dengan prestasi kerja karyawannya, Prestasi kerja tentunya sangat menentukan produktivitas perusahaan, baik menyangkut pengendalian mutu produksi maupun kualitas hasil produksi. Hasil akhirnya, laba dan keuntungan perusahaan tentunya diharapkan juga akan bisa makin meningkat.