Ragam Puisi Kerinduan dan Cara Membuatnya
Puisi, termasuk di dalmnya puisi kerinduan , merupakan sebuah karya sastra berupa karangan singkat nan menggunakan kata-kata tak biasa. Puisi lahir dari perasaan seseorang dalam merespon kejadian nan tengah dialaminya. Misalnya, ketika jatuh cinta, seseorang akan membuat puisi cinta. Begitupun, ketika rindu. Seseorang akan membuat puisi kerinduan.
Lantas, bagaimanakah cara membuat puisi kerinduan? Kerinduan merupakan sebuah keadaan nan melukiskan perasaan rindu atau perasaan ingin berjumpa dengan seseorang, biasanya kekasih. Ketika tiba pada situasi itu, seseorang akan berubah menjadi sosok nan serba hiperbola dalam tutur maupun sikap.
Rindu merupakan efek atau imbas konkret dari perasaan cinta. Oleh karena itu, keberadaannya akan selalu berkaitan dengan cinta kasih meskipun rindu tak hanya buat kekasih. Sekali lagi, kerinduan dapat membuat seseorang serba berlebihan. Maka dari itu, alangkah bijak jika perasaan tersebut dituangkan dalam karya berupa puisi kerinduan.
Puisi Kerinduan - Rindu Itu Tidak Mudah
Bohong besar ketika seseorang menyatakan bahwa rindu merupakan hal mudah dan menyenangkan. Rindu itu berat, rindu itu sulit. Itulah nan sebenarnya. Tak ada rindu nan menyenangkan. Terlebih, jika perasaan rindu hanya bertepuk sebelah tangan. Sebaliknya, rindu akan menjadi latif ketika nan dirindukan memiliki perasaan sama.
Pernah mendengar istilah rindu berat? Ya. Rindu memang berat meskipun rindu berat dalam ungkapan tersebut merupakan rindu nan sangat besar. Faktanya, rindu memang berat. Tak sporadis seseorang wafat sebab rindu. Banyak orang menderita dampak menahan rindu. Tak sedikit orang kurus kering sebab rindu.
Membuat Puisi Kerinduan
Membuat puisi kerinduan tidaklah sulit. Siapa pun dapat membuatnya asal bahasanya sedikit diperindah. Pilihan kata nan digunakan harus berbeda dengan bertutur biasa. Puisi ialah bentuk karya tertulis. Menulis puisi sama dengan menulis di buku diary. Menulis puisi sama dengan curhat tetapi dengan bahasa nan diperindah.
Membuat karya nan bersumber dari hati tentu akan memiliki nilai dan kualitas karya indah. Anda tak perlu membuka kamus atau buku teori lain buat membuat puisi kerinduan. Menulis puisi tak membutuhkan landasan teori ilmiah. Biarkan jemari Anda menari buat menuangkan apa nan tengah dirasakan.
Satu hal nan tak boleh dilakukan dalam membuat puisi ialah berpikir terlalu lama dan membuat tulisan sekonkret mungkin. Tulisan nan terlalu ilmiah justru akan mengurangi keindahan karya. Ketika Anda merasakan atau memikirkan sesuatu, langsung tuliskan! Jangan menunggu lama sebab inspirasi tak akan singgah dua kali.
Tidak perlu malu buat membuat puisi kerinduan. Tuliskan saja apa nan dapat Anda buat. Picisan pun tak masalah sebab semakin sering membuat puisi, naluri dan keindahan berkarya Anda akan terlatih. Tidak mungkin seseorang membuat sebuah karya nan demikian bagus tanpa proses belajar.
Belajar. Itu kuncinya. Jangan pernah takut belajar membuat karya. Just do it your way! Not for anyone, just for your self . Ingat, jangan pikirkan pendapat orang lain sebelum berkarya! Percaya diri saja dengan apa nan Anda bisa. Siapa tahu karya nan menurut Anda “biasa” itu justru luar biasa menurut orang lain.
Contoh Puisi Kerinduan
Berikut ini merupakan sebuah puisi kerinduan nan sangat sederhana sebagai termin awal buat belajar. Diksi nan digunakan dalam puisi kerinduan ini masih sangat sederhana dan mudah dipahami. Puisi ini merupakan catatan seorang sahabat nan tengah merasakan kerinduan nan teramat besar.
Apa Dia Baik-baik Saja, Tuhan?
By: Lina P.
Semua orang menitipkan mimpi pada-Nya.
Pada lelap tidurnya, pada hembus napasnya, pada langkah gontainya.
Taklupa, riak air dan gemuruh badai pun jadi loka penitipan atas mimpi-mimpi.
Setiap orang bermimpi buat jadi sesuatu, seseorang, sebentuk, dan segenggam, nan tidak sama.
Mereka punya, kau pun punya. Begitupun, aku.
Namun, saya tidak berani banyak.
Aku tidak hendak meminta lebih.
Cukup satu saja dan itu lebih dari cukup.
Aku hanya menitipkanmu, satu. Hanya kamu.
Tuhan, saya titipkan dia pada-Mu.
Jagalah ia dan hatinya.
Jangan palingkan dariku dan dari dirinya sendiri.
Aku rindu dia, Tuhan.
Aku memimpikannya kemarin malam.
Jangan palingkan dia!
Jangan palingkan hatinya!
Tuhan, saya rindu.
Beri tahu aku, Tuhan!
Kabarkan bahwa dia baik-baik saja!
***
Aku (Masih) Punya Ibu
By: Lina P.
26 fonem kuubah menjadi puluhan, ratusan, ribuan, bahkan takhingga kata. Kata-kata begitu lena membuaiku siang malam. Layar monitor berpaut hangat tiap detiknya. Seolah ia sungguh menjadi sosok nan membuatku hidup. Aku seolah berinduk padanya. Entah betapa eloknya ia hingga kadang membuat mataku sedikit buram terus memandanginya. Aku berusaha memosisikan diri sebagai pelakon nan baik di hadapan "ibu".
Tidakkah saya lupa sesuatu? Tiba-tiba, sebuah layar nan lebih kecil dari layar "ibu" menyala, berdering, dan memunculkan sebuah nama, Mamah.
"Assalamualaikum, Mah!!"
"Waalaikumsalam. Nyi, Damang? Teu Hareeng?"
Aku diam sejenak seraya berujar dalam hati, "Ya Tuhan, betapa saya telah melupakan Ibu! Hampir 1 bulan saya tak mengabari Ibu. Bahkan, sekadar meng-SMS.
Takingin terlalu lama sunyi, saya pun menjawab, "Alhamdulillah sehat, Mah. Mamah sehat?"
"Syukur atuh ari sehat mah! Manawi teh hareeng da teu aya wartos ka Mamah. Mamah mah biasa we kieu. Sakapeung damang, kacapean janten deui." (Ibuku memang punya penyakit nan entah apa namanya. Aku hanya tahu sering kambuh jika dingin dan lelah)
Perbincangan pun berlanjut dan Ibu mulai bercerita tentang Ayah serta tentang adik lelakiku. Sebenarnya, saya sedih sebab cerita nan Ibu sampaikan tentang Ayah tak begitu menyenangkan. Namun, lagi-lagi implisit dalam ucapan Ibu bahwa beliau ingin anak sulungnya segera menikah agar beliau merasa tenang.
Ibu...
Sungguh maafkan aku. Aku sungguh diperbudak fonem dan "ibu" baru belakangan ini hingga nyaris "melupakan" Ibu. Aku tak lupa, Ibu. Namun, saya berterima kasih sebab Ibu telah mengingatkan bahwa saya masih punya Ibu. Aku hayati harusnya demi Ibu, buka demi fonem dan "ibu" baru.
Maaf, Ibu!!
Aku janji ini tak lama.
Salam pada Ayah dan adik lelaki.
Aku tak ingin apa-apa saat ini, Ibu. Aku hanya ingin tahu jalan pulang.
***
Apakah Ibu Tahu?
By: Lina P.
Ibu, tahu tidak?
Dulu. Ketika saya masih berseragam merah putih. Ketika saya setiap hari kenyang dengan omelan Ibu. Aku sempat dan sangat ingin punya ibu tiri. Ibu tiri seperti tetanggaku nan menyayangi anak tirinya. Hah...
Sungguh, Ibu. Saat itu, saya benar-benar ingin punya ibu tiri.Ibu terlalu cerewet. Ibu terlalu sering mengadu pada ayah jika saya tak pergi mengaji. Ibu...Ibu...Kenapa ibu tega membiarkan seember air nan seharusnya dipakai ayah mencuci motor malah menyembur ke wajahku?
Ibu seolah bahagia jika pengaduannya pada ayah disambut hangat.Dan aku? Dipojokkan ayah gara-gara Ibu.Tahukah, Ibu? Kau begitu dursila padaku kala itu. Sungguh.
Namanya juga anak-anak, saya rasa cukup wajar jika sekali-kali malas pergi mengaji.Namun, tak demikian bagi Ibu. Begitupula, ayah.Tidak pergi mengaji berarti saya harus siap tidur tak berselimut dan pergi sekolah tanpa uang jajan.
Ah, orangtuaku begitu tega! Dursila sekali.
Sejak si adik lelaki hadir, saya takkenal lagi dengan ayah dan Ibu nan penyayang.Kalian jahat. Memang.
Merah putih dan biru putih saya berdiam dalam kejahatan ayah dan Ibu.Putih abu-abu kulewati sendiri. Hingga kini. Tanpa ayah, Ibu, serta adik lelaki.
Saat itu, seminggu pertama kepergianku, ayah sakit. Dia menangis seraya membuka-buka lemari pakaianku.Begitu kata Ibu.
Senang aku. Berarti ayah dan Ibu nan dursila itu masih sayang padaku.SENDIRI. Aku kini sendiri. Ibu. Ayah. Adik lelaki. JAUH.Aku ingin pulang. Rindu.Rasanya, tak mengapa saya diomeli ibu, disiram seember air oleh ayah. Aku hanya ingin pulang.
Kini, saya paham arti omelan dan seember air itu. Ibu dan ayah ingin saya menjadi seorang nan taat beragama. Dapat mengaji dan tahu cara mengabdi. Mengutamakan salat. Mementingkan sedekah.
Inti dari semua "kekerasan" itu adalah....
Ibu dan ayah ingin menjadikanku sebagai sosok nan "PINTAR".
Pintar membawa diri di loka asing sebab Ibu dan ayah sejatinya sudah tahu bahwa suatu saat saya akan hayati sendiri.
Terima kasih Ibu dan ayah!
Aku mengerti. Aku paham.
Dan...Aku baik-baik saja.
Bagaimana menurut Anda puisi kerinduan tadi? Menarik, bukan? Penulis puisi di atas seolah begitu mudah menuangkan rasa rindunya menjadi sebentuk puisi kerinduan nan begitu menggugah. Mengapa? Karena dia sudah terbiasa. Anda pun dapat seperti dia, jika suka membiasakan membuat sebuah puisi. Percayalah.
Ragam Puisi Kerinduan dan Cara Membuatnya
Jika kita sedang jatuh cinta pada kekasih, entah itu seseorang, alam, atau Tuhan, kita membutuhkan media buat mengungkapkannya. Apalagi jika kita berada dalam jeda nan jauh dari kekasih. Dari jatuh cinta nan mendalam, muncullah kerinduan.
Puisi Kerinduan pada Tuhan
Kita mengetahui, banyak puisi kerinduan nan dapat dijadikan contoh pengungkapan isi hati. Misalnya, puisi kerinduan Jalaluddin Ar-Rumi kepada Tuhan dalam Masnawi , nan bahkan mencapai 6 jilid buku. Contohnya pula, sajak kerinduan Ibnu Arabi kepada Allah dalam Tarjuman Al-Asywaq . Kerinduan Ibnu Arabi begitu hebat sehingga Ibnu Arabi melihat cerminan Tuhan dalam sosok Nizam, putri gurunya.
Puisi Kerinduan pada hal lain
Puisi kerinduan pada hal lain, meski tentunya tak sebagus puisi kerinduan pada Tuhan, bukan berarti kehilangan unsur keindahan. Ketika seseorang merindu, nan terjadi ialah pencarian jati diri hal nan dirindukannya pada bentuk-bentuk nan ada di dekat sang perindu. Dengan demikian, sang perindu tersebut membuat metafora-metafora. Salah satu contoh puisi kerinduan tersebut ialah sebagai berikut.
ANGIN LALU
Angin senja meniupi hatiku kian kemari
Ada kalanya kuhampiri langit
Tiba-tiba awan menggumpal
Bayang-bayangmu belum boleh memanjang
Matahari belum boleh meledakkan merah
Sampai nanti kudekati cakrawala mati
membawa cinta ini
Duduklah di sebelah hatiku
Di atas rumput nan memegangi tanah
Bila angin menghampiri kembali
Kutunjukkan bintang senja di sana
Awan-awan itu belum boleh memudar
Matahari belum boleh meredakan terang
Sampai kutemani cakrawala mati
membawa cinta ini
Cepatlah berlari ke matahari
Dan bumi pun tidak dapat menertawai kami
Awan-awan itu belum boleh memudar
Matahari belum boleh meredakan terang
Sampai kutemani cakrawala mati
Bayang-bayangmu belum boleh memanjang
Matahari belum boleh meledakkan merah
Sampai nanti kudekati cakrawala mati
Kuterjatuh di tanah lapang
tempat kautiupkan angin lalu
Dalam puisi Angin Lalu ini, sosok “aku lirik” berada di loka nan jauh dari kekasihnya. Ia terjatuh di tanah lapang loka sang kekasih meniupkan angin lalu. “Aku lirik” mulai membanding-bandingkan diri kekasihnya pada keadaan di sekitarnya, yaitu pemandangan senja: cakrawala merah dan bayang-bayang panjang.
Cara Membuat Puisi Kerinduan
Jika kita perhatikan lebih dalam, cara agar kita mampu membuat puisi kerinduan kita tak kalah kelas dari puisi kerinduan kepada Tuhan, ialah menggunakan metafora seperti pada puisi “Angin Lalu”. Kita juga harus banyak mengumpulkan kosakata nan cocok dengan keadaan rindu kita.
Yang penting, membuat puisi kerinduan haruslah dalam keadaan rindu. Dengan kejujuran seperti ini, puisi nan dihasilkan tak akan berkesan mengada-ada, menggombal, atau murahan.