Siapkan Mental Sebelum Menikah
Masalah perkawinan seperti mendaki seven summits, puncak pegunungan paling tinggi di dunia. Bukan hanya sekali mendaki dan turun lagi, melainkan turun naik seven summits tiada henti. Bukannya memberikan citra rumitnya masalah perkawinan, melainkan memberikan sedikit pengertian betapa tantangan dalam perkawinan itu penuh liku, onak, dan jurang. Jika masalah tersebut terselesaikan, kebahagiaan seperti berada di puncak salah satu seven summits akan dirasakan.
Empat Masalah Generik dalam Perkawinan
1. Finansial
Bicarakan tetek-bengek persoalan keuangan dengan terbuka dan kepala dingin. Kalau tidak, kecurigaan akan selalu hadir dan membawa virus pertengkaran nan tidak ada ujung pangkalnya. Kalau suami istri bekerja, itu artinya ada dua sumber dana. Walaupun begitu, suami tetap harus berpikir bahwa dialah nan bertanggung jawab penuh buat semua pembiayaan di rumah.
Dana dari istri hanyalah sebagai tambahan. Kalau ingin pembiayaan dibagi bersama, tak jadi masalah. Lakukan dengan kesepakatan bersama. Bila perlu, masalah keuangan ini keluar dari satu pintu saja. Dalam artian, suami memberikan sepertiga penghasilannya kepada istri. Dengan syarat, istri mempunyai kemampuan manajerial keuangan nan fantastis.
2. Pekerjaan Rumah Tangga
Walaupun istri tak bekerja, suami hendaknya ikut serta dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga. Selain buat menunjukkan kepedulian terhadap kerja sang istri, sebagai pelajaran kolaborasi dan demokratisasi di rumah. Apalagi, bila ada anak-anak. Alangkah indahnya bila semua anggota keluarga mempunyai kewajiban sendiri-sendiri dan bekerja sama buat membuat pekerjaan rumah selesai dalam waktu nan singkat.
Suami hendaknya tak merasa canggung buat ikut mencuci baju atau menyapu rumah. Apalagi, kalau istri juga bekerja. Mempunyai pembantu sekalipun, bekerja sama membersihkan rumah akan membawa keromantisan dan keharmonisan pasangan suami istri tersebut. Perlu diingat bahwa keadaan rumah berantakan dan kondisi istri terlalu lelah akan memicu pertengkaran nan berujung pada ketidakbahagiaan keduanya.
3. Mertua dan Ipar
Tidak jarang, masalah perkawinan dimulai dari ketidakharmonisan interaksi antara mertua dan menantu. Saudara ipar pun bisa menjadi batu sandungan dalam perkawinan. Agak sulit memberikan teori mengapa mertua, terutama ibu mertua, mempunyai masalah dengan menantu perempuan.
Bisa jadi sebab sang ibu merasa tersaingi oleh menantu perempuannya dalam menarik perhatian anak laki-laki kesayangannya. Dapat juga sebab sang ibu merasa bahwa menantu perempuannya belum tentu mampu membahagiakan anak laki-lakinya. Bagaimanapun keadaannya, para istri harus tahu bahwa kedudukan seorang ibu lebih tinggi dibandingkan seorang istri.
Jadi, para istri harus dapat memposisikan dirinya sebagai seorang wanita nan selalu mengingatkan suaminya buat selalu menghubungi ibunya. Hal ini akan membuat sang ibu jadi sayang pada istri anaknya. Para suami pun hendaknya tahu bagaimana mendamaikan interaksi antara kedua wanita nan sama-sama dicintainya tersebut.
4. Hobi dan Pekerjaan
Hobi dan pekerjaan nan berbeda dapat menjadi sumber masalah apabila keduanya tak dapat saling memahami dan mengerti. Akan lebih latif jika suami istri mempunyai hobi nan sama. Mereka dapat melakukannya bersama-sama. Teman-teman mereka pun sama. Kalau masalah pekerjaan, terkadang teman versus jenis suami atau istri nan terlalu akrab juga dapat memicu kecemburuan. Jadi, sine qua non rambu-rambu nan jelas dalam hal ini.
Siapkan Mental Sebelum Menikah
Penulis sengaja terlebih dahulu mengupas tentang masalah perkawinan. Tujuannya, agar nan ingin menikah dapat melakukan persiapan sejak dini. Sehingga keributan dalam rumah tangga dapat diperkecil porosnya. Empat kesalahan masalah di atas tidak terlebih kurang lantaran tak saling memahami sebelum terjadinya akad nikah.
Terkadang, pasangan dalam rumah tangga sebelum menikah tidak ingin membicarakan masalah-masalah di atas. Yang sibuk mereka bicarakan ialah tentang acara pernikahan. Seharusnya, sebelum pernikahan terjadi. Mesti ada kejujuran . Mesti ada keterbukaan akan apa nan bakal diterima nantinya.
Misalnya saja dalam masalah finansial. Calon suami harus menceritakan secara detail tentang pendapatan nan didapatnya. Jika calon isteri juga bekerja, maka calon suami sebelum terjadi pernikahan sudah sepakat buat saling membantu. Maksudnya, pendapatan nan didapat digabung lalu difungsikan buat membayar segala kebutuhan.
Demikian halnya juga dengan sifat masing-masing kedua orang tua juga harus diceritakan. Tujuannya, agar nantinya tak terkejut bila sudah menikah dan sempat hayati bersama mertua. Sayangnya, kebanyakan pasangan nan menikah hanya memikirkan tentang mereka berdua, tanpa ada berpikir sedikitpun bagaimana caranya agar setiap pasangan dapat masuk di dalam keluarga pasangannya.
Karena itu, penulis menyarankan bagi nan bakal menikah. Ceritakan saja detail keluarga Anda sebelum terjadi akad nikah. Jangan sampai masalah keluarga menjadi pemicu terjadi masalah perkawinan nan bisa mengakibatkan terjadinya perceraian.
Demikian halnya dengan masing-masing pasangan juga harus menceritakan seperti apa ciri masing-masing pasangannya kepada kedua orang tuanya. Pasalnya, jangan sampai ada disparitas nan wajar sehingga membuat timbulnya pembicaraan di belakang hari. Intinya jangan sampai terjadi perceraian lantaran kekurangjujuran dari masing-masing pasangan.
Masalah Perkawinan: Waspadai Orang Ketiga
Sudah bukan cerita baru, salah satu masalah perkawinan nan berakhir hingga perceraian lantaran ada orang ketiga. Yang dimaksud orang ketiga bukan saja selingkuhan, orang nan sengaja ingin merusak rumah tangga juga termasuk orang ketiga. Kejadian ini realita dan sangat sering kali terjadi.
Misalnya saja teman fitnes. Ia melihat kesuksesan nan diraih suami R sehingga ia merasa iri. Pasalnya, apa saja nan dibutuhkan si A selalu diberikan oleh suaminya. Sayang suami si R selalu dilihatnya. Karena kecemburuannya nan begitu tinggi, akhirnya pun menyusun siasat buat merusak rumah tangga si R.
Pertama diawali dengan mengajaknya jalan-jalan, lalu membuatnya hingga mabuk. Si R pun mulai dibenci oleh suaminya, lantaran suka mabuk-mabukan. Hingga akhirnya suaminya marah besar. Selama ini ia dimanja, ketika suaminya marah ia merasa suaminya sudah tak lagi cinta kepadanya.
Ia pun mulai mengadu kepada temannya. Ia menceritakan apa nan terjadi. Teman si R pun mulai menghasut. Ia menuduh suaminya marah lantaran suaminya juga demikian. Ia membantah bahwa suami tak suka mabuk-mabukan, tapi teman si R tidak putus asa. Ia terus menghasut dan mengatakan bahwa jika ia sayang tentunya tidak akan memarahimu hingga memaki-makimu.
Mulailah diterima oleh si R. Jika memang sayang, seharusnya suaminya menasehatinya bukan malah memarah-marahinya. Karena kesal, ia pun mengajak teman fitnesnya buat ketemuan lagi. Akhirnya ia mabuk kembali dan pulang dengan kondisi mabuk.
Lantas suami si R ketika membuka pintu rumah dan mendapati isterinya mabuk, langsung berongsang dan mengusirnya. Suaminya marah lantaran ia tidak ingin anak-anaknya tahu kalau ibunya sudah suka mabuk-mabukan. Namun, si R memandangnya lain. Ia menilai suaminya makin tak sayang dengannya.
Untuk menghilangkan rasa kesalnya, ia pun mencoba menelepon teman fitnesnya dan akhirnya diminta datang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, si R dibujuk dan diberikan obat penenang hingga akhirnya tertidur. Setelah itu, si R menjadi orang nan suka mabuk-mabukan dan suka meminum pil. Tentu saja, suami si R makin marah. Namun si R menanggapinya bahwa suaminya tidak sayang lagi dengannya.
Apalagi, sejak suka mabuk-mabukan, suami si R memutuskan kartu kredit nan dimilikinya. Ia tidak mau lagi memberikan kartu kredit dan menutupnya. Makin tampaklah di dalam pandangan si R bahwa suaminya makin tak sayang. Apalagi ketika ia menceritakan kepada teman fitnes, malah menanggapi lebih parah dari apa nan dipikirkan si R.
Ia pun menyarankan coba minta buat melihat BlackBerry milik suaminya. Jika sekarang sudah terkunci menjadi tandalah bahwa ia sudah tak sayang dan sudah memiliki wanita nan selalu dekat dengannya. Apa nan dikatakan teman fitnesnya ternyata bertepatan.
Ia pun mulai menduga nan tidak-tidak. Ia mulai kesal dengan suaminya. Bukan hanya mabuk-mabukan lagi nan dilakukan si R, tapi ia juga sudah menjadi pecandu narkoba. Ia malah memakai narkobanya di dalam rumah. Ia betah di dalam kamar mandi lebih dari 5 jam.
Suaminya pun menyelidiki apa nan dilakukan si R di kamar mandi. Ketika ia tahu, maka ditamparnya si R agar menjadi orang nan sadar. Si R malah mengadu kepada temannya dan diajak mengadu ke kantor polisi menuduh bahwa suaminya telah melakukan tindak kekerasan di dalam berumah tangga.
Suaminya sudah menduga bahwa ini tak mungkin dilakukan oleh si R. Karena ia mengetahui karakter isterinya nan takut ketemu polisi. Tanpa diduga, ia bukan saja menerima panggilan dari polisi, tapi juga menerima panggilan dari pengadilan bahwa isterinya mengajukan permohohan buat dicerai.
Kisah nan penulis ceritakan ini ialah kejadian nyata, meski hingga kini belum ditentukan putusan pengadilan. Apakah perceraian terjadi atau tidak. Namun nan pasti, bahwa masalah perkawinan bukan tak mungkin ada hasutan dari orang lain. Yaitu, orang ketiga nan ingin merusak rumah tangga.