Pelanggaran Hukum Yang Masih Kerap Dimaklumi
Pelanggaran hukum berbeda dengan kejahatan namun dapat juga dikenai hukuman seharusnya. Kejahatan ialah pelanggaran nan bukan hanya melanggar hukum perundang-undangan tetapi juga nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan di masyarakat.
Pelanggaran ialah perbuatan nan dilarang oleh peraturan perundangan, tak memberi imbas langsung kepada orang lain. Namun, di Indonesia ternyata ada tindakan-tindakan nan dimaklumi padahal ini termasuk dalam tindak kejahatan dan pelanggaran hukum.
Tindakan ini dapat bebas merajalela tanpa ada hukuman signifikan nan diberikan, ini dibuktikan dari tetap maraknya tindakan-tindakan ini dilakukan di Indonesia dan bahkan bebas walau di depan publik dan pemerintah. Berikut pelanggaran hukum bahkan tindak kejahatan nan dilakukan di Indonesia namun masih saja merajalela dengan bebas, disajikan dalam daftar sebagai berikut:
Pelanggaran Hukum nan Dimaklumi
- Pembajakan Film / LaguTingkat pembajakan nan dilakukan di Indonesia nan diteliti oleh studi IDC pada tahun 2008 berjumlah US$544 juta total potensi kerugian yakni 85%. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, pembajakan di Indonesia mengalami kenaikan 1% yaitu sebelumnya berada di posisi 84% dengan potensi kerugian US$411 juta.
Dengan hasil nan dirilis tersebut, Indonesia memiliki persentase nan sama nan dialami oleh Irak dan Vietnam dan Indonesia berada di posisi ke-12 dari 100 negara nan dijadikan subjek penelitian.
- Pelanggaran lalu lintas "yang dianggap sepele dan ringan".
Angka pelanggaran terhadap hukum nan meningkat ini dipengaruhi oleh tingginya pelanggaran lalu lintas nan terjadi. Tercatat 589.127 kasus selama 2008 hingga 2009 nan dirangkum oleh data dari Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya, atau dirata-ratakan 1000 lebih pelanggaran nan terjadi dalam sehari.
Dari angka tersebut, didapat data pelanggaran nan dilakukan oleh pengendara sepeda motor sebesar 60%, pelanggaran nan dilakukan angkutan generik seperti mikrolet, bis, dan angkutan generik lainnya sebesar 30% dan sisanya mobil pribadi sebesar 10%. Pada faktanya angka nan dicatat oleh Polda tersebut jauh lebih rendah daripada kenyataannya.
- Pernikahan di bawah umur
Menurut data nan diperoleh dari Millennium Development Goal’s (MDG’s) Indonesia dirilis oleh Bappenas pada tahun 2007, Penelitian Monitoring Pendidikan oleh Education Network for Justice nan dilakukan di daerah Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Kabupaten Pasuruhan (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat) ditemukan 28,10% informan nan menikah di bawah umur 18 tahun.
Mayoritas nan menikah di bawah umur ialah perempuan dengan persentase sebesar 76,03% dan terkonsentrasi di dua desa penelitian di Jawa Timur yakni sebesar 58,31%. Bahkan data BKKBN nan hampir sama dengan penelitian dari MDG'S Indonesia menunjukkan tingginya pernikahan dini yakni di bawah usia 16 tahun di Indonesia, jumlahnya 25% dari jumlah pernikahan nan ada.
Persentase lebih besar terdapat di beberapa daerah seperti Jambi (30,63%), Jawa Barat (36%), Jawa Timur (39,43%), Kalimantan Selatan (35,48%) dan Jawa Tengah (27,84%).
- Buang sampah sembarangan
Sudah menjadi pemandangan sehari-hari bila ada tumpukan bahkan bukit sampah di sekitar. Membuang sampah sembarangan sudah menjadi hal nan lumrah bagi mereka nan berpendidikan rendah bahkan pendidikan tinggi.
Bagi mereka nan miskin sampai nan kaya dan bahkan bagi mereka nan menjabat dan tak menjabat di atas sana. Sampai-sampai membuang sampah sembarangan dikatakan sudah menjadi budaya dan tradisi masyarakat Indonesia.
- Pemukiman di sembarang tempat
Ada hasil positif dan negatif dari pengaruh pertambahan penduduk di tengah perkotaan terhadap lingkungan masyarakat. Para perencana kota lebih sering mendapatkan hasil negatifnya nan paling disorot yaitu pemukiman kumuh atau sering dikenal sebagai slum area.Ada banyak masalah perkotaan potensial nan dapat terjadi di daerah pemukiman kumuh ini.
Daerah pemukimah kumuh ini menjadi sumber konduite menyimpang, seperti tindak kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya. Perpindahan penduduk ke kota bisa mengakibatkan kelebihan urban dan menimbulkan banyak masalah nan berhubungan dengan kesejahteraan sosial dan dan ketidakpuasan di bidang sosial dan ekonomi, menurut Mc Gee (1971).
Sebagai contoh pemukiman di sembarang loka ialah pemukiman di pinggir kali dan pemukiman di sekitar rel kereta barah dan lain-lain.
- Pengemis
Sebagai puncaknya, Dinas Sosial memberi tindakan tegas kepada pengemis dan pemberi sedekah sinkron dengan peraturan perundangan Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Hukuman nan diberikan pun cukup berat yaitu kurungan selama tiga bulan atau denda maksimal 20 juta bagi si pengemis.
Sementara bagi pemberi sedekah akan dikenakan denda sebesar tiga ratus ribu rupiah. Operasi penertiban sosial nan dilakukan oleh Dinas Sosial ini selalu dijalankan setiap tahunnya terutama menjelang puasa dan lebaran.
- Kelakuan para pejabat
Sebagai contoh nan menjadi kelakuan para pejabat di pemerintahan Indonesia ialah ada sebanyak 75 mobil dinas anggota DPR RI pada tahun 2004-2009 nan belum dikembalikan hingga sekarang ke pemerintah provinsi DKI Jakarta, padahal wakil rakyat tersebut sudah habis masa jabatan.
Selain itu, para anggota dewan seluruhnya diberi fasilitas mobil Toyota Altis tahun 2007 kecuali empat dewan pimpinan. Mobil itu dibeli dengan APBD DKI Jakarta dan dijadikan mobil operasional, jadi kalau masa jabatan anggota dewan sudah habis wajib dikembalikan.
Masih banyak lagi pelanggaran nan dilakukan anggota dewan, sebagai contoh tidur saat kedap paripurna, berkelahi, kasus suap dan korupsi sampai menonton dan membuat video porno. Masih banyak nan tak tersebutkan tapi itulah citra kelakuan pejabat pemerintah Indonesia.
Pelanggaran Hukum Yang Masih Kerap Dimaklumi
- Main hakim sendiri
Peristiwa main hakim sendiri marak terjadi di Indonesia, sebagai contoh berikut beberapa peristiwa main hakim sendiri nan terjadi di Indonesia: Peristiwa pembunuhan dukun santet di Jawa Timur, peristiwa ini memakan korban jiwa berjumlah 200 orang nan dieksekusi hingga wafat tanpa proses hukum.
Ada juga konflik nan terjadi di Sambas dan Poso Sulawesi, kerusuhan di Maluku, kekerasan nan terjadi di Aceh, pengrusakan milik pribadi seperti toko/kios dan rumah di Yogyakarta nan dilakukan sekelompok orang berpakaian ninja.
Dan ada perkelahian antar sesama pejabat anggota dewan DPR RI seperti nan pernah kita saksikan dalam pembukaan sidang tahunan lewat layar kaca disaksikan oleh ratusan juta rakyat Indonesia lewat layar kaca pada tanggal 1 Nopember 2001.
- Diskriminasi dan SARA
Para pelaku subordinat dan SARA di Indonesia sering kali tak terkena akibat hukum sehingga tindakan ini menjadi berkelanjutan dan terus-menerus. Salah satu peristiwa bersangkutan politik dan subordinat dan SARA nan paling sadis, kejam dan melanggar Hak Asasi Manusia ialah tragedi nan terjadi pada tanggal 13-15 Mei 1998.
Tragedi tersebut bukan hanya tindakan radikal dan rasial tetapi juga menjadi momentum pembenaran bagi peristiwa-peristiwa kekerasan lainnya nan menyusul. Peristiwa kekerasan nan terjadi seperti Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, Ketapang, Kupang, Aceh, Medan, Medan, Makassar, Poso, Kalimantan Barat, Papua, Maluku, Mataram, Yogyakarta, Banyuwangi, Yayasan Doulos dan banyak lagi.
Dan sangat disayangkan semua peristiwa ini bukan buat diselesaikan secara hukum namun hanya dipandang sebagai peristiwa politik nan disesalkan.
Tidak hanya pelanggaran hukum nan 'ringan-ringan' nan dimaklumi sudah oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia bahkan ada tindakan kejahatan nan dianggap biasa bahkan tindakan heroik. Semoga citra dan contoh nan diberikan ini dapat menggugah rakyat Indonesia menjadi bangsa nan tahu mana termasuk tindakan pelanggaran hukum dan kejahatan.
Selain itu, ada pencerahan tersendiri bahwa pelanggaran hukum dan kejahatan nan ringan ya tetap melanggar hukum dan tak baik buat diri sendiri. Pemerintah pun ambil andil dalam posisi ini supaya dapat menjadi contoh bagi rakyatnya. Kalau semuanya berpikiran sama soalpelanggaran hukum ini berarti tak ada gesekan nan terlalu jelek nan dapat terjadi di masyarakat dan Indonesia dapat menjalankan misi nan sama.