Cara Menjaga Lisan Agar Tidak Berdusta
Lidah merupakan salah satu anggota pancaindra nan dimiliki oleh manusia. Rumahnya berada di dalam mulut dan bertetangga dengan gigi dan gusi. Lidah hanyalah segumpal otot lentur nan melintang dan panjang sehingga bisa digerakkan atau dijulurkan. Normalnya, lidah memiliki ukuran 5-6 cm saja.
Lidah Dan Pemiliknya
Kata-kata nan keluar dari mulut seseorang sangat bergantung kepada latar belakang si pemilik lidah. Faktor lingkungan, taraf pendidikan, wawasan, budi pekerti, dan Norma hidupnya sangat mempengaruhi kualitas kata nan dikeluarkan. Kata-kata nan terlontar dari mulut seorang ustadz tentu akan berbeda dengan kata-kata seorang preman. Hal ini dikarenakan disparitas berbagai faktor nan mempengaruhi kualitas ucapan.
Banyak orang menangis sebab si pemilik lidah tak dapat menjaga lidahnya. Akan tetapi, banyak juga orang nan tersenyum senang setelah mendengar beberapa rangkaian kalimat. Semua itu bergantung pada niat dan jenis ucapan nan dilontarkan. Jadi, keselamatan global dan akhirat bergantung pada usaha menjaga lidah.
Subhaanallaah, ternyata lidah sangat berperan dalam menghadirkan surga dunia. Coba bayangkan, jika berbagai macam makanan dan minuman nan lezat tak dapat kita rasakan. Atau, jika semua makanan dan minuman terasa manis, masam, asin atau getir sekaligus? Tentunya, tak akan ada makanan nan membuat berselera menyantap suatu hidangan.
Fungsi Lidah
Ditambah lagi fungsi lidah nan amat krusial dalam berkomunikasi dengan sesama manusia. Bayangkan, jika Allah tak menciptakan lidah. Tentunya, kita akan merasa kesulitan mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun sekedar mengeluh tentang suatu hal.
Sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil kreasi Allah, maka sudah seharusnya kita menggunakan lidah sinkron dengan fungsinya. Untuk mensyukuri kesempurnaan indra pengecap, kita dapat melakukannya dengan selalu menjaga kebersihan lidah dan tak sembarangan memasukkan makanan. Misalnya, tak memasukkan makanan atau minuman nan masih panas. Ini dapat membuat lidah terluka.
Untuk mensyukuri lidah sebagai alat ucap, kita dapat memulainya dengan melakukan hal-hal berikut ini.
- Membiasakan membasahi bibir dengan berdzikir kepada Allah.
- Mengajak orang-orang sekitar kepada kebaikan.
- Berkata jujur dan berusaha menjauhi perkataan bohong sekalipun bercanda.
- Hendaknya pembicaraan selalu diarahkan ke dalam kebaikan.
- Tidak membicarakan sesuatu nan tak berguna bagi diri kita maupun orang lain nan akan mendengarkan.
- Tidak membicarakan semua nan kita dengar.
- Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kita berada di pihak nan benar.
- Tenang dalam berbicara dan tak tergesa-gesa.
Cara Menjaga Lisan Agar Tidak Berdusta
Setelah memahami lidah dan fungsinya, tidak salah bila penulis mengajak sobat Ahira buat menjauhkan diri dampak penggunaan lisan nan tak baik. Ingat, pribahasa nan mengatakan, memang lidah tidak bertulang. Artinya, banyak orang nan berdusta. Nah, penulis ingin berbagi ilmu nan didapat dari membaca kitab “bidayatul hidayah” nan dikarang oleh imam al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali menuliskan bahwa lidah paling suka tergelincir dalam hal berdusta. Sehingga ia menyatakan bahwa berbohong ialah induk dari segala perbuatan dosa besar. Karena bila telah berbohong, maka akan hilang keadilan kita, akan hilang pula sifat kepercayaan orang lain terhadap ucapan kita. Sehingga, orang lain tak akan pernah percaya terhadap ucapan kita.
Jika ingin tahu tentang betapa buruknya berbohong itu, maka hendaklah melihat orang nan telah melakukan kejahatan dengan lidahnya melalui berbuat dusta. Atau, Anda dapat melihat apa nan Anda alami ketika didustai oleh orang lain. Karena itu, bila sudah merasakannya, janganlah pernah buat berdusta. Jika merasa sakit didustai, hendaknya tidak usah berdusta.
Hendaklah kita introspeksi diri. Jika bohong nan dilakukan orang lain dianggap buruk, maka bohong nan jika kita lakukan juga akan jelek dianggap oleh orang lain. Maka dari itu, berusahalah sekuat tenaga buat tak berdusta. Apalagi Rasulullah Saw. mengategorikan orang nan berdusa termasuk pada golongan orang munafik. Rasulullah Saw. bersabda,
“Ada tiga perkara nan apabila dimiliki oleh seseorang, maka dia orang munafik, sekalipun dia melakukan shalat dan puasa. Tiga perkara itu adalah: apabila berjanji mengingkari, apabila berkata dusta, dan apabila dipercaya berkhianat.”
Ghibah Juga Termasuk Kejahatan Lidah
Kita juga harus pandai menjaga lisan kita, jangan sampai digunakan buat membicarakan kejelekan orang lain atau nan biasa disebut dalam bahasa Arab dengan ghibah. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menuturkan bahwa dosa menuturkan kejahatan orang lain lebih besar dari dosa melakukan perbuatan zina tiga puluh kali dalam pandangan agama Islam.
Ghibah ialah membicarakan kondisi orang lain nan jika didengarnya akan membuatnya tak senang. Jika kita melakukannya, berarti kita telah berbuat ghibah. Meski nan diceritakan benar-benar terjadi. Apalagi di dalam al-Qur’an dijelaskan tentang tercela perbuatan ghibah. Allah Swt. berfirman,
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian nan lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya nan sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadany.” (QS. 49: 12)
Pada ayat di atas, Allah Swt telah menjelaskan tentang betapa kejinya melakukan perbuatan ghibah. Karena Allah mengibaratkannya seperti memakan daging saudaranya sendiri. Maka juahilah lidah kita dari menceritakan hal nan tak baik.
Jauhilah Melaknat dan Mendoakan Jelek
Terkadang, tanpa sadar lisan kita digunakan buat melaknat orang lain, makanan, binatang dan lain-lain. Sehingga imam al-Ghazali mengingatkan di dalam buku “Bidayatul Hidayah” buat berusaha keras tak melaknat apa apa pun.
Demikan halnya, jangan pernah menggunakan lisan kita buat mengklaim saudara kita seakidah dengan sebutan syirik, kafir ataupun munafik. Sebab, nan mengetahui hal-hal nan berkaitan dengan batin ialah Allah Swt. sebab itu, pesan imam al-Ghazali, janganlah sekali-kali kita masuk dalam masalah nan berada antara hamba dengan Allah.
Karena di akhirat kelak, tulis imam al-Ghazali, bahwa lisan kita ini akan dimintai pertanggungjawaban. Jangan sampai ditanya mengapa ia melaknat seseorang atau apa pun. Bahkan jika memungkin tidak usah melaknat iblis. Cukuplah Allah nan melaknat iblis. Pasalnya, Allah nan tahu bagaimana kejahatan dan kezhaliman nan dilakukan Iblis.
Pelajarilah sejarah hayati Rasulullah Saw. Jangankan mencela orang, mencela makanan pun tidak pernah dilakukan Rasulullah. Apabila Rasullah tak menyukai makanan tersebut, maka ia lebih memilih diam dan tak memakannya. Rasullah Saw. tidak pernah menyebutkan kata tak enak terhadap makan tersebut.
Seperti halnya melaknat, kita juga tak boleh mendoakan buruk kepada orang lain. Meski seseorang tersebut berbuat zhalim, tetap saja tidak boleh buat mendoakan buruk untuknya. Cukuplah Allah nan memberikan ganjaran atas perbuatan zhalim nan dilakukannya. Sedangkan kita, cukup bersabar dan tidak mengeluarkan kata-kata nan tak baik, baik melaknat maupun mendoakan jelek untuknya.
Karena Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang nan dianiaya, jika mendoakan kepada orang nan menganiaya tentu dikabulkan Allah, sehingga mengimbangipenganiayaan si zalim. Jika masih sisa, maka kelak di hari kiamat akan diminta orang nan dianiaya.
Sehingga masyarakat nan terlalu hiperbola dalam menceritakan kejelekan dan kekejian al-Hallaj bin Yusuf, kemudian seorang tokoh salaf berkata, “sesungguhnya Allah akan membalaskan bagi al-Hallaj orang nan menjelek-jelekkannya, sebagain Allah akan menyiksa al-Hallaj bagi orang nan telah dianiayanya.”
Maka dari itu, penulis mengajak, marilah kita dapat menjaga lidah kita dari mengejek, merendahkan dan menzhalimi orang lain. Jadikanlah lidah ini membawa keberhakan. Jangan sampai ia menuntun kita menjadi penghuni neraka kelak. Apalagi Rasulullah saw. sudah mengingatkan, “Sesungguhnya seseorang nan sebab mengeluarkan perkataan dengan ucapan nan mengandung maksud meremehkan (menzhalimi) orang lain, maka, sebab ucapannya tersebut, ia dimasukkan ke dalam neraka jahannam selama tujuh puluh tahun.”
Di dalam hadis nan lain, ”Telah diriwayatkan, bawhwa sesungguhnya ada salah seorang nan gugur dalam sebuah pertempuran nan terjadi di jaman Rasulullah saw. Di situ ada salah seorang nan mengatakan, “Untung sekali pemuda nan wafat syahid tersebut. Mati dalam pertempuran dan ia pun bakal masuk surga.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Dari mana kamu tahu kalau dia berada di dalam surga? Padahal bole jadi ia pernah mengatakan sesuatu nan tak memberikan kegunaan kepadanya, dan pernah berbuat bakhil terhadap sesuatu nan tak memberikan kecukupan terhadap dirinya.”
Berdasarkan keterangan dua hadis di atas, bisa dipahami bahwa lidah atau lisan sangat potensial mendatangkan bahaya, jika tak dapat dijaga dan dikendalikan dengan baik. Semoga kita menjadi bagian dari orang nan mampu menjaga lisan.