Prioritaskan Zakat
Disparitas zakat dengan pajak ialah suatu hal nan sangat mendasar. Secara sekilas keduanya memang tampak sama yaitu sebagai suatu kewajiban nan mengharuskan seseorang menyisihkan sebagian hartanya buat kepentingan di luar dirinya. Namun keduanya sangat berbeda baik sifat, hukum, sumber, target bahkan kadarnya. Selain itu disparitas fundamental juga tampak pada prinsip, tujuan dan jaminannya.
Zakat Itu Kewajiban Seorang Muslim
Kewajiban membayar zakat itu hanya terkena kepada orang Islam. Itupun tak semua umat muslim dikenai kewajiban membayar zakat. Ada syarat-syarat nan harus dipenuhi sebelum seorang muslim dikenai kewajiban membayar zakat. Anak kecil nan belum baligh tak mempunyai kewajiban membayar zakat. Orang-orang nan tak mampu secara ekonomi, pun tak terkena kewajiban membayar zakat. Terlihatlah satu keadilan dalam hal pembayaran zakat ini. Hanya orang-orang nan beriman, nan berharta lebih, nan merdeka, nan berkewajiban membayar zakat, baik zakat fitra maupun zakat maal.
Zakat maal ini termasuk juga nan dikatakan sebagai zakat profesi atau semua harta nan didapatkan dari berbagai cara dalam menjemput rezeki dari Allah Swt. Bagi nan telah memperolah gelar kehormatan sebagai seorang pembayar zakat, dia akan mendapatkan agunan bahwa harta nan dikeluarkannya di jalan Allah swt itu tak akan hilang setetes pun. Bahkan harta nan sudah dikeluarkan itu akan dibayar tunai dalam bentuk keberkahan hayati dan ketenangan jiwa serta selalu dituntun berada di jalan nan lurus bersama dengan orang-orang nan beriman lainnya.
Bahwa ketika membayar zakat ini telah menjadi bagian dari diri, maka akan terasa ‘merampok’ uang atau harta orang-orang nan berhak menerima zakat ketika belum menyisihkan harta nan menjadi hak mereka. Perasaan bersalah akan mengungkung hati dan jiwa sebelum zakat itu dibayarkan. Banyak sudah orang-orang tak terlihat kaya bahkan mereka belum mempunyai rumah dan pekerjaannya pun hanya sebagai pekerja honorer, namun zakat nan dibayarkannya sangat banyak hingga bernilai jutaan rupiah per tahunnya.
Usut punya usut, ternyata mereka menyisihkan 2,5% dari setiap setitik harta nan mereka dapatkan dari jalan halal apapun, melalui siapapun dan dari manapun. Mereka langsung memotong semua harta itu ketika menerimanya. Apa nan mereka rasakan setelah memutuskan buat menyisihkan 2,5% langsung dari semua harta nan mereka dapatkan itu, ialah perasaan tenang dan mereka tidak merasa kelaparan serta merasa mudah sekali tersentuh oleh tuntunan ke arah kebaikan.
Janji Alalh Swt itu sahih dan niscaya benar. Ketika merasa tak diberi balasan nan setimpal dari apa nan telah dikeluarkan, cobalah perhatikan kehidupan secara keseluruhan. Kesehatan nan bagus, anak-anak nan baik, makan, minum, tidur nyenyak, diangkatnya setiap kesulitan, itulah salah satu tanda bahwa balasan dari kebaikan itu telah berlaku. Kalaupun doa nan dianggap nan paling krusial seperti minta rezeki buat membeli rumah tanpa berutang, mengunjungi Ka’bah bersama suami, membeli mobil, belum juga terkabul, itu tandanya niscaya ada sesuatu nan tersembunyi nan akan latif pada saat nan tepat. Hanya Allah Swt nan mengetahui semua misteri masa depan nan begitu misterius.
Tetaplah berdoa dan tetaplah bayarkan zakat serta bersedekah. Semua itu akan terbalas. Tak ada janji nan teringkari oleh Sang Pemberi rezeki itu. Teruslah bersabar dan teruskah berdoa tanpa henti. Suatu saat akan ada kejutan nan menyenangkan dari Sang Maha Kuasa itu kepada para umatNya nan setia menjalani semua ketentuan dariNya dan tetap beriman dan tetap konfiden dengan semua tuntunannya.
Prioritaskan Zakat
Terlepas dari perbedaan zakat dengan pajak tersebut, sebagai umat muslim kita harus memiliki prinsip bahwa zakat tetaplah menduduki posisi terpenting. Dalam mengatur keuangan keluarga, porsi zakat harus menjadi prioritas lebih tinggi dari pada pajak. Bahkan letakkan zakat di atas keperluan nan lain. Artinya, ketika menerima harta, baik nan berupa gaji atau pembayaran dalam bentuk apapun, hal nan pertama dilakukan ialah memotongnya buat zakat.
Setelah itu, sisihkan buat membayar utang berapapun jumlahnya dengan siapapun utang itu dibayarkan. Kalau tak sanggup membayar lunas, menyicil sinkron dengan kesepakatan dan jangan ditunda.
Setelah itu baru buat tabungan. Jangan sisihkan buat tabungan setelah uang disisihkan buat keperluan sehari-hari. Dengan menyisihkan buat menabung, artinya telah memberikan batasan nan jelas kepada diri sendiri berapa besar pengeluaran bagi semua kebutuhan pada bulan itu. Berapapun penghasilan, kalau diniatkan buat menabung, niscaya ada. Misalnya, seseorang nan berada di taraf pengahsilan nan hanya 20 ribu setiap harinya, ternyata mampu menabung buat kurban kambing di Hari Idul Adha. Secara logika rasanya tak mungkin, buktinya ialah semua itu mungkin. Ketika ada kemauan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim nan baik, jalan ke arah lubang mata air rezeki itu selalu muncul dan terkadang tanpa pernah disangka-sangka. Ini juga merupakan janji Allah Swt kepada orang nan bahagia bersedekah dan mengeluarkan zakat.
Zakat
Zakat ialah hak eksklusif nan diwajibkan oleh Allah Swt terhadap umat muslim. Zakat tersebut diperuntukkan bagi mereka nan telah ditetapkan dalam Al quran, sebagai bentuk rasa syukur dan upaya kita buat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengenai tata cara pengeluaran dan kadar zakat nan harus dikeluarkan sudah diatur sedemikian rupa dalam Al quran dan sunnah Nabi. Pemerintah atau negara memiliki peran dalam hal pemungutan zakat (dalam hal ini Badan Amil Zakat). Namun, jika pemerintah tak berperan dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat, maka individu dapat menyalurkannya langsung pada mereka nan berhak menurut Al quran dan sunnah.
Pajak
Pajak ialah kewajiban nan dibebankan kepada wajib pajak. Pajak ini disetorkan kepada negara melalui instansi nan sudah ditunjuk sinkron dengan anggaran nan berlaku. Adapun besarnya nilai pajak nan harus dibayar ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan nan berlaku dalam suatu wilayah atau negara.
Titik Persamaan Zakat Dan Pajak
Dari klarifikasi di atas bisa diketahui bahwa zakat dan pajak memiliki titik persamaan yaitu:
- Adanya unsur paksaan baik bagi wajib zakat maupun wajib pajak.
- Sama-sama disetor ke forum pemerintah (dalam zakat kita mengenal istilah amil zakat nan idealnya dikelola oleh pemerintah).
- Tidak ada imbalan konkret dan langsung kepada si pemberi dari pemerintah.
- Disamping tujuan keuangan, pajak dan zakat sama-sama memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik.
Disparitas Zakat Dengan Pajak
- Memiliki motivasi nan berbeda dari segi nama.
Zakat memiliki arti suci, tumbuh nan bermakna bahwa ibadah zakat tersebut bertujuan buat mensucikan dan memberi keberkahan pada harta pelakunya. Sedangkan pajak (dharaba) memiliki arti upeti. Dari arti kata pajak ini kita tak menemukan motivasi psikologis bagi pelakunya selain kewajiban nan harus dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu. - Hakikat dan tujuannya berbeda
Zakat pada hakikatnya ialah ibadah nan bertujuan buat mendekatkan diri pada Allah semata. Motivasinya ialah ketundukan dan penghambaan diri seorang muslim pada Rabbnya. Sedangkan pajak ialah kewajiban nan merupakan bentuk ketaatan dan kepatuhan kita pada anggaran nan berlaku dalam masyarakat. Sekaligus bentuk kepatuhan kita pada pemimpin. - Berbeda dalam nisab dan ketentuan nan menyertainya
Nisab zakat sudah ditentukan oleh Allah Swt. Ketentuannya sudah standar dan tak dapat ditambah apalagi dikurangi. Sedangkan pajak, ketentuannya dapat berubah-ubah. Sinkron dengan ketentuan dan perundang-undangan nan berlaku. - Berbeda dalam kelangsungan dan kelestariannya
Zakat bersifat tetap dan terus menerus. Sementara zakat sangat fluktuatif, dapat berubah sewaktu-waktu sinkron dengan peraturan nan berlaku. - Berbeda dalam target pengeluaran
Target zakat sudah jelas sinkron dengan ketetapan Allah dalam Al quran dan dijabarkan dalam hadist nabi Saw. Pajak merupakan pengeluaran generik negara nan diatur dalam undang-undang. - Hubungan dengan penguasa
Aplikasi zakat berhubungan dengan perintah tuhan. Sehingga wajib zakat berhubungan dengan Tuhannya. Jika penguasa (dalam hal ini pemerintah) tak menjalankan perannya dalam pemungutan zakat, maka wajib zakat dapat mengeluarkannya sendiri-sendiri. Sementara interaksi wajib pajak sangat erat dan tergantung pada penguasa. - Berbeda dalam maksud dan tujuan
Zakat memiliki tujuan spritual dan moral nan jauh lebih tinggi dan sakral. Sementara pajak lebih pada tujuan pembangunan dan kewajiban sebagai warga negara.
Itulah perbedaan zakat dengan pajak. Semoga pemahaman ini membukan mata dan berharap bahwa pembayaran zakat ini dapat mengurangi pembayaran pajak. Sehingga ketentuan agama benar-benar dapat sejalan dengan peraturan negara.