Kepiawaian Diplomasi Absolut Dimiliki oleh Seorang Utusan
Utusan dan duta di masa lalu sangat berperan besar dalam berbagai urusan institusi. Institusi tersebut, antara lain keluarga besar, suku, kerajaan, negara dan perusahaan. Peran besar ini hanya dapat diperoleh bagi orang nan memiliki kepercayaan tinggi, berintegritas, dan berpengaruh besar.
Kewenangannya hampir setara dengan pimpinan institusi nan dibawanya. Hanya saja kewenangan tersebut bersifat sementara. Duta biasanya sudah membawa misi ke loka tujuan. Misi nan diemban tersebut sebagai tugas primer di loka tujuan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan ia ialah pejabat krusial dan strategis.
Utusan - Perannya pada Zaman Ini
Salah satu kisah utusan nan bisa dijadikan sebagai suri teladan antara lain kisah Sri Kresna di saat Pandawa meminta kembali hak kerajaan mereka kepada Kurawa. Dalam pewayangan, kisah ini diberi judul atau lakon "Kresna Duta". Sekelumit kisahnya, yaitu sebagai berukut. Sri Kresna bersama Setyaki mendatangi kerajaan Hastinapura sebagai duta bagi Pandawa buat meminta kembali hak atas bagian kerajaan mereka yaitu Indraphasta. Kepiawaian diplomasi Sri Kresna hampur berhasil memengaruhi Raja Hastinapura 'Duryudana'.
Akan tetapi, sebab ada hasutan dari Adipati Karna, maka Patih Sangkuni dan Begawan Resi Durna, perundingan nan dilakukan oleh Sri Kresna mengalami kegagalan. Pihak Hastinapura menolak usulan Sri Kresna. Akhirnya, perang Bharatayudha tak terelakkan lagi bagi kedua keluarga besar itu. Kita tak menilai gagalnya Sri Kresna dalam berunding dengan pihak Kurawa. Bagi Kresna, menghancurkan Hastinapura ialah persoalan mudah dan kecil sebab ia ialah titisan Dewa Wisnu.
Tetapi penghormatan nan tinggi terhadap keputusan pihak versus merupakan hal nan patut dijunjung tinggi. Tata anggaran sebagai duta perlu ditiru oleh kita. Tata anggaran tersebut, diantaranya sebelum tugas sebagai duta selesai, ia tak menerima apapun dari pihak versus baik itu berupa hadiah, jamuan makan atau nan lain.
Utusan di era sekarang mengalami perkembangan nan berbeda. Di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, tokoh-tokoh nasional nan berunding dengan versus harus mengikuti protokoler hukum internasional. Dalam hal ini, organisasi antarbangsa nan disebut ialah Liga Bangsa-bangsa (PBB).
Lobi-lobi sebelum perundingan sudah jamak terjadi. Perannya tak hanya terjadi di wilayah kenegaraan saja, tetapi kalangan pebisnis dari korporasi pun memerlukan duta ke institusi korporasi nan lain buat berbagai tujuan. Sifatnya ada nan terang-terangan dengan tujuan bisnis, ada pula nan sifatnya samar-samar dengan tujuan terselubung dan rahasia.
Permasalahan nan terjadi di era sekarang ini sangat rumit, kompleks, dan berbau intrik. Sebelum terjadi keputusan nan bulat dalam suatu rapat, hasil keputusan sudah ada sebab perang intelejen dan diplomasi sudah terjadi duluan dan sudah dimenangkan oleh satu pihak tertentu.
Aksi korporasi ini banyak dilakukan pada taraf B to B ( Business to Business ), B to G ( Business to Government ). Perluasan bisnis tak akan mulus dijalankan jika sebelumnya tak ada interaksi nan baik, kecenderungan pandangan, serta kerja sama. Di setiap wilayah tentu terdapat sang penguasa, baik dalam arti nan sebenarnya maupun tidak.
Untuk melancarkan proses penyusupan bisnis ke suatu wilayah, maka diperlukan penempatan para utusan ke dalam wilayah tersebut. Namun, perannya sekarang ini bertambah, yaitu sebagai pemadam kebakaran dan bersih-bersih kotoran dampak adanya suatu peristiwa atau kejadian. Hal ini bertalian erat dengan tugas dan kewajiban interaksi massa (humas).
Citra jelek sebuah institusi harus segera dibersihkan sebelum instabilitas perusahaan selanjutnya lebih parah. Perwakilan institusi harus siap menjalankan tugas-tugas tersebut. Orang nan bertugas tersebut harus piawai dalam menciptakan kesan publik. Komunikasi terarah sinkron dengan 'isi hati publik' bisa menumbuhkan pandangan positif terhadap institusi.
Kita niscaya sudah pernah mendengar warta penolakan negara adidaya Amerika Perkumpulan terhadap Negara Palestina sebagai anggota UNESCO. Apa tanggapan dari kedutaan besar Amerika Perkumpulan di Indonesia? "Percayalah, kami memiliki kesulitan dan tekanan sama dengan negara Anda dalam persoalan Palestina dan Israel, kami tetap komitmen member dukungan pada Palestina sebagai Negara nan berdaulat". Inilah nan disebut sebagai politik wortel dan kelinci. Di satu sisi, Amerika Perkumpulan memberi wortel pada kelinci, di sisi lain Amerika Perkumpulan dan Israel berburu kelinci.
Orang-orang kedutaan besar Amerika Perkumpulan di Indonesia mampu meredam kesan negatif di kancah global internasional dengan pernyataan-pernyataan diplomatis seperti ini. Tugas utusan dan interaksi massa buat menciptakan keadaan sinkron kepentingan institusi ialah wajib. Mereka sudah mengetahui betul adat istiadat, budaya antropologi, dan interaksi dengan orang-orang setempat. Utusan harus bisa membentuk opini dan pencitraan nan baik terhadap institusinya.
Sebuah institusi niscaya ada saatnya mengalami pasang surut keadaan. Baik jelek institusi harus bisa dicitrakan positif kepada publik dan itu tugas sebagai duta saat berada di lokasi perwakilan. Ketidakbecusan duta menyelesaikan tugas di lokasi perwakilan bisa berakibat parah pada seluruh institusi.
Kita niscaya pernah membaca warta kejatuhan Presiden Husni Mubarak di Mesir dan Gaddafy di Libia. Kehancuran kedua pemimpin negara tersebut tak terlepas dari peran aksi mundur sejumlah duta besar di perwakilan-perwakilan negara sahabat. Aksi para dutanya membentuk gambaran negatif bagi banyak negara dan global internasional. Selain itu, akibat negatif nan lebih jelek yaitu bertambahnya ketidakpercayaan publik di dalam negeri.
Proses pencitraan ini seperti layaknya tugas dan kerja bagian interaksi massa pada publik. Kesan baik institusi, sebelum, saat ini dan sesudah adanya permasalahan harusnya tetap dipertahankan positif. Interaksi baik dengan massa dan tokoh-tokoh krusial pada semua institusi bisa mampu melancarkan proses pencitraan ke arah nan sinkron harapan.
Kepiawaian Diplomasi Absolut Dimiliki oleh Seorang Utusan
Kemampuan diplomasi menjadi hal nan absolut bagi utusan. Komunikasi massa menjadi senjata primer para duta. Kemampuan mempengaruhi, mengarahkan massa atau publik buat mencapai tujuan institusi ialah sebagian dari tugasnya. Anggaran dan etika dalam berdiplomasi harus dipatuhi dimana ia bertugas. Kewibawaan institusi sedang dipertaruhkan oleh para duta di loka ia bertugas. Ia boleh mengalahkan lawan, tetapi tak boleh mempermalukan versus di loka publik.
Penghormatan nan tinggi terhadap versus bisa meningkatkan kewibawaan institusi nan dibawanya. Disparitas tajam pandangan versus disikapi dengan memberi penghargaan tanpa harus merendahkan pandangan diri sendiri. Bahasa diplomasi bukan buat memenangkan perdebatan dalam forum. Bentuk kerja sama, hormat menghormati, saling menghargai atas kedaulatan masing-masing institusi buat mewujudkan tujuan bersama nan lebih besar ialah hal nan utama.
Psikologi komunikasi dipakai oleh duta buat memengaruhi lawan. Bahasa tubuh versus dan tata etikanya harus selalu dicermati buat mewujudkan tujuan besar dari institusinya. Dari holistik tugas dan tanggung jawab utusan, maka ia harus sukses dalam membuat "gol" atau eksekusi nan tepat di setiap permasalahan dan medan.
Misi nan diemban oleh duta sudah jelas dengan hasil nan jelas pula. Jika permasalahan primer ialah proses merger dari dua korporasi, maka hasil akhirnya yaitu terjadi penyatuan dua korporasi ke dalam satu korporasi. Pencapaian 'gol' ini menjadi prestasi paling tinggi baginya.
Dari uraian tersebut, maka tugas dan interaksi massa bak pinang dibelah dua. Tugas utusan atau duta nan memberi penerangan kepada publik dari institusinya, baik dalam keadaan baik dan buruk, seperti layaknya humas nan bertugas buat meredam kabar atau isu jelek nan diterima dari publik.