Tenaga Kerja Indonesia nan Berhasil Dibebaskan dari Sanksi Mati
Di Indonesia, isu ketenagakerjaan menjadi masalah krusial nan menjadi pusat perhatian. Masalah terkait tenaga kerja Indonesia , baik di luar negeri maupun di dalam negeri tidak henti-hentinya memenuhi pemberitaan media massa baik elektronik, cetak dan juga online . Baru-baru ini ribuan tenaga kerja Indonesia nan sebagian besar terdiri dari kaum buruh, ramai-ramai berunjuk rasa menentang kebijakan pemerintah nan akan menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM.
Belum lagi masalah tenaga kerja Indonesia nan berada di luar negeri, juga cukup menyedot perhatian khalayak. Masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri, mayoritas menimpa para tenaga kerja wanita atau TKW. Namun sejauh ini, kebijakan pemerintah dinilai banyak pihak belum sanggup melindungi warganya, khususnya dalam permasalahan para tenaga kerja Indonesia baik nan berada di dalam maupun luar negeri.
Tentu masih teringat dalam memori kita, nasib beberapa tenaga kerja Indonesia nan mayoritas para wanita, nan mengalami siksaan oleh majikan mereka di luar negeri. Bahkan pada 2011 lalu, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia sempat memiliki daftar 303 tenaga kerja Indonesia nan terancam sanksi mati. Dari 303 nama tenaga kerja Indonesia bermasalah tersebut, tiga orang telah dieksekusi, yaitu dua orang di Arab Saudi dan lainnya di Mesir.
Banyak Tenaga Kerja Indonesia Terancam Sanksi Mati
Daftar tenaga kerja indonesia nan terancam sanksi wafat paling banyak berada di Malaysia dengan jumlah 233 orang. Negara China berada di peringkat kedua dengan menempatkan 29 orang tenaga kerja Indonesia sebagai terpidana mati. Sementara Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang tenaga kerja Indonesia terancam sanksi mati. Dari jumlah tersebut, pada bulan Maret 2012 lalu, jumlah tenaga kerja Indonesia nan terancam sanksi wafat jumlahnya berkurang menjadi 186 orang.
Kasus narkoba diketahui menjadi faktor penyebab masalah nan menempatkan tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebagai terpidana sanksi mati. Kasus narkoba nan menjerat para tenaga kerja Indonesia mencapai 209 kasus, sedangkan kasus pembunuhan berada di peringkat kedua, sebanyak 85 kasus.
Kasus pembunuhan oleh tenaga kerja Indonesia paling banyak terjadi di Arab Saudi. Setidaknya ada 22 kasus pembunuhan nan didakwakan kepada tenaga kerja Indonesia. Sementara di Malaysia, sebanyak 180 kasus penyalahgunaan narkoba menyebabkan 180 tenaga kerja indonesia diancam sanksi mati.
Tentu masih segar dalam ingatan kita mengenai kasus Ruyati, tenaga kerja Indonesia nan dihukum pancung pemerintah Arab Saudi dengan tuduhan membunuh majikannya. Kasus tersebut cukup keras menampar pemerintah Indonesia nan tidak juga mampu melindungi warga negaranya nan terpaksa merantau ke luar negeri dampak keterbatasan lapangan kerja di negeri sendiri.
Ruyati dikenai dakwaan membunuh ibu majikannya nan berusia 64 tahun dengan alasan tak tahan diperlakukan tak manusiawi. Tenaga kerja Indonesia asal Bekasi Jawa Barat itu pun akhirnya harus menjalani sanksi pancung pada tanggal 18 Juni 2011. Ironisnya, pemerintah Indonesia baru memperoleh kabar kematian Ruyati pada tanggal 19 Juni 2011 atau keesokan harinya.
Tak berhenti sampai di situ, upaya pemerintah buat memulangkan jenazah Ruyati kepada keluarganya pun dinilai tak serius. Hal tersebut kontan menimbulkan reaksi banyak pihak nan menganggap pemerintah tak serius menjamin keselamatan warga negara nan berada di luar negeri.
Beberapa tahun sebelumnya, ada kisah nestapa dari tenaga kerja Indonesia nan disiksa dengan kejam oleh majikan mereka, yaitu Nirmala Bonat dan Ceriyati. Memang, pada akhirnya majikan nan menganiaya kedua tenaga kerja Indonesia ini menjalani proses hukum, namun tetap saja kasus mereka menjadi cerminan lemahnya regulasi pemerintah Indonesia dalam menangani persoalan tenaga kerja Indonesia, terutama nan berada di luar negeri.
Tenaga Kerja Indonesia - BNP2TKI
Didera berbagai macam persoalan hukum tenaga kerja indonesia di luar negeri, pemerintah pun beberapa kali berusaha memperbaiki diri. Langkah nan ditempuh antara lain dengan membentuk Badan Nasional Penempatan dan Konservasi Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Forum Pemerintah Non Departemen ini dibentuk buat menjalankan fungsi sebagai pelaksana kebijakan di bidang penempatan dan konservasi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Tugas-tugas pokok BNP2TKI meliputi:
- mengatur penempatan tenaga kerja Indonesia di negara pengguna jasa tenaga kerja berdasarkan perjanjian secara tertulis antara pemerintah kedua negara; dan
- menyediakan pelayanan, melakukan koordinasi dan supervisi administrasi calon tenaga kerja Indonesia, terkait legalitas dokumen hingga pembekalan akhir pemberangkatan (PAP).
Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah melakukan peninjauan ulang kesepakatan pengiriman tenaga kerja Indonesia, khususnya tenaga kerja wanita nan bekerja di sektor informal ke beberapa negara, termasuk Arab Saudi dan Malaysia. Namun, rupanya upaya pemerintah tersebut belum sukses maksimal sebab nyatanya hingga hari ini tetap ada saja tenaga kerja Indonesia nan mengalami nasib jelek di perantauan.
Tenaga Kerja Indonesia nan Berhasil Dibebaskan dari Sanksi Mati
Dan dari sekian banyak kasus hukum nan menimpa para tenaga kerja Indonesia di luar negeri, baru sedikit nan mampu ditangani oleh pemerintah. Pada periode 2009 hingga 2011, pemerintah mengklaim mampu membebaskan beberapa tenaga kerja Indonesia terpidana wafat di Arab Saudi, yaitu sebagai berikut.
- Sugiono Satru Ami dan Nurmakin Sabiri. Kedua tenaga kerja Indonesia tersebut diancam sanksi wafat dengan dakwaan terlibat kasus pembunuhan. Namun dalam persidangan, keduanya mendapatkan ampunan atau maaf dari keluarga korban dan juga ampunan dari raja Saudi. Lolos dari sanksi mati, kedua tenaga kerja Indonesia tersebut kemudian dipulangkan ke tanah air.
- Ahmed Fauzi. Tenaga kerja Indonesia ini terancam mendapat ganjaran sanksi wafat lantaran membunuh sesama WNI di Arab Saudi. Pada bulan oktober 2009, pengadilan Arab Saudi memberikan keringanan sanksi sebab terdakwa mendapatkan maaf dari keluarga korban.
- Darsem. Meski sempat menuai kontroversi, status tenaga kerja Indonesia asal Subang Jawa Barat tersebut kini telah dimaafkan pengadilan Arab Saudi. Darsem bebas setelah pemerintah memenuhi kewajiban membayarkan uang diyat senilai Rp 4,6 miliar. Darsem didakwa dengan kasus pembunuhan dengan ancaman sanksi pancung. Reaksi keras dari berbagai pihak agar kasus Ruyati tak terulang, membuat pemerintah Indonesia bergerak sedikit cepat dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi. Darsem pun akhirnya bebas dan bisa kembali pulang ke tanah air dengan biaya pemerintah.
Namun bukan berarti pekerjaan rumah pemerintah Indonesia dalam penyelesaian permasalahan tenaga kerja Indonesia di luar negeri selesai. Masih banyak masalah nan harus diselesaikan, terutama penertiban PJTKI ilegal nan terus saja memberangkatkan tenaga kerja nan tak memiliki kemampuan dan tentu saja dengan syarat administratif ilegal pula. Karena menurut pemerintah, embarkasi tenaga kerja Indonesia secara ilegal inilah nan memunculkan masalah di kemudian hari. Jika sudah tahu demikian, kenapa pemerintah masih diam dan belum mau menertibkan para operator PJTKI ilegal tersebut?