Penyebab Korupsi

Penyebab Korupsi

Indonesia merupakan negara nan cukup terkenal dengan budaya korupsi masyarakatnya. Sebagai anak negeri nan peduli dengan kondisi bangsa, fakta ini tentulah dirasakan sebagai hal menyedihkan nan bisa mencoreng nama, harkat dan prestise Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia.



Korupsi di Indonesia

Negara besar dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, sekaligus negara nan memiliki taraf prestasi korupsi nan mencengangkan. Izzah atau harga diri Indonesia di mata global internasional, kerap direndahkan hanya sebab budaya korupsi nan sudah cukup akut menjangkiti sistem birokrasi pemerintahan Indonesia.

Berbagai kasus-kasus korupsi setiap harinya muncul di layar kaca sebagai top news. Namun sayangnya, tidak satu pun penyelesaian hukum nan diberikan pada koruptor-koruptor tersebut memberi keadilan bagi masyarakat.

Kebanyakan kasus-kasus korupsi di Indonesia terhenti di pembaringan rumah sakit, pengeluaran SP3 dan kalau pun dijatuhi hukuman, sangat tak memberi keadilan terhadap masyarakat miskin. Selain sebagai penggadai harga diri bangsa, budaya korupsi nan sudah cukup mengakar di sistem birokrasi pemerintahan Indonesia juga menjadi biang kebobrokan ekonomi nasional.

Indonesia menjadi miskin bukan sebab Indonesia tak memiliki berbagai potensi sumber daya nan dapat dikelola, kemiskinan tersebut tidak lain disebabkan Norma para pengelola negeri ini mengambil uang nan bukan menjadi haknya. Korupsi merajalela dalam berbagai aspek dan dimensi kehidupan sosial. Yang menjadi korban tentu saja rakyat kecil nan harus hayati menderita.

Korupsi nan ada di Indonesia sudah menjadi sebuah hal nan seakan ialah hal nan sangat wajar buat dilakukan dan terjadi. Korupsi sudah dilakukan dari segmen terkecil hingga segmen terbesar. Korupsi dilakukan dengan nilai nan sangat lecil sampai pada nilai nan begitu besar dan fantatis.

Inilah korupsi nan telah begitu mengakar dan sistemik nan telah terjadi di Indonesia. Telah banyak usaha nan dilakukan utuk memberantas korupsi. Seperti halnya mendirikan forum Komisi Pemberantasan Korupsi. Walaupun telah banyak prestasi nan ditorehkan oleh forum ini namun masih dianggap belum optimal. Karena memang kasus korupsi nan terjadi sangatlah banyak.

Kegiatan korupsi ini tentunya sangatlah merugikan banyak orang terutama rakyat. Uang nan seharusnya digunakan oleh para pemegang kekuasaan nan ada di negeri ini mereka gunakan buat kepentingan pribadi mereka. Bukan buat lebih mengutamakan kepentingan rakyat.

Itulah nan membuat rakyat hari ni seakan sudah wafat rasa dnegan para penguasa. Mereka sudah paham betul bahwa para pemegang kekuasaan akan banyak melakukan korupsi. Mereka sudah ak menjadikan kepentingan rakyat sebagai sebuah hal nan prioritas. Sehingga rakyat tidak memiliki lagi kepedualian terhadap pemerintah.



Penyebab Korupsi

Ada banyak hal nan menyebabkan kasus-kasus korupsi itu muncul di pikiran para pejabat sebuah negeri. Bukan hanya orang miskin nan mau melakukan korupsi, bahkan orang nan sudah kaya raya pun tetap getol melakukan korupsi. Tentunya dengan jumlah dan porsi nan lebih besar dibandingkan orang miskin. Berikut ini hal-hal fundamental nan dapat memicu seseorang buat melakukan kasus-kasus korupsi;

Persoalan mental. Ada orang nan sudah kaya raya, sudah memiliki kekayaan nan cukup buat menghidupi keluarganya selama tujuh turunan, tapi ternyata orang tersebut ketahuan melakukan korupsi dengan jumlah ratusan juta hingga milyaran rupiah. Yang jelas menjadi persoalan di sini ialah mental. Mental orang tersebut dapat dikatakan sebagai mental koruptor.

Berbicara tentang mental tentu saja erat kaitannya dengan hal nan menyangkut keimanan dan kepercayaan seseorang terhadap agamanya. Bagi seorang muslim nan masih tetap melakukan kasus-kasus korupsi, dapat dipastikan bahwa ia miskin iman.

Keimanan itu hanya Allah dan orang nan bersangkutan nan mengetahuinya. Adapun sikap nan ditunjukkan oleh seseorang terhadap sesama manusia, boleh jadi merupakan tipuan. Jadi tidak perlu terkejut jika kita melihat sosok nan selama ini kita anggap sebagai seorang figur nan baik soal keimanannya, tiba-tiba melakukan korupsi. Sebab, manusia merupakan loka salah dan lupa, bukan malaikat nan senantiasa sempurna.

Kurang kesejahteraan hidup. Seseorang miskin nan diangkat dan diberi jabatan, terlebih jika ia tak memiliki mental keimanan nan baik, maka akan lebih memungkinkan ia melakukan kasus-kasus korupsi. Dorongan kebutuhan keluarga nan terus meningkat akan memicu para pejabat buat mulai melirik uang-uang nan bukan menjadi haknya.

Terlebih, jika memang jabatan nan ia peroleh tersebut berasal dari kasus korupsi serupa. Ada orang nan akan masuk kerja rela dengan membayar dengan sejumlah uang ratusan juta rupiah. Secara logika, tentu saja ia akan berupaya buat mengembalikan uang nan menjadi kapital awal ia masuk. Dan pengembalian kapital nan cepat tidak lain melalui cara korupsi.

Namun sejatinya, jika dibandingkan dengan masyarakat awam, maka para penguasa atau pun pejabat ini bisa dikatakan lebih sejahtera dibandingkan dengan rakyat jelata.

Para pejabat telah mendapatkan gaji nan bisa dikatakan sangat lebih besar dibandingkan dengan rakyat. Banyak rakyat kita nan merasa sulit buat mendapatkan sekedar uang dua puluh ribu rupiah setiap harinya. Namun pejabat ini sudah buat memperoleh gaji puluhan juta dalam satu bulannya.

Jadi jika para koruptor bekedok pada penyebab kurangnya kesejahteraan hayati ini maka sejatinya mereka ialah orang nan sangat tak bijak. Mereka sangat tak bisa buat mensyukuri apa nan telah diberikan sebagai nikmat mereka oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Kondisi lingkungan. Lingkungan nan sangat fertile dengan budaya korupsi biasanya akan memancing orang nan masih ragu-ragu buat melakukan korupsi. Banyak orang nan tadinya tidak pandai dan tidak mau melakukan korupsi, setelah berkenalan dan berada di lingkungan nan suka berkorupsi, ternyata akhirnya juga turut serta melakukan korupsi.

Kondisi lingkungan ini memang sangat memberikan pengaruh dalam tumbuh suburnya korupsi. Seseorang nan hayati dalam lingkungan nan penuh dengan korupsi maka ia pun secara tak langsung akan dididik buat menjadi pribadi nan suka dan bahagia dengan korupsi.

Kalaupun ia memilih buat tak melakukan korupsi maka ia akan menjadi sosok nan anek di tengah-tengah komunitasnya. Karena ia tidak menjalankan apa nan sudah ada dan menjadi Norma dalam suasana di mana ia hidup. Lambat laun, ia pun akan dicetak menjadi sosok nan mencintai korupsi mau atau tak mau, sadar ataupun tidak. Dan hal seperti ini sangatlah mungkin buat terjadi di Indonesia.

Kondisi Sistem. Indonesia ialah negara nan menganut sistem demokrasi. Dimana dalam menjalankannya diperlukan cukup uang dan modal. Lihat saja dalam aplikasi pemilu dimana membutuhkan biaya nan sangat mahal.

Sebagai contoh jika ada seseorang nan mencalonkan sebagai seorang wali kota saja maka akan banyak uang nan harus ia keluarkan buat biaya kampanye mempromosikan dirinya.

Sebut saja biaya melakukan kampanye masal, membangun panggung, mendatangkan seniman sebagai pengiburnya serta biaya nan lainnya. Belum lagi selebaran, spanduk, ataupun kaos nan dicetak dengan gambar dirinya. Tentunya hal ini akan sangat membutuhkan biaya nan tidak sedikti.

Oleh sebab itu, setelah dirinya sukses memegang kekuasaan maka nan dijadikan prioritas ialah mengembalikan semua kapital nan telah ia jadikan sebagai biaya kampanye. Hal ini haruslah dengan cepat dan maksimal dilakukan mengingat masa jabatan nan pendek sehingga berarti tidak selamanya ia akan bisa duduk di posisi ini.

Hal inilah nan secara konkret membuat sangat tumbuh suburnya kasus korupsi nan ada. Sudah ada sejak lini nan paling bawah. Karena memang kita sudah menerapkan sistem demokrasi dam pemilihan ini bahkan di lini nan paling dasar yaitu misalnya ialah pemilihan kepala desa ataupun lurah.

Dalam lini nan kecilpun sudah diberikan celah dan kesempatan buat bisa melakukan upaya korupsi. Belum lagi ketika sudah mendapatkan posisi nan lebih besar. Sebut saja anggota Dewan Pewakilan Rakyat nan erhormat.

Sudah berapa banyak anggota DPR kita nan sudah terjerat kasus korupsi. Karena memang ada peluang di loka itu dimana mereka ialah pembuat hukum dan Undang-Undang nan berlaku. Sehingga memang akan mudah bagi mereka buat mencari celah laba dengan melakukan jual beli kepentingan dalam mencetuskan sebuah hukum dan undang-undang.

Kasus-kasus korupsi nan dilakukan di Indonesia memang sudah bisa dikategorikan sebagai sebuah hal nan sangat parah. Sudah terjadi di setiap lini kehidupan dan menjadi sebuah hal nan sistemik. Sine qua non sebuah kesadaran buat bisa menghapus hal ini.