Tradisi Jawa
Indonesia dipenuhi oleh kekayaan, baik alam maupun budaya. Budaya inheren erat dengan tradisi. Tradisi setiap suku sangat beragam. Salah satu tradisi suku di Indonesia ialah tradisi Jawa . Jawa dikenal sebagai pulau nan penuh kesantunan dan kelembutan.
Jawa dianggap sebagai salah satu ikon SDM masyarakat Indonesia. Pulau Jawa juga cukup dikenal oleh masyarakat dunia, apalagi ibukota negara Indonesia pun terletak di Pulau Jawa.
Tadisi Jawa nan banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang nan tinggal di pulau tersebut. Mungkin bagi nan kurang atau tak terbiasa mengenal pulau ini, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat nan kurang gesit.
Dan dianggap terlalu mengutamakan tata karma dibandingkan dengan pandangan hidup dan semangat kerja. Padahal, sebenarnya pandangan hidup maupun semangat kerja itu juga termaktub di dalam tradisi nan luhur tersebut.
Tradisi Jawa
Beberapa Tradisi Jawa nan sudah dikenal di masyarakat secara generik antara lain ialah sebagai berikut.
1. Tradisi pernikahan
Di Pulau Jawa, interaksi suami istri bersifat paternal atau patriarkhi. Di mana pria ialah pimpinan di dalam keluarga. Oleh sebab itu, di dalam adat pernikahan orang Jawa, tak ada lamaran nan dilakukan oleh wanita kepada pihak pria.
Pihak pria meminang atau melamar pihak wanita melalui proses lamaran secara resmi. Dengan mendatangi pihak wanita bersama dengan sanak dan kerabat pihak pria.
Ketika proses lamaran ini, pihak pria telah membawa apa nan disebut sebagai pasok tukon. Sebenarnya, pasok tukon ini boleh disamakan dengan mahar, secara fungsi.
Namun pada tekniknya, pihak calon pengantin jawa selain memberikan pasok tukon , juga tetap memberikan mahar sebagai salah satu persyaratan pernikahan menurut agama.
Pernikahan ala tradisi Pulau Jawa juga mengenal apa nan disebut dengan istilah midodaren. Di mana calon pengantin dipingit supaya cantik dan menarik. Selanjutnya dihias dan dilakukan siraman atau mandi sebelum menikah.
Baru setelah ada midodareni dan siraman, esok harinya bisa dilaksanakan akad nikah dan dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Masih menurut budaya Jawa , pernikahan memiliki beberapa prosesi nan kini sering tak lagi dilaksanakan para pengantin.
Yaitu memecah telur, menginjak kendi, dan saling melempar sirih. Kemudian, acara dulangan atau saling suap antarpengantin juga merupakan prosesi pernikahan ala Jawa.
Sandang adat pernikahan Jawa berbeda antara Yogyakarta, Solo, maupun Jawa Timur. Contohnya Jawa Barat dan Jakarta. Meskipun berada di Pulau Jawa, namun tak dianggap memiliki tradisi Pulau Jawa. Melainkan sudah dikatakan sebagai tradisi Jawa Barat atau sunda.
2. Tradisi mitoni
Setelah menikah, sebuah pasangan pengantin akan memiliki anak. Ketika proses mengandung dan kandungan telah mencapai usia 7 bulan akan ada nan disebut dengan istilah mitoni.
Mitoni ini diadakan upacara selamatan dengan tujuan supaya anak nan dikandung kelak akan menjadi anak nan sehat, pandai, dan berguna. Mitoni dilakukan dengan cara memberikan uborampe selamatan .
Seperti jenang merah dan jenang putih nan dibuat dari ketan, kenduri bahan makanan dan tahlil bersama. Di beberapa wilayah Jawa, mitoni juga dilakukan buat menduga jenis kelamin calon bayi dengan menggunakan rujak mentimun.
Jika wanita merasakan pedas, diyakini bayi nan dikandung ialah wanita. Dan sebaliknya jika tak pedas, maka janin nan dikandung diduga laki-laki.
3. Brokohan
Brokohan dilakukan setelah bayi lahir. Brokohan dilakukan dengan selamatan serta bagi kenduri bahan makanan pokok.
4. Puput pusar
Setelah bayi puput pusarnya, maka tradisi Jawa melakukan selamatan puput pusar dengan membuat nasi dan urap nan disebut dengan istilah bancakan. Bancakan dibagikan kepada kerabat dan tetangga sekitar.
5. Selapanan
Acara selapanan dilakukan ketika bayi sudah mencapai usia 35 hari atau dalam istilah Jawa disebut selapan. Acara selapanan ini dilakukan dengan membuat bubur nan disebut jenang lemu, dengan asa bayi akan sehat dan mempunyai tubuh montok.
6. Tedhak siti
Tradisi ini merupakan tradisi setelah bayi sudah mampu melangkahkan kaki pertamanya. Tedhak siti dilakukan supaya bayi segera lancar berjalan dan selamat di dalam proses berjalan.
7. Tradisi kematian
Setelah adanya tradisi terkait nikah, kelahiran, tradisi, selanjutnya ialah kematian. Di dalam tradisi kematian ini, masyarakat Jawa memiliki berbagai urutan penting. Yaitu sebagai berikut.
Ketika meninggal, masyarakat Jawa adakan upacara tradisi nan sangat khas, yaitu nan disebut dengan tlusupan. Tlusupan dilakukan ketika jenazah sudah berada di dalam keranda atau peti jenazah.
Maka sebelum dihantarkan ke pemakaman, keluarga inti nan ditinggalkan harus melakukan tlusupan, yaitu dengan cara berjalan di bawah peti jenazah atau keranda nan diangkat oleh penandu jenazah. Tujuan dari tlusupan ialah memberikan penghormatan terakhir kepada jenazah.
Selanjutnya ialah selamatan 7 hari. Di Jawa, berlangsung tradisi selamatan 7 hari meninggal dengan acara tahlil dan kenduri. Selanjutnya 40 hari, juga dianggap sebagai hari sakral peringatan meninggalnya seseorang dan diperingati dengan acara tahlil dan kenduri.
Setelah itu acara 100 hari, juga dilakukan tahlil serta kenduri. Setelah itu acara 1 tahun dan terakhir ialah 1000 hari kematian, juga dilaksanakan dengan melakukan tahlil dan kenduri.
Semua acara selamatan mengenang kematian seseorang di atas dilaksanakan dengan tujuan memberikan penghargaan dan mengingatkan masa hayati beliau serta memberikan doa kepada seseorang nan telah meninggal.
8. Suronan
Tradisi ini merupakan tradisi memperingati hari 1 Suro atau 1 Muharram. Bagi orang Jawa, bulan Suro merupakan bulan nan dikeramatkan sehingga diperingati sedemikian rupa.
Pada upacara 1 Suro, beberapa loka melakukan kirab keliling memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah itu diadakan larungan ke pantai selatan dengan tujuan membuang sial.
Tradisi larungan saat ini hanya dilakukan oleh pihak keraton saja. Namun di beberapa lokasi, masyarakat masih melakukan suran dengan mandi bunga tengah malam.
9. Tradisi ruwahan atau nyadran
Ruwah atau bulan Rajab, merupakan bulan sakral menjelang Ramadhan. Masyarakat Jawa memiliki tradisi membuat apem, sebuah kue khas jawa. Ketan dan kolak juga. Ketiga menu ini menjadi menu wajib nan dihantarkan kepada sanak kerabat.
10. Tradisi kupatan
Kupatan ialah nasi dibungkus rangkaian daun kelapa, menjadi tradisi ketika merayakan hari lebaran. Setelah berjumpa sanak keluarga, maka seremoni lebaran dilanjutkan dengan makan kupat dan opor. Kupat ialah perlambang hilangnya salah atau lepat.
11. Tradisi ruwatan
Ruwat merupakan salah satu cara mengusir sial nan terdapat pada diri seseorang. Terdapat syarat seseorang diruwat. Seorang nan selalu memperoleh sial, dianggap disebabkan oleh makhluk jahat. Oleh sebab itu ruwat dilakukan buat menghilangkan makhluk dursila tersebut.
12. Tradisi sinoman
Tradisi ini kembali ke tradisi nan terdapat di sebuah perhelatan, salah satunya ialah pengantin. Para pembawa makanan atau minuman di Jawa disebut sinom dan bentuk acaranya disebut sebagai sinoman.
Para sinom ialah pemuda pemudi nan membawakan sajian kepada para tamu. Namun, sinoman ini sudah mulai memudar di kota-kota nan melakukan tradisi pernikahan dengan cara prasmanan, sehingga bentuk tradisi Jawa nan satu ini menjadi kurang lestari.